TEORI PSIKOLOGI BELAJAR
A. Pendahuluan
Di dalam mencerdaskan anak
bangsa, pendidikan harus senantiasa ditingkatkan sesuai dengan zaman. Setiap
lembaga pendidikan mempunyai cara cara dan metode metode dalam pengembangannya
tersebut, karena kurikulum masa kini berubah drastis dengan kurikulum
sebelumnya. Yang mana pada tahun 1974, pendidikan diforsirkan kepada banyaknya
mata pelajaran, anak dianggap cerdas dan pandai jika dapat menerima semua
pelajaran dengan baik. Berbeda dengan akhir akhir tahun ini, pemerintah hanya
memberikan pelajarannya dan guru mengembangkannya dengan sendirinya sampai
tidak bisa menentukan kurikulum yang standar dengan nasional.
Pendidikan harus dijalankan
dengan metode metode tertentu, salah satunya adalah peningkatan teori teori
belajar yang kondusif. Maka kita
tentunya perlu mengetahui teori teori belajar behavioristik, kognitif, dan
humanistik.
B. Pembahasan
Untuk mengetahui teori teori ini hendaknya kita
mengupasnya satu persatu.
- Teori teori Belajar Humanistik
Prosedur prosedur pengembangan tingkah laku :
- Shaping
Yaitu proses yang dimulai dengan penetapan tujuan dan diadakan analisis,
langkah langkah kegiatan murid, dan reinfoecement terhadap respons yang
diinginkan.[1]
Prosedur ini sangat dibutuhkan
ketelitian dalam mengambil cara. Manusia akan mendapatkan dari apa yang ia
analisa. Bagaimanakah cara guru untuk membawa murid untuk belajar dan mematuhi
terhadap apa yang diberikan guru, bukan hanya pemberian pelajaran saja. Cara
cara ini berhubungan dengan perilaku perilaku yang ditimbulkan oleh murid.
Antara lain yang akan dikemukakan oleh Fraznier.
Fraznier mengemukakan langkah
langkah perbaikan tingkah laku terhadap murid, antara lain:
-
Datang
di kelas pada waktunya
-
Berpartisipasi
dalam belajar dan merespons guru
-
Menunjukan
hasil hasil tes dengan baik
-
Mengerjakan
pekerjaan rumah
-
Penyempurnaan
Anak didik akan menjalankan
prosedur prosedur ini apabila guru memberikan pelajaran yang dianggap cocok
bagi murid. Untuk lebih rincinya akan diterangkan sebagai berikut:
-
Datang
di kelas pada waktunya.
Dalam masalah ini seorang guru
harus berinteraksi dengan wali murid. Dengan memberikan pengarahan pengarahan
khusus dalam menjalankan disiplin sekolah. Yaitu dengan memberikan perhatian khusus
kepada siswa yang banyak melanggar, mungkin perhatian orang tua kurang dalam
pendidikan siswa di rumah.
-
Berpartisipasi
dalam belajar dan merespon guru.
Ini diketahui dengan cara pembelajaran guru
dalam kelas, jika caranya bisa membawa untuk belajar, maka akan terjadi
partisipasi siswa dalam belajar, dan guru akan selalu direspon oleh siswa.
-
Menunjukan
hasil tes dengan baik.
Faktor ini akan diraih oleh
siswa bilamana belajar baik secara kondusif. Tes yang baik akan mendorong guru
dan siswa untuk berusaha semaksimal mungkin untuk mencapai hasil yang
memuaskan. Maka, akan memudahkan untuk mengembangkan potensi anak didik dan guru.
-
Mengerjakan
pekerjaan rumah.
Ini merupakn bagian dari
pendidikan orang tua, yang mana mengontrol, memperhatikan anaknya sebagai wujud
pendidikan rumah.
-
Penyempurnaan
Penyempurnaan ini akan
tercapai dan memenuhi apa yang telah dilakukan, dari disiplin masuk
kelas, mengerjakan pekerjaan rumah, menunjukan hasil tes yang baik. Maka guru
hanya menyempurnakannya yang dianggap kurang. Dan murid akan menunjukan sesuatu
yang ingin dicapai.
- Modelling
Adalah suatu bentuk belajar
yang tidak dapat disamakan dengan classical conditioning maupun operant conditioning.
Manusia selalu banyak mempelajari dari tingkah laku orang lain.
Claritio memberi contoh bagus tentang bagaimana guru memberikan modeling
untuk mengembangkan minat murid murid
terhadap literatur bahasa Inggris. Ia memberi contoh membaca buku bahasa
Inggris kadang kadang tertawa terbahak bahak, tersenyum, mengerutkan dahi, dan
sebagainya, untuk membangkitkan minat anak terhadap buku itu.[2]
Siswa akan melihat apa yang
ada di depannya. Ia selalu ingin tau apa yang sedang terjadi. Contohnya, Anak
SD kelas satu akan melihat guruya yang di depannya, ia ingin merasakan
bagaimana yang dirasakan gurunya. Jika tidak diarahkan benar benar, maka ia
kemungkinan besar akan menjadi guru dalam masa depannya.
Prosedur Prosedur Perbaikan Tingkah Laku
1.
Memperkuat tingkah laku bersaing.
2.
Ekstingsi
3.
Satiasi
4.
Perumahan Lingkungan simulus
5.
Hukuman
Keterangan:
1.
Memperkuat tingkah laku bersaing
Demi menjauhi sesuatu yang
tidak diinginkan, guru mampu membuat antara anak bersaing dalam segala hal.
Seni, akademik, kursus dan lain lain. Dengan adanya persaingan yang ketat, guru
akan mencetak anak didik yang berprodukif dalam waktu yang singkat dan
pekerjaan yang banyak.
2. Ekstingsi
Yaitu membuat ataupun
meniadakan peristiwa peristiwa penguat tingkah laku. Di dalam metode ini guru
harus sangat hati hati mengerjakan sesuatu di depan siswa. Tidak mengabaikan
sesuatu yang dianggap merugikan kepada siswa. Setiap melihat siswa salah dalam
bergerak, guru langsung mengoreksinya dengan segera.
3. Satiasi
Yaitu suatu prosedur menyuruh
seseorang melakukan perbuatan berulang ulang sehingga ia menjadi lelah.
Contohnya bapak menyuruh anaknya untuk mandi terus menerus sebagai hukuman bagi
anak yang senang mandi mandian di sungai.
4. Perumahan Lingkungan Stimulus
Yaitu beberapa tingkah laku
yang dapat dikendalikan dengan merubah kondisi stimulus yang mempengaruhi
tingkah laku. Contohnya seorang guru memberikan tugas di luar kemampuan siswa,
dengan menggantinya yang lebih mudah.
5. Hukuman
Tujuan pemberian hukuman yaitu supaya murid yang diberikan hukuman
mengetahui kesalahannya dan mengoreksinya dengan segera.
Ada dua bentuk hukuman:
a. Pemberian stimulus derita, misalnya
bentakan, cemoohan, ataupun ancaman.
b. Pembatalan perlakuan positif, misalnya
mengambil kembali suatu mainan atau mencegah anak untuk bermain main bersama
teman temannya
- Teori Teori Belajar Kognitif
Ahli psikologi belum puas dengan teori belajar
behavioristik (stimulus-response-reinforcement). Mereka berpendapat bahwa
tingkah laku seseorang selalu didasarkan dengan kognisi, yaitu suatu perbuatan
mengetahui atau perbuatan pikiran terhadap situasi, dimana tingkah laku itu
terjadi. Tiga tokoh penting pengembang teori psikologi kognitif yaitu:
- Piaget, yang mengemukakan tentang perkembangan kognitif anak sesuai dengan perkembangan usia. (gognitive developmental perpective)
- Bruner, yang mengembangkan psikologi kognitive dengan menemukan model belajar discovery.
- Ausubel, yang berpendapat jika pengetahuan disusun dan disajikan dengan baik, siswa akan dapat belajar dengan efektif melalui buku texs dan metode metode ceramah. [3]
Ketiga tokoh tersebut
mempunyai pendapat sendiri sendiri.
- Piaget
Perkembangan kognitif tergantung
kepada perkembangan usia. Setiap pendidik harus mengetahui perkembangan siswa
dengan saksama. Pendidik harus bisa memilih pendidikan ataupun pelajaran yang
harus ditempuh siswa. Anak Taman Kanak Kanak tidak boleh diberikan pelajaran
yang bersifat pengeluaran tenaga fikir. Karena tidak akan tejadi korelasi
antara fikiran mereka, keseimbangan otak, dan ketidakperluan pembelajaran,
seperti x dan y, yang diajarkan di SMU. Tahapan fikiran mereka masih
abstrak, harus dengan alat peraga yang cocok, dengan simpoa, dan lain lain.
Studi Piaget mengisyaratkan
agar guru meneliti bahasa siswa dengan saksama untuk memahami kualitas berpikir
anak di dalam kelas. Deskripsi Piaget tentang hubungan antara tingkat
perkembangan konseptual anak dengan bahan pelajaran yang komplek menunjukan
bahwa guru harus memperhatikan apa yang harus diajarkan dan bagaimana
mengajarkannya. Situasi belajar yang ideal adalah keserasian antara bahana
pengajaran yang kompleks dengan tingkat perkembangan kognitif anak, dan
menentukan jenis kemampuan yang dibutuhkan oleh anak untuk memahami bahan
pelajaran itu.[4]
Biasanya teori belajar anak
sangat berbeda dengan apa yang guru pakai. Biasanya guru memberikan cara yang
berbeda dengan apa yang ia sukai. Siswa akan merasa tidak cocok dan akan menghambat
perkembangan otak siswa. Ia mendahulukan egosentrisnya dengan menuju ke
sosiosentris. Maka bagi seorang guru harus memberikan trasmisi, dan dorongan
bagi siswa agar meningkatkan jumlah kematangan dalam menuju kecerdasan.
Kematangan bukan sekedar memberikan banyak pengetahuan, tetapi bagaimana siswa
itu dapat memproduksikan hal hal yang baru, dari yang lama.
Gagne memberikan suatu
alternatif pemecahan masalah kematangan untuk belajar bagi anak. Ia
menunjukan perbedaan antara kematangan perkembangan dengan
keterampilan intelektual yang dipelajari dengan sungguh sungguh. Kalau anak tak
dapat menyelesaikan suatu tegas, mungkin anak itu tidak memiliki keterampilan
suatu subordinat yang berhubungan dengan tugas itu, dan sebagai prerequisitnya.
Guru tak perlu menunggu perkembangan anak, tetapi dengan mengikuti prosedur
instruksional, anak dapat mencapai tujuan penganjaran tersebut.
- Piaget
Kenaikan dari potensi
intelektual menimbulkan harapan murid untuk sukses. Discovery akan membantu
murid dengan mudah, karena murid mencari jalan keluar setiap masalah dengan
sendirinya, jadi ia lebih puas dengan apa yang ia dapat. Discovery learning
yaitu usaha untuk memperoleh pengertian dan pemahaman lebih dalam.
Langkah langkah discovery
menurut Taba, yaitu:
- Siswa dihadapkan pada problem problem yang menimbulkan suatu perasaan gagal di dalam dirinya. Ini memulai proses inquiry.
- Siswa mulai menyelidiki problem itu dengan sendirinya.
- Siswa berusaha memecahkan problem itu dengan menggunakan pengetahuannya, melihat fenomena fenomena, menghubungkan pengetahuan sebelumnya.
- Siswa menunjukan pengertian dari generalisasi.
- Siswa menyatakan konsepnya atau prinsip prinsip dimana generalisasi itu didasarkan.[5]
Ternyata proses ini banyak
melibatkan siswa dengan guru, yang mana guru selalu bertanya dan ditanya,
karena banyaknya pertanyaan guru akan selalu mencari. Maka secara tidak
langsung guru dan siswa akan bertambah pengetahuannya.
Siswa mendapatkan cara belajar
setiap pelajaran dengan cara sendirinya. Dengan beberapa mendapatkan kesalahan
yang banyak siswa akan mencari jalan keluar dan mandiri. Tidak menggantungkan
dengan orang lain.
3. Ausubel (Expository Teaching)
[1] Ahmadi, Abu, Psikologi Belajar, Jakarta,
Bineka Cipta, 2004, hal. 218.
[2] Ahmadi, Abu, Psikologi Belajar, Jakarta,
Bineka Cipta, 2004, hal.219
[3] Ahmadi, Abu, Psikologi Belajar,
Jakarta, Bineka Cipta, 2004, hal.221, 227.
[4] Ahmadi, Abu, Psikologi Belajar,
Jakarta, Bineka Cipta, 2004, hal. 228
[5] Ahmadi, Abu, Psikologi Belajar,
Jakarta, Bineka Cipta, 2004, hal.231
No comments:
Post a Comment