Wednesday, 1 March 2017

RIWAYAT IBNU SINA DAN FILSAFATNYA



RIWAYAT IBNU SINA DAN FILSAFATNYA


A.        Riwayat Hidup Ibnu Sina

            Ia adalah Abu Ali Al Husaini bin Abdullah bin Sina. Dilahirkan pada tahun 370 H/ 980 M di Bukhaira. Bapaknya adalah Wali kota Saman. Ia sangat memperhatikan pendidikan Anaknya, sehingga sebelum umur 10 tahun, Ibnu Sina telah menguasai Al Qur'an dan sastra. Hal ini membangkitkan keaguman yang luar biasa terhadapnya. Kemudian Ibnu Sina dibimbing oleh filosuf Abu Abdillah an Natali yang mengajarinya logika. Ketika itu mulailah tertarik kepada Ilmu kedokteran, Ibnu Sina belajar kepada Isa bin Yahya. Kemudian ia menekuni Ilmu Syari'at dan geometeri.
Usianya masih 17 tahun, ketika raja Bukhara memanggil Ibnu Sina untuk mengobati lumpuh yang dideritanya, setelah para dokter tidak ada yang sanggup melakukan pengobatan. Dengan kecakapannya, Ibmu Sina berhasil menyembuhkan penyakit tersebut. Sebagai penghormatannya, raja membuka gudang perpustakaanya untuk Ibnu Sina. Ia pun menghabiskan waktunya di sana dan karenanya banyak memperoleh manfaat. Kemudian perpustakaanya terbakar, sehingga ia pun tidak tertandingi oleh orang lain  karena pengetahuan luas yang dimilikinya dari perpustakan tersebut.

Fase kedua dari perjalanan hidupnya digunakan untuk mengabdi, bertualang dan bekerja. Ia mengunjungi beberapa negara dan menjabat di beberapa kementrian, namun tak sedikitpun waktu yang ia lalui tanpa belajar dan membaca kembali. Ia meninggal di Hamadzan tahun 428 H/1037 M pada usia ke 85 tahun.
Para ilmuwan Eropa sangat tertarik kepada pemikiran kedokteran Ibnu Sina. Mereka menterjemahkannya dan mengomentarinya. Bahkan mereka menggelari dirinya dengan dokter Arab (Muslim) sejati. Beberapa gagasan filsafat dan pemikirannya menyerbu daratan Eropa, mendasari pemikiran Eropa modern sesuai pengakuan para ilmuwannya. Ia adalah filosof muslim yang dikenal pemikirannya ditengah tengah masyarakat latin sebelum dikenalnya filsafat Aristoteles. Hal ini dikarenakan kedekatannya dengan filsafat Agustinus yang memiliki kecenderungan Platonisme. Arus pemikirannya baru melemah setelah diterjemahkannya pemikiran Ibnu Rusyd ke Bahasa Latin, dimana pemikirannya masih berpengaruh dan terus dipelajari hingga abad kebangkitan.
Kitab kitab Ibnu Sina sangat banyak dengan berbagai variasi dalam temannya.

Diantaranya:
  1. Kitab Al Qanun fi-at-Thib.
  2. Asy-Syifa, kitab yang membahas tentang filsafat, dan sebagai karya terbesarnya dalam bidang  filsafat.
  3. An Najat, ringkasan kitab Asy-Syifa.
  4. Tis'u Rasail fi Ath-Thabbiyat wa al Ajram Al Uluwiyah wa Al Quwa al Insaniyah.
Ia juga memiliki kitab tentang pembagian hikmah dan cabang cabangnya, ilmu hudud, penetapan nubuwah, makna huruf Hijaiyyah dan Ilmu Etika.
  1. Rasail Ibnu Sina, Risalah Hayy bin Yaqhzan,Risalah al- Isqh dan Risalah Al Qadar.
  2. Ibnu Sina juga memiliki kasidah dan beberapa risalah dalam logika, serta kasidah dalan psikologi.

B.               Filsafatnya

1.                At Taufiq ( Rekonsiliasi ) antara Agama dan Filsafat
Ibnu Sina mengusahakan pemaduan antara agama dan filsafat. Menurutnya nabi dan filosof menerima kebenaran dari sumber yang sama, yang disebut Malaikat Jibril, Akal ke sepuluh dan Akal Aktif. Perbedaanya hanya cara memperolehnya, bagi nabi terjadinya hubungan dengan Malaikat Jibrill melalui akal meterill yang disebut ( hads) atau kekuatan suci Qudsiyah, sedangkan filosof dengan Akal Mustafad. Nabi memperoleh akal meterill yang dayanya jauh lebih kuat daripada akal Mustafad yang dayanya jauh lebih rendah daripada akal  materill  melalui latihan berat. Pengetahuan yang diperoleh nabi adalah wahyu, berlainan pengetahuan yang diperoleh filosof hanya dalam bentuk ilham, tetapi antara keduanya tidaklah bertentangan.
Ibnu Sina juga memberikan ketegasan tentang perbedaan  antara para nabi dan para filosof. Mereka yang disebut pertama, menurutnya adalah manusia pilihan Allah dan tidak ada peluang bagi manusia lain untuk mengusahaan dirinya sebagai nabi. Sementara yang dimaksud manusia yang kedua adalah manusia yang mempunyai intelektual yang tinggi dan tidak bisa jadi nabi.
Pembagian manusia yang dimajukan Ibnu Sina menjadi dua tingkatan, awam dan terpelajar, adalah hal yang biasa. Namun pendapatnya yang mengatakan bahwa kebenaran yang disebut dengan wahyu ditujukan pada tingkatan awam dan kebenaran dalam bentuk filsafat ditujukan dalam tingkatan terpelajar agak meragukan, tetapi apabila yang dimaksudkan kebenaran dalam bentuk wahyu secara eksplisit ditujukan kepada tingkatan awam, maka dapat diterima. Namun yang jelas, Ibnu Sina dalam mengharmoniskan antara filsafat dan agama juga menggunakan takwil.
Dalam pandangan Ibnu Sina para nabi sangat diperlukan bagi kemaslahtan manusia dan alam semesta. Hal ini disebabkan para nabi dengan mukjizatnya dapat dibenarkan dan diikuti manusia. Dengan kata yang lain, kebenaran yang sebutkan nabi, seperti adanya  hari Akhir dan lain lain, dapat diterima dan dibenarkan manusia, baik secara rasional maupun syar'i.
2.                Jiwa
Harus diakui bahwa keistimewaan pemikiran Ibnu Sina terletak pada filsafat jiwa. Kata Jiwa dalam Al Qur'an dan Al Hadits diistilahkan dengan al-nafs atau ar-ruh sebagaimana tertera dalam surat Shad : 71 – 72. Jiwa jiwa manusia sebagai jiwa yang lain dan segala apa yang terdapat di bawah rembulan, memancar dari akal sepuluh. Secara garis besarnya pembahasan Ibnu Sina tentang jiwa terbagi pada dua bagian berikut.
a.       Fisika, membicarakan tentang jiwa tumbuh tumbuhan, hewan dan manusia.
1.      Jiwa tumbuh tumbuhan mempunyai tiga daya : makan, tumbuh, dan berkembang biak, jadi jiwa jiwa pada tumbuhan hanya berfungsi untuk makan, tumbuh dan  berkembang biak.
2.      Jiwa binatang mempunyai dua daya : gerak ( al mutaharrikat ) dan menangkap ( Al mudtikat). Daya yang terakhir ini terbagi menjadi dua bagian :
a.       Menangkap dari luar dengan panca indra.
b.      Menangkap    dari dalam dengan indra indra batin (al Hawas al batiniyah) yang terdiri atas lima indra berikut:
1.      Indrda bersama (al hiss al musytarak) yaitu menerima segala apa yang ditangkap oleh indra luar.
2.      Indra al hayal, yang merima segala apa yang diterima oleh indra bersama.
3.      Imajinasi (al mutakhayyilat) yang menyusul apa yang disimpan dalam khayyal.
4.      Indra wahmiyah (estimasi) yang dapat menangkap hal hal yang abstrak yang terlepas dari materinya, seperti keharusan lari bagi kambing ketika melihat serigala.
5.      Indra pemeliharaan (rekolelsi) yang menyimpan hal hal yang abstrak yang diterima oleh indra estimasi.
            Dengan demikian, jiwa binatang lebih tinggi fungsinya daripada jiwa tumbuh tumbuhan, bukan hanya sekedar makan, tumbuh berkembang biak, tetapi telah bekerja dan bertindak serta telah merasakan  sulit dan senang seperti manusia.
3.      Jiwa manusia yang disebut juga al nafs al nathiqat, mempunyai dua daya : praktis dan teoritis. Daya praktisnya hubungannya dengan jasad, sedangkan daya teoritis hubungannya dengan hal hal yang abstrak Daya teoritis ini mempunyai empat tingkatan berikut.
a.       Akal Materiil (al 'aql al hayulany) yang semata mata mempunyai potensi untuk berpikir dan belum dilatih walauun sedikit.
b.      Akal al malakat (al aql bil malakat)yang telah dapat berpikir tentang hal hal yang abstrak.
c.       Akal Aktual ( al aql bil fi'il) yang telah berfikir tentang hal hal yang abstrak.
d.      Akal Mustafad ( al aql mustafad) yaitu akal yang telah sanggup berfikir tentang hal hal yang abstrak tanpa perlu daya upaya. Akal yang seperti inilah yang dapat berhubungan dan menerima limpahan ilmu pengetahuan dari Akal Aktif.
b.      Metafisika, memberikan tentang hal hal berikut.
1.      Wujud Jiwa
Dalam membuktikan adanya jiwa, Ibnu Sina mengemukakan empat dalil berikut.
a.       Dalil alam kejiwaan
Dalil ini berdasarkan pada fenomena gerak dan pengetahuan. Gerak menjadi dua jenis.
    1. Gerakan paksaan yaitu gerakan yang timbul pada suatu benda disebabkan adanya dorongan dari luar.
    2. Gerakan tidak paksan, yaitu gerakan yang terjadi baik yang sesuai dengan hukum alam maupun yang berlawanan. Gerakan yang sesuai dengan hukum alam.seperti batu jatuh dari atas saaaampai bawah.
b.      Konsep "aku" dan kesatuan fenomena psikologis
Dalil itu oleh Ibnu Sina didasarkan pada hakikat manusia. Jika seseorang membicarakan pribadinya atau mengajak orang lain berbicara, yang dimaksudkan pada hakekatnya adalah jiwanya, bukan jisimnya. Ketika Anda berkata, saya akan keluar atau saya akan tidur, maka ketika itu yang dimaksudkan bukanlah gerak kaki atau memejamkan mata, tetapi hakekatnya adalah jiwanaya.
c.       Dalil Kontinuitas (al istimrar)
Dalil ini berdasarkan pada perbandingan jiwa dan jasad. Jasad manusia senantiasa mengalami perubahan dan pergantian. Kulit yang kita pakai ini sekarang tidak sama denghan kulit sepuluh tahun yang lewat karena telah mengalami perubahan, seperti mengerut dan berkurang. Demikian halnya seperti bagian jasad yang lain, selalu mengalami perubahan. Sementara itu, jiwa bwrsifat kontinue tidak mengalami perubahan dan pergantian. Jiwa yang kita pakai sekarang jiwa sejak lahir juga dan akan berlangsung selama umum tanpa mengalami perubahan. Oleh karena itu, jiwa berbeda dengan jasad.
d.    Dalil manusia terbang atau manusia melayang di udara.
Dalil ini merupakan daya kreasi Ibnu Sina yang sangat mengagumkan, meskipun dasarnya bersifat asumsi atau khayalan, namun tidak mengurangi kemampuannya dalam memberikan keyakinan. Ringkasannya ialah sebagai berikut.
Diandaikan ada orang tercipta satu kali jadi dan mempunyai wujud wujud dirinya bukan hal dari inderanya dan jasmaninya, melainkan dari sumber lain yang berbeda dengan jasad, yakni jiwa.
                                    2. Hakekat   Jiwa
            Definisi jiwa yang dikemukakan Aristoteles yang berbunyi, "Kesempurnaan awal bagi jasad alami yang organis" ternyata tidak memuaskan Ibnu Sina. Pasalnya, definisi tersebut belum memberikan gambaran tentang hakekat jiwa yang membedakannya dari jasad. Menurut Aristoteles, manusia sebagaimana layaknya benda alam lain terdiri dari dua unsur : madat (materi) dan Shurot (form). Materi adalah jasad manusia   dan shurat   adalah jiwa manusia. Form inilah yang dimaksud  aristoteles dengan kesempurnaan awal bagi jasad. Implikasinya hancurnya materi atau jasad akan membawa hancurnya form atau jiwa.
            Justru itulah, untuk membedakan hakikat jiwa dari jasad, Ibnu Sina mendefinisikan jiwa dengan jauhar   rohani. Definisi ini mengisyaratkan bahwa jiwa merupakan substansi rokhani, tidak tersusun dari materi materi sebagaimana jasad.
Dalam menetapkan kekebalan jiwa, Ibnu Sina mengemukakan tiga dalil berikut:
  1. Dalil al infishal, yaitu perpaduan antara jiwa dan jasad bersifat  aksident, masing masing unsur memiliki substansi tersendiri, yang berbeda antara satu dan lainnya. Karenanya jiwa kekal walaupun jasad binasa. Sementara itu, jasad tidak bisa hidup tanpa jiwa.
  2. Dalil Al bashatat, yaitu jiwa adalah jauhar rohani yang hidup selalu dan tidak mengenal mati. Pasalnya hidup sifat dari jiwa, dan mustahil bersifat dengan lawannya, yakni fana dan mati. Karena itu jiwa dinamakan juga dengan jauhar bashith.
  3. Dalil al Mushabahat, dalil ini bersifat metafisika. Jiwa manusia, sesuai dengan filsafat emansi, bersumber dari akal fa'al sebagai pemberi segala bentuk. Karena akal sepuluh ini merupakan esensi yang berpikir, azali dan kekal, maka jiwa sebagai ma'lul (akibatnya) akan kekal.
3.   Hubungan  Jasad dengan jiwa
            Sebelum Ibnu Sina, Aristoteles dan Plato telah membicarakan hubungan antara  jiwa dan jasad.Aristoteles menggambarkan hubungan keduanya bersifat esensial. Dan Plato sebaliknya, hubungan keduanya bersifat accident karena jiwa dan jasad adalah dua substansi yang berdiri sendiri.
            Ibnu Sina kelihatannya menerima penekanan Aristoteles tentang eratnya hubungan antara jiwa dan jasad, namun hubungan yang bersifat esensial ia tolakkarena jiwa akan fana dengan binasanya jasad. Dalam hal ini ia lebih cenderung sependapat dengan Plato bahwa hubungan keduanya bersifat accident, binasanya jasad tidak membawa binasanya jiwa.
            Menurut Ibnu Sina,selain eratnya hubungan antara jiwa dan jasad, keduanya juga saling memengaruhi atau saling membantu. Jasad adalah tempat bagi jiwa,adanya jasad adalah syarat mutlak terciptanya jiwa. Dengan kata lain, jiwa tidak diciptakan tanpa adanya jasad yang akan ditempatinya. Jika  tidak demikian tentu akan terjadi adanya jiwa tanpa jasad, atau adanya jasad ditempati beberapa jiwa.
           
4.   Kekekalan Jiwa
Seperti yang dipaparkan sebelumnya, jiwa manusia diciptakan setiap kali jasad yang akan ditempatinya telah diadakan. Pendapat ini sekaligus  menolak konsep Plato yang berkesimpulan bahwa  jiwa sudah ada di alam idea sebelum jasad yang ditempati ada. Jika pendapat Plato ini diterima, seperti dikemukakan  di atas akan terjadi adanya jiwa tanpa jasad, atau adanya suatu tubuh ditempati beberapa jiwa, sementara itu di  akherat akan terjadi pembalasan secara kolektif.
Ibnu Sina kelihatannya lebih cenderung berkesimpulan sesuai dengan apa yang disinyalkan Al Qur'an. Menurutnya jiwa manusia berbeda dengan tumbuhan dan hewan yang hancur dengan hancurnya jasad. Jiwa manusia akan kekal dalam bentuk individual, yang akan menerima pembalasan (bahagia dan celaka) di akherat. Akan tetepi kekalnya ini dikekalkan Allah (al khuld). Jadi, jiwa adalah baharu (al huds) karena diciptakan (punya awal) dan kekal (tidak punya Akhir).
Dalam nenetapkan kekalnya jiwa, Ibnu Sina mengemukakan tiga dalil berikut :
  1. Dalil Al Infishal, yaitu perpaduan antara jiwa dan jasad yang bersifat aksiden, masing masing unsur mempunyai substansi tersendiri, yang berbeda antara satu dan yang lainnya. Karenanya Jiwa kekal walaupun jasad binasa.Sementara itu jasad tidak dapat hidup tanpa adanya jiwa.
  2. Dalil Al Bashathat, yaitu jiwa adalah jauhar rohani yang hidup selalu dan tidak mengenal mati. Pasalnya hidup (hayy) merupakan sifat bagi jiwa dan mustahil bersifat dengan lawannya, yakni fana dan mati. Karenanya jiwa dinamakan dengan jauhan bashit (hidup selalu)
  3. Dalil al Musyabahat, dalil ini bersifat metafisika. Jiwa manusia sesuai dengan filsafat emansi, bersumber dari akal Fa'al (akal sepuluh) sebagai pemberi segala bentuk. Karena Akal Sepuluh ini merupakan esensi yang berfikir, azali dan kekal, maka jiwa sebagai ma'lul (akibatnya) akan kekal sebagaiman illat (sebabnya)
Sesuai dengan isyarat diatas, secar eksplisit mengatakan bahwa yang dibangkitkan di akherat nanti hanya rohnya. Pengingkaran jasmanilah yang menimbulkan kritik tajam Al Ghazali, Bahkan filosofnya ilmu hukum ikut keluar dari Islam. Uraian ini mengandung arti bahwa pembalasan di akherat nanti disediakan untuk roh semata, sedangkan jasad akan lenyap seperti jasad tumbuhan dan hewan. Padahal manusia yang diberi beban oleh agama adalah manusia yang tersusun dari jasad dan roh.
Dalam uraian di atas mengisyaratkan bahwa Ibnu Sina menempatkan jiwa manusia pada peringkat yang paling tinggi. Di samping daya untuk berfikir, jiwa manusia juga mempunyai daya daya yang ada pada tumbuhan dan hewan. Penjelasan di atas juga menunjukan bahwa menurut Ibnu Sina jiwa manusia tidak hancur dengan hancurnya badan. Semantara itu, jiwa tumbuhan dan hewan yang ada di dalam diri manusia akan hancur dengan matinya badan dana tidak akan dihidupkan kembali di akherat. Karena fungsi fungsinya bersifat fisik dan jasmani, pembalasan untuk kedua jiwa ini ditentukan di dunia juga.
Demikianlah pembahasan Ibnu Sina, kendatipun kebanyakan pemikiran pemikiran filsafatnya telah dikemukakan Al Farobi. Numun dia telah berhasil memberikan  uraian yang sangat rinci dan lengkap dengan gaya yang menarik. Karenanya tepat sekali penilaian yang mengatakan bahwa di tangan Ibnu Sinalah filsafat Islam di dunia timur mencapai puncak yang tertinggi.


Referensi :
Zar, Sirojuddin, 2004, Filsafat Islam, Jakarta, Rajawali Press
Ibn Sina. 1938. al Najat. Musthafa al Babiy al Halaby. Kairo























Ibnu Sina dan Filsafatnya
Diajukan untuk memenuhi tugas akhir semester Satu
Dalam mata kuliah
Filsafat Umum

Dosen pembimbing:
Drs. H. Muhammad Shadiq



 








Oleh :

Nasrul Umam
Firman Muharrom

Jurusan Pendidikan Agama Islam
Fakultas Tarbiyah

Institute Studi Islam Darussalam
Pondok Modern Darussalam Gontor

1429/2008







No comments:

Post a Comment