Wednesday, 1 March 2017

TEORI PSIKOLOGI BELAJAR

TEORI PSIKOLOGI BELAJAR


A. Pendahuluan
Di dalam mencerdaskan anak bangsa, pendidikan harus senantiasa ditingkatkan sesuai dengan zaman. Setiap lembaga pendidikan mempunyai cara cara dan metode metode dalam pengembangannya tersebut, karena kurikulum masa kini berubah drastis dengan kurikulum sebelumnya. Yang mana pada tahun 1974, pendidikan diforsirkan kepada banyaknya mata pelajaran, anak dianggap cerdas dan pandai jika dapat menerima semua pelajaran dengan baik. Berbeda dengan akhir akhir tahun ini, pemerintah hanya memberikan pelajarannya dan guru mengembangkannya dengan sendirinya sampai tidak bisa menentukan kurikulum yang standar dengan nasional.
Pendidikan harus dijalankan dengan metode metode tertentu, salah satunya adalah peningkatan teori teori belajar yang kondusif. Maka  kita tentunya perlu mengetahui teori teori belajar behavioristik, kognitif, dan humanistik.


B. Pembahasan
Untuk mengetahui teori teori ini hendaknya kita mengupasnya satu persatu.
  1. Teori teori Belajar Humanistik
Prosedur prosedur pengembangan tingkah laku :
  1. Shaping
Yaitu proses yang dimulai dengan penetapan tujuan dan diadakan analisis, langkah langkah kegiatan murid, dan reinfoecement terhadap respons yang diinginkan.[1]
Prosedur ini sangat dibutuhkan ketelitian dalam mengambil cara. Manusia akan mendapatkan dari apa yang ia analisa. Bagaimanakah cara guru untuk membawa murid untuk belajar dan mematuhi terhadap apa yang diberikan guru, bukan hanya pemberian pelajaran saja. Cara cara ini berhubungan dengan perilaku perilaku yang ditimbulkan oleh murid. Antara lain yang akan dikemukakan oleh Fraznier.
Fraznier mengemukakan langkah langkah perbaikan tingkah laku terhadap murid, antara lain:
-          Datang di kelas pada waktunya
-          Berpartisipasi dalam belajar dan merespons guru
-          Menunjukan hasil hasil tes dengan baik
-          Mengerjakan pekerjaan rumah
-          Penyempurnaan
Anak didik akan menjalankan prosedur prosedur ini apabila guru memberikan pelajaran yang dianggap cocok bagi murid. Untuk lebih rincinya akan diterangkan sebagai berikut:
-          Datang di kelas pada waktunya.
Dalam masalah ini seorang guru harus berinteraksi dengan wali murid. Dengan memberikan pengarahan pengarahan khusus dalam menjalankan disiplin sekolah.  Yaitu dengan memberikan perhatian khusus kepada siswa yang banyak melanggar, mungkin perhatian orang tua kurang dalam pendidikan siswa di rumah.
-          Berpartisipasi dalam belajar dan merespon guru.
 Ini diketahui dengan cara pembelajaran guru dalam kelas, jika caranya bisa membawa untuk belajar, maka akan terjadi partisipasi siswa dalam belajar, dan guru akan selalu direspon oleh siswa.
-          Menunjukan hasil tes dengan baik.
Faktor ini akan diraih oleh siswa bilamana belajar baik secara kondusif. Tes yang baik akan mendorong guru dan siswa untuk berusaha semaksimal mungkin untuk mencapai hasil yang memuaskan. Maka, akan memudahkan untuk mengembangkan potensi  anak didik dan guru.
-          Mengerjakan pekerjaan rumah.
Ini merupakn bagian dari pendidikan orang tua, yang mana mengontrol, memperhatikan anaknya sebagai wujud pendidikan rumah.
-          Penyempurnaan
Penyempurnaan ini akan tercapai  dan memenuhi  apa yang telah dilakukan, dari disiplin masuk kelas, mengerjakan pekerjaan rumah, menunjukan hasil tes yang baik. Maka guru hanya menyempurnakannya yang dianggap kurang. Dan murid akan menunjukan sesuatu yang ingin dicapai.

  1. Modelling
Adalah suatu bentuk belajar yang tidak dapat disamakan dengan classical conditioning maupun operant conditioning. Manusia selalu banyak mempelajari dari tingkah laku orang lain.
Claritio memberi contoh bagus tentang bagaimana guru memberikan modeling untuk mengembangkan minat  murid murid terhadap literatur bahasa Inggris. Ia memberi contoh membaca buku bahasa Inggris kadang kadang tertawa terbahak bahak, tersenyum, mengerutkan dahi, dan sebagainya, untuk membangkitkan minat anak terhadap buku itu.[2]
Siswa akan melihat apa yang ada di depannya. Ia selalu ingin tau apa yang sedang terjadi. Contohnya, Anak SD kelas satu akan melihat guruya yang di depannya, ia ingin merasakan bagaimana yang dirasakan gurunya. Jika tidak diarahkan benar benar, maka ia kemungkinan besar akan menjadi guru dalam masa depannya.

Prosedur Prosedur Perbaikan Tingkah Laku
1.      Memperkuat tingkah laku bersaing.
2.      Ekstingsi
3.      Satiasi
4.      Perumahan Lingkungan simulus
5.      Hukuman
Keterangan:
1.      Memperkuat tingkah laku bersaing
Demi menjauhi sesuatu yang tidak diinginkan, guru mampu membuat antara anak bersaing dalam segala hal. Seni, akademik, kursus dan lain lain. Dengan adanya persaingan yang ketat, guru akan mencetak anak didik yang berprodukif dalam waktu yang singkat dan pekerjaan yang banyak.
2.      Ekstingsi
Yaitu membuat ataupun meniadakan peristiwa peristiwa penguat tingkah laku. Di dalam metode ini guru harus sangat hati hati mengerjakan sesuatu di depan siswa. Tidak mengabaikan sesuatu yang dianggap merugikan kepada siswa. Setiap melihat siswa salah dalam bergerak, guru langsung mengoreksinya dengan segera.
3.      Satiasi
Yaitu suatu prosedur menyuruh seseorang melakukan perbuatan berulang ulang sehingga ia menjadi lelah. Contohnya bapak menyuruh anaknya untuk mandi terus menerus sebagai hukuman bagi anak yang senang mandi mandian di sungai.
4.      Perumahan Lingkungan Stimulus
Yaitu beberapa tingkah laku yang dapat dikendalikan dengan merubah kondisi stimulus yang mempengaruhi tingkah laku. Contohnya seorang guru memberikan tugas di luar kemampuan siswa, dengan menggantinya yang lebih mudah.
5.      Hukuman
Tujuan pemberian hukuman  yaitu supaya murid yang diberikan hukuman mengetahui kesalahannya dan mengoreksinya dengan segera.
      Ada dua bentuk hukuman:
a.       Pemberian stimulus derita, misalnya bentakan, cemoohan, ataupun ancaman.
b.      Pembatalan perlakuan positif, misalnya mengambil kembali suatu mainan atau mencegah anak untuk bermain main bersama teman temannya

  1. Teori Teori Belajar Kognitif

Ahli  psikologi belum puas dengan teori belajar behavioristik (stimulus-response-reinforcement). Mereka berpendapat bahwa tingkah laku seseorang selalu didasarkan dengan kognisi, yaitu suatu perbuatan mengetahui atau perbuatan pikiran terhadap situasi, dimana tingkah laku itu terjadi. Tiga tokoh penting pengembang teori psikologi kognitif yaitu:
  1. Piaget, yang mengemukakan tentang perkembangan kognitif anak sesuai dengan perkembangan usia. (gognitive developmental perpective)
  2. Bruner, yang mengembangkan psikologi kognitive dengan menemukan model belajar discovery.
  3. Ausubel, yang berpendapat jika pengetahuan disusun dan disajikan dengan baik, siswa akan dapat belajar dengan efektif melalui buku texs dan metode metode ceramah. [3]
Ketiga tokoh tersebut mempunyai pendapat sendiri sendiri.
  1. Piaget
Perkembangan kognitif tergantung kepada perkembangan usia. Setiap pendidik harus mengetahui perkembangan siswa dengan saksama. Pendidik harus bisa memilih pendidikan ataupun pelajaran yang harus ditempuh siswa. Anak Taman Kanak Kanak tidak boleh diberikan pelajaran yang bersifat pengeluaran tenaga fikir. Karena tidak akan tejadi korelasi antara fikiran mereka, keseimbangan otak, dan ketidakperluan pembelajaran, seperti x dan y, yang diajarkan di SMU. Tahapan fikiran mereka masih abstrak, harus dengan alat peraga yang cocok, dengan simpoa, dan lain lain.
Studi Piaget mengisyaratkan agar guru meneliti bahasa siswa dengan saksama untuk memahami kualitas berpikir anak di dalam kelas. Deskripsi Piaget tentang hubungan antara tingkat perkembangan konseptual anak dengan bahan pelajaran yang komplek menunjukan bahwa guru harus memperhatikan apa yang harus diajarkan dan bagaimana mengajarkannya. Situasi belajar yang ideal adalah keserasian antara bahana pengajaran yang kompleks dengan tingkat perkembangan kognitif anak, dan menentukan jenis kemampuan yang dibutuhkan oleh anak untuk memahami bahan pelajaran itu.[4]
Biasanya teori belajar anak sangat berbeda dengan apa yang guru pakai. Biasanya guru memberikan cara yang berbeda dengan apa yang ia sukai. Siswa akan merasa tidak cocok dan akan menghambat perkembangan otak siswa. Ia mendahulukan egosentrisnya dengan menuju ke sosiosentris. Maka bagi seorang guru harus memberikan trasmisi, dan dorongan bagi siswa agar meningkatkan jumlah kematangan dalam menuju kecerdasan. Kematangan bukan sekedar memberikan banyak pengetahuan, tetapi bagaimana siswa itu dapat memproduksikan hal hal yang baru, dari yang lama.
Gagne memberikan suatu alternatif pemecahan masalah kematangan untuk belajar bagi anak. Ia menunjukan  perbedaan  antara kematangan perkembangan dengan keterampilan intelektual yang dipelajari dengan sungguh sungguh. Kalau anak tak dapat menyelesaikan suatu tegas, mungkin anak itu tidak memiliki keterampilan suatu subordinat yang berhubungan dengan tugas itu, dan sebagai prerequisitnya. Guru tak perlu menunggu perkembangan anak, tetapi dengan mengikuti prosedur instruksional, anak dapat mencapai tujuan penganjaran tersebut.
  1. Piaget
Kenaikan dari potensi intelektual menimbulkan harapan murid untuk sukses. Discovery akan membantu murid dengan mudah, karena murid mencari jalan keluar setiap masalah dengan sendirinya, jadi ia lebih puas dengan apa yang ia dapat. Discovery learning yaitu usaha untuk memperoleh pengertian dan pemahaman lebih dalam.
Langkah langkah discovery menurut Taba, yaitu:
    1. Siswa dihadapkan pada problem problem yang menimbulkan suatu perasaan gagal di dalam dirinya. Ini memulai proses inquiry.
    2. Siswa mulai menyelidiki problem itu dengan sendirinya.
    3. Siswa berusaha memecahkan problem itu dengan menggunakan pengetahuannya, melihat fenomena fenomena, menghubungkan pengetahuan sebelumnya.
    4. Siswa menunjukan pengertian dari generalisasi.
    5. Siswa menyatakan konsepnya atau prinsip prinsip dimana generalisasi itu didasarkan.[5]
Ternyata proses ini banyak melibatkan siswa dengan guru, yang mana guru selalu bertanya dan ditanya, karena banyaknya pertanyaan guru akan selalu mencari. Maka secara tidak langsung guru dan siswa akan bertambah pengetahuannya.
Siswa mendapatkan cara belajar setiap pelajaran dengan cara sendirinya. Dengan beberapa mendapatkan kesalahan yang banyak siswa akan mencari jalan keluar dan mandiri. Tidak menggantungkan dengan orang lain.
      3. Ausubel (Expository Teaching)
     










[1] Ahmadi, Abu, Psikologi Belajar, Jakarta, Bineka Cipta, 2004, hal. 218.

[2] Ahmadi, Abu, Psikologi Belajar, Jakarta, Bineka Cipta, 2004, hal.219
[3] Ahmadi, Abu, Psikologi Belajar, Jakarta, Bineka Cipta, 2004, hal.221, 227.
[4] Ahmadi, Abu, Psikologi Belajar, Jakarta, Bineka Cipta, 2004, hal. 228
[5] Ahmadi, Abu, Psikologi Belajar, Jakarta, Bineka Cipta, 2004, hal.231

No comments:

Post a Comment