Wednesday, 1 March 2017

KEGUNAAN METODOLOGI PEMAHAMAN ISLAM



KEGUNAAN METODOLOGI PEMAHAMAN ISLAM
Pendahuluan
Sejak kedatangan Islam pada abad ke-13, hingga saat ini, fenomena pemahaman Islam umat indonesia masih bersifat variatif, mungkin juga pemahaman Islam di negara-negara lain. Kita tidak tahu persis, apakah ini merupakan sesuatu yang alami yang harus diterima dan diambil hikmahnya atau diperlukan adanya standarisasi pemahan agar tidak melenceng dari ajaran yang terkandung dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah serta sejalan dengan kaidah-kaidah yang dapat dipertanggung jawabkan.
Kita dapat melihat orang yang pengetahunan keIslamannya cukup luas dan mendalam, tetapi pemahamannya tidak terkonsep dan terorganisasi, yang biasanya ilmu ini dipeoleh dari belajar secara otodidak. Maka orang tersebut tidak dapat melihat hubungan yang terdapat  di berbagai pengetahuan Islam yang dipelajarinya tersebut, dan karenanya juga dia tidak dapat menerapkannya jika ditugaskan untuk mengajar di sebuah perguruan tinggi. Yang dimana dalam literatur perguruan tinggi membutuhkan keteraturan dalam menggunakan kurikulum dan silabus.

Selanjutnya kita melihat sekelompok orang yang pemahamannya sangat luas dalam alah satu ilmu keIslaman tertentu, tetapi kurang atau menganggap remeh  dalam ilmu keIslaman yang lain. Maka cara pandang orang tersebut akan selalu menggunakan pertimbangan ilmu yang telah dikuasainya. Misalkan orang yang ahli fiqh, tetapi lemah di ilmu yang lain, maka akan selalu memandang setiap hal sesuai kacamata ilmu fiqh.
Dari contoh tersebut, kita bisa menggambarkan bahwa pemahaman Islam masih bersifat pasrsial atau belum utuh. Meskipun telah kita telah menjumpai pemahaman Islam yang utuh, seperti; pemahaman yang dikemukakan oleh Muhammad Abduh, Muhammad Iqbal, dan Fazlurrahman,  tapi itu semua belum tersosialisasikan kemasyarakat kita ini. Oleh karena itu dibutuhkan sebuah cara atau tuntunan dalam memahami Islam salah satunya adalah metodologi. Yang dimana Ali Mukti mengatakan bahwa metodologi adalah masalah yang sangat penting dalam sejarah pertumbuhan ilmu.[1]
Dalam kenyataan sekarang ini, kita bisa melihat negara eropa yang pernah mengalami masa bodoh, dan akhirnya sekarang bisa menjadi negara yang sangat maju. Menurut Ali Syariat, ini semua dikarenakan mereka terpengaruh metode pemikiran Aristoteles.[2] Oleh karena itu, metode pemikiran memiliki peranan sangat penting dalam kemajuan dan kemunduran. Demikian pentingnya metode ini, Ali Mukti mengatakan bahwa yang menentukan dan membawa stagnasi dan masa kebodohan dan kemajuan bukanlah karena ada atau tidak adanya orang yang jenius, melainkan karena metode penelitian dan cara melihat sesuatu.[3]
Maka dapat sedikit kita sadari bahwa kemampuan dalam menguasai materi keilmuan tertentu perlu dibarengi dengan kemampuan di bidang metodologi, sehingga pengetahuan yang dimilik dapat dikembangkan.
Pembahasan
Studi Islam
Studi Islam secara etimologis merupakan terjemahan dari Bahasa Arab Dirasah Islamiyah. Sedangkan Studi Islam di barat dikenal dengan istilah Islamic Studies. Maka studi Islam secara harfiah adalah kajian mengenai hal-hal yang berkaitan dengan Islam. Makna ini sangat umum sehingga perlu ada spesifikasi pengertian terminologis tentang studi Islam dalam kajian yang sistematis dan terpadu. Dengan perkataan lain, Studi Islam adalah usaha sadar dan sistematis untuk mengetahui dan memhami serta membahas secara mendalam tentang seluk-beluk atau hal-hal yang berhubungan dengan agama Islam, baik berhubungan dengan ajaran, sejarah maupun praktik-praktik pelaksanaannya secara nyata dalam kehidupan sehari-hari, sepanjang sejarahnya.
Agama sebagai obyek studi minimal dapat dilihat dari segi sisi:
1.      Sebagai doktrin dari Tuhan yang sebenarnya bagi para pemeluknya sudah final dalam arti absolute, dan diterima apa adanya.
2.      Sebagai gejala budaya, yang berarti seluruh yang menjadi kreasi manusia dalam kaitannya dengan agama, termasuk pemahaman orang terhadap doktrin agamanya.
3.      Sebagai interaksi social, yaitu realitas umat Islam.
Bila Islam dilihat dari tiga sisi, maka ruang lingkup studi Islam dapat dibatasi pada tiga sisi tersebut. Oleh karena sisi doktrin merupakan suatu keyakinan atas kebenaran teks wahyu, maka hal ini tidak memerlukan penelitian didalamnya.
Dalam kalangan ahli masih terdapat perdebatan di sekitar permasalahan apakah studi Islam termasuk ilmu pengetahuan?. Ini dikarenakan para agamawan kesulitan dalam membedakan antara yang normatif dan historis. Dalam halnya normativitas, Islam merupakan agama tentang urusan akidah dan mu’amalah, jadi teks-teks dan naskah-naskah kurang di tonjolkan yang tidak dapat diberlakukan padanya disiplin ilmu. Jika di pandang dari historis, maka Islam cocok sebagai ilmu pengetahuan karena merupakan praktik dari Islam yang berkembang dalam sejarah kehidupan manusia.[4]
Selanjutnya studi Islam yang di atas berbeda pula dengan sains Islam. Sains Islam merupakan sains yang dikembangkan oleh kaum muslimin sejak abad kedua hingga kesembilan, yang merupakan garda terdepan dalam berbagai kegiatan, mulai dari kedokteran sampai astronomi.[5]
Dari ketiga kategori ilmu keIslaman tersebut, maka muncullah Madrasah diniyah, yang didalamnya mempelajari studi Islam meliputi, Tafsir, Hadits, Filsafat, Hukum Islam, dan lain-lain. Kemudian muncul universitas Islam yang mempelajari ilmu Islam modern yang disebut sains.
Kedudukan Studi Islam
Seiring berkembangnya zaman, mempelajari metodologi studi islam diharapkan dapat mengarahkan kita untuk untuk mengadakan usaha-usaha pembaharuan dalam pemikiran aiaran-ajaran islam yang merupakan warisan doktriner yang dianggap sudah mapan dan sudah mandek serta ketinggalan zaman tersebut, agar mampu beradaptasi serta menjawab tantangan serta tuntutan zaman dan modernisasi dunia dengan tetap berpegang terhadap sunber agama islam yang asli, yaitu al-qur’an dan as-sunnah. Mempelejari metodologi studi islam juga diharapkan mampu memberikan pedoman dan pegangan hidup bagi umat islam agar tetap menjadi muslim yang sejati yang mampu menjawab tantangan serta tuntutan zaman modern maupun era-globalisasi sekarang ini.[6]
Maka dari itu kedudukan studi islam sangatlah penting peranannya dari semua disiplin ilmu lain yang menyangkut tentang aspek islam, karena studi islam merupakan disiplin ilmu yang menerangkan dasar seseorang dalam beragama. Oleh karenanya diharapkan mata kuliah ini harus ada dalam setiap studi ilmu khususnya di Indonesia.
Dengan mempelajari studi islam, Mahasiswa diharapkan mempunyai pegangan hidup yang pada akhirnya dapat menjadi muslim sejati.
Metode Memahami Islam
Menurut bahasa (etimologi), metode berasal dari bahasa Yunani, yaitu meta (sepanjang), hodos (jalan). Jadi, metode adalah suatu ilmu tentang cara atau lanhkah-langkah yang di tempuh dalam suatu disiplin tertentu untuk mencapai tujuan tertentu. Metode berarti ilmu cara menyampaikan sesuatu kepada orang lain. Metode juga disebut pengajaran atau penelitian.
Menurut istilah (terminologi), metode adalah ajaran yang memberi uraian, penjelasan, dan penentuan nilai. Metode biasa digunakan dalam penyelidikan keilmuan. Hugo F. Reading mengatakan bahwa metode adalah kelogisan penelitan ilmiah, sistem tentang prosedur dan teknik riset.
Ketika metode digabungkan dengan kata logos maknanya berubah. Logos berarti “studi tentang” atau “teori tentang”. Oleh karena itu, metodologi tidak lagi sekedar kumpulan cara yang sudah diterima(well received) tetapi berupa berupa kajian tentang metode. Dalam metodologi dibicarakan kajian tentang cara kerja ilmu pengetahuan. Pendek kata, bila dalam metode tidak ada perbedaan, refleksi dan kajian atas cara kerja ilmu pengetahuan, sebaliknya dalam metodologi terbuka luas untuk mengkaji, mendebat, dan merefleksi cara kerja suatu ilmu. Maka dari itu, metodologi menjadi menjadi bagian dari sistematika filsafat, sedangkan metode tidak.[7]
Pada bagian ini penulis menelusuri metode yang di tulis oleh Ali Syari’ati, dalam bukunya Tentang sosiologi Islam. Yang dimana dia menggunakan metode perbandingan (konsparasi).
Ali Syari’ati membagi cara memahami Islam sebagai berikut.
1.      Mengenal Allah dan membandingkannya dengan sesmbahan lain.
2.      Membandingkan kitab Al-Qur’an dengan kitab-kitab samawi lainnya.
3.      Mempelajari kepribadian Rasul Islam dengan tokoh-tokoh besar pembaharuan yang yang pernah hidup dalam sejarah.
Sedangkan Nasrudin Razak, mengajukan empat cara dalam metode memahami Islam
1.      Islam harus dipelajari dari sumbernya yang asli, yaitu Al-Qur’an dan As-Sunnah Rasululah.
2.      Islam harus dipelajari secara integral, tidak parsial. Yaitu dipelajari secara menyeluruh sebagai kesatuan yang bulat tidak secara sebagian saja.
3.      Islam perlu dipelajari dari perpustakaan yang ditulis oleh ulama besar, kaum zu’ama. Karena pada umumnya mereka memiliki pemahaman Islam yang baik.
4.      Islam hendaknya dipelajari secara normatif dahulu, kemudian dihubungkan dengan kenyataan historis, empiris dan sosiologis yang ada di masyarakat.[8]
Memahami Islam dengan empat cara ini sangat dibutuhkan di masyarakat, karena para kaum orientalis mendekati Islam dengan metode ilmiah, jadi penelitian mereka lebih menarik, walaupun mereka tidak mengerti secara utuh.
Sedangkan menurut Ali Anwar Yusuf dalam bukunya Studi Agama Islam, terdapat tiga metode dalam memahami agama Islam , yaitu:
1. Metode Filosofis
Filsafat adalah suatu cabang ilmu pengetahuan yang membahas segala sesuatu dengan tujuan untuk memperoleh pengetahuan sedalam-dalamnya sejauh jangkauan kemampuan akal manusia, kemudian berusaha untuk sampai kepada kesimpulan-kesimpulan yang universal dengan meneliti akar permasalahannya. Memahami Islam melalui pendekatan filosofis ini, seseorang tidak akan terjebak pada pengalaman agama yang bersifat formalistik, yakni mengamalkan agama dengan tidak memiliki makna apa-apa atau kosong tanpa arti. Namun bukan pula menafikan atau menyepelekan bentuk ibadah formal, tetapi ketika dia melaksanakan ibadah formal disertai dengan penjiwaan dan penghayatan terhadap maksud dan tujuan melaksanakan ibadah tersebut.
2. Metode Historis
Metode historis ini sangat diperlukan untuk memahami Islam, karena Islam itu sendiri turun dalam situasi yang konkret bahkan sangat berhubungan dengan kondisi sosial kemasyarakatan. Melalui metode sejarah, seseorang diajak untuk memasuki keadaan yang sebenarnya dan hubungannya dengan terjadinya suatu peristiwa.
3. Metode Teologi
Metode teologi dalam memahami Islam dapat diartikan sebagai upaya memahami Islam dengan menggunakan kerangka ilmu ketuhanan yang bertolak dari satu keyakinan. Bentuk metode ini selanjutnya berkaitan dengan pendekatan normatif, yaitu suatu pendekatan yang memandang Islam dari segi ajarannya yang pokok dan asli dari Allah yang di dalamnya belum terdapat penalaran pemikiran manusia.
Berkenaan dalam hal ini, Mukti Ali juga mengajukan dua cara untuk memahahi Islam, yaitu;
1.      Metode Sintesis, yaitu melihat Islam sebagai agama dengan cara metode doktriner (ilmiah-cum doktrin) dan untuk melihat Islam sebagai sebuah disiplin ilmu dapat digunakan metode ilmiah (scientific-cum suigeneris).
2.      Metode Tipologi, yaitu dengan cara mengklasifikasi tema dan topik sesuai tipenya, lalu dibandingkan dengan topik dan tema yang mempunyai tipe yang sama.[9]
Dari urian di atas maka kita dapat menyimpulkan, bahwa metode yang dapat digunakan untuk memahami Islam secara garis besar ada dua;
Pertama, metode komparasi, yaitu suatu cara memahami agama dengan membandingkan seluruh aspek yang ada dalam Islam tersebut dengan agama lain, dengan demikian akan menghasilkan pemahaman yang utuh dan obyektif.
Kedua, metode sistesis, yaitu suatu cara memahami Islam yang memadukan antara metode ilmiah dengan segala cirinya yang rasional, obyektif, kritis, dan seterusnya dengan metode teologi normatif.

Penutup
Studi Islam diarahkan pada kajian keislaman yang mengarah pada Islam yang bermuara pada ketundukan atau berserah diri, Islam dapat dimaknai yang mengarah pada keselamatan dunia dan akhirat, yang akhirnya Islam bermuara pada kedamaian.
Adapun arah dan tujuan metode studi Islam adalah, untuk mempelajari secara mendalam tentang apa sebenarnya (hakikat) agama Islam itu, dan bagaimana posisi serta hubungannya dengan agama-agama lain dalam kehidupan budaya manusia, untuk mempelajari secara mendalam pokok-pokok isi ajaran agama Islam yang asli, dan bagaimana penjabaran serta operasionalisasinya dalam pertumbuhan dan perkembangan budaya dan peradaban Islam sepanjang sejarahnya, untuk mempelajari secara mendalam sumber dasar ajaran agama Islam yang tetap abadi dan dinamis.
Selanjutnya dengan tujuan-tujuan tersebut diharapkan agar studi Islam akan bermanfaat bagi peningkatan usaha pembaruan dan pengembangan kurikulum pendidikan Islam pada umumnya, dalam usaha transformasi kehidupan sosial buday sert agama umt Islam sekarang ini, menuju kehidupan sosial-budaya modern pada generasi-generasi mendatang, sehingga misi Islam sebagai rahmah lil ‘alamin dapat terwujud dalam kehidupan nyata di dunia global.

Referensi
Ali, Mukti, Metodologi Ilmu Agama Islam, Yogyakarta, Tiara wacana, 1990.
Fanani, Muhayar, Metode Studi Islam, aplikasi sosiologi pengetahuan sebagai cara pandang, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2008.
Muhaimin, et.al.Kawasan dan Wawasan Studi iSlam,Jakarta: Kencana, 2005
Nata, Abudin, Pemikiran Para Tokoh Pendidikan Islam, Jakarta, PT. Grafindo Persada, 2000.



[1] A. Mukti Ali, Metodologi Ilmu Agama Islam, Yogyakarta, Tiara wacana, 1990, hal 44
[2] Abudin Nata, Pemikiran Para Tokoh Pendidikan Islam, Jakarta, PT. Grafindo Persada, 2000. hal.146
[3] Ibid, hal 44
[4] Ibid, hal 150
[5] Ibid, hal 151
[6] Muhaimin, et.al.Kawasan dan Wawasan Studi iSlam,Jakarta: Kencana, 2005, hal.13
[7] Muhyar Fanani, Metode Studi Islam, aplikasi sosiologi pengetahuan sebagai cara pandang,( Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2008) hlm.ix.
[8] Ibid, hal 159
[9] Ibid, hal 160

No comments:

Post a Comment