KEGUNAAN METODOLOGI PEMAHAMAN ISLAM
Pendahuluan
Sejak kedatangan Islam pada abad ke-13, hingga saat ini, fenomena
pemahaman Islam umat indonesia masih bersifat variatif, mungkin juga pemahaman Islam
di negara-negara lain. Kita tidak tahu persis, apakah ini merupakan sesuatu
yang alami yang harus diterima dan diambil hikmahnya atau diperlukan adanya
standarisasi pemahan agar tidak melenceng dari ajaran yang terkandung dalam
Al-Qur’an dan As-Sunnah serta sejalan dengan kaidah-kaidah yang dapat
dipertanggung jawabkan.
Kita dapat melihat orang yang pengetahunan keIslamannya cukup luas
dan mendalam, tetapi pemahamannya tidak terkonsep dan terorganisasi, yang
biasanya ilmu ini dipeoleh dari belajar secara otodidak. Maka orang tersebut
tidak dapat melihat hubungan yang terdapat
di berbagai pengetahuan Islam yang dipelajarinya tersebut, dan karenanya
juga dia tidak dapat menerapkannya jika ditugaskan untuk mengajar di sebuah
perguruan tinggi. Yang dimana dalam literatur perguruan tinggi membutuhkan
keteraturan dalam menggunakan kurikulum dan silabus.
Selanjutnya kita melihat sekelompok orang yang pemahamannya sangat
luas dalam alah satu ilmu keIslaman tertentu, tetapi kurang atau menganggap
remeh dalam ilmu keIslaman yang lain.
Maka cara pandang orang tersebut akan selalu menggunakan pertimbangan ilmu yang
telah dikuasainya. Misalkan orang yang ahli fiqh, tetapi lemah di ilmu yang
lain, maka akan selalu memandang setiap hal sesuai kacamata ilmu fiqh.
Dari contoh tersebut, kita bisa menggambarkan bahwa pemahaman Islam
masih bersifat pasrsial atau belum utuh. Meskipun telah kita telah menjumpai
pemahaman Islam yang utuh, seperti; pemahaman yang dikemukakan oleh Muhammad
Abduh, Muhammad Iqbal, dan Fazlurrahman,
tapi itu semua belum tersosialisasikan kemasyarakat kita ini. Oleh
karena itu dibutuhkan sebuah cara atau tuntunan dalam memahami Islam salah
satunya adalah metodologi. Yang dimana Ali Mukti mengatakan bahwa metodologi
adalah masalah yang sangat penting dalam sejarah pertumbuhan ilmu.[1]
Dalam kenyataan sekarang ini, kita bisa melihat negara eropa yang
pernah mengalami masa bodoh, dan akhirnya sekarang bisa menjadi negara yang
sangat maju. Menurut Ali Syariat, ini semua dikarenakan mereka terpengaruh
metode pemikiran Aristoteles.[2]
Oleh karena itu, metode pemikiran memiliki peranan sangat penting dalam
kemajuan dan kemunduran. Demikian pentingnya metode ini, Ali Mukti mengatakan
bahwa yang menentukan dan membawa stagnasi dan masa kebodohan dan kemajuan
bukanlah karena ada atau tidak adanya orang yang jenius, melainkan karena
metode penelitian dan cara melihat sesuatu.[3]
Maka dapat sedikit kita sadari bahwa kemampuan dalam menguasai
materi keilmuan tertentu perlu dibarengi dengan kemampuan di bidang metodologi,
sehingga pengetahuan yang dimilik dapat dikembangkan.
Pembahasan
Studi Islam
Studi Islam secara etimologis merupakan
terjemahan dari Bahasa Arab Dirasah
Islamiyah. Sedangkan Studi
Islam di barat dikenal dengan istilah Islamic Studies. Maka studi Islam
secara harfiah adalah kajian mengenai hal-hal yang berkaitan dengan Islam.
Makna ini sangat umum sehingga perlu ada spesifikasi pengertian terminologis
tentang studi Islam dalam kajian yang sistematis dan terpadu. Dengan perkataan
lain, Studi Islam adalah usaha sadar dan sistematis untuk mengetahui dan
memhami serta membahas secara mendalam tentang seluk-beluk atau hal-hal yang
berhubungan dengan agama Islam, baik berhubungan dengan ajaran, sejarah maupun
praktik-praktik pelaksanaannya secara nyata dalam kehidupan sehari-hari, sepanjang sejarahnya.
Agama sebagai obyek studi minimal dapat
dilihat dari segi sisi:
1. Sebagai doktrin dari Tuhan yang sebenarnya
bagi para pemeluknya sudah final dalam arti absolute, dan diterima apa adanya.
2. Sebagai gejala budaya, yang berarti seluruh
yang menjadi kreasi manusia dalam kaitannya dengan agama, termasuk pemahaman
orang terhadap doktrin agamanya.
3. Sebagai interaksi social, yaitu realitas
umat Islam.
Bila Islam dilihat dari tiga sisi, maka
ruang lingkup studi Islam dapat dibatasi pada tiga sisi tersebut. Oleh karena
sisi doktrin merupakan suatu keyakinan atas kebenaran teks wahyu, maka hal ini
tidak memerlukan penelitian didalamnya.
Dalam kalangan ahli masih terdapat perdebatan di sekitar
permasalahan apakah studi Islam termasuk ilmu pengetahuan?. Ini dikarenakan
para agamawan kesulitan dalam membedakan antara yang normatif dan historis.
Dalam halnya normativitas, Islam merupakan agama tentang urusan akidah dan
mu’amalah, jadi teks-teks dan naskah-naskah kurang di tonjolkan yang tidak
dapat diberlakukan padanya disiplin ilmu. Jika di pandang dari historis, maka Islam
cocok sebagai ilmu pengetahuan karena merupakan praktik dari Islam yang
berkembang dalam sejarah kehidupan manusia.[4]
Selanjutnya studi Islam yang di atas berbeda pula dengan sains Islam.
Sains Islam merupakan sains yang dikembangkan oleh kaum muslimin sejak abad
kedua hingga kesembilan, yang merupakan garda terdepan dalam berbagai kegiatan,
mulai dari kedokteran sampai astronomi.[5]
Dari ketiga kategori ilmu keIslaman tersebut, maka muncullah
Madrasah diniyah, yang didalamnya mempelajari studi Islam meliputi, Tafsir,
Hadits, Filsafat, Hukum Islam, dan lain-lain. Kemudian muncul universitas Islam
yang mempelajari ilmu Islam modern yang disebut sains.
Kedudukan Studi Islam
Seiring berkembangnya zaman, mempelajari
metodologi studi islam diharapkan dapat mengarahkan kita untuk untuk mengadakan
usaha-usaha pembaharuan dalam pemikiran aiaran-ajaran islam yang merupakan
warisan doktriner yang dianggap sudah mapan dan sudah mandek serta ketinggalan
zaman tersebut, agar mampu beradaptasi serta menjawab tantangan serta tuntutan
zaman dan modernisasi dunia dengan tetap berpegang terhadap sunber agama islam
yang asli, yaitu al-qur’an dan as-sunnah. Mempelejari metodologi studi islam
juga diharapkan mampu memberikan pedoman dan pegangan hidup bagi umat islam
agar tetap menjadi muslim yang sejati yang mampu menjawab tantangan serta
tuntutan zaman modern maupun era-globalisasi sekarang ini.[6]
Maka dari itu kedudukan studi islam sangatlah
penting peranannya dari semua disiplin ilmu lain yang menyangkut tentang aspek
islam, karena studi islam merupakan disiplin ilmu yang menerangkan dasar
seseorang dalam beragama. Oleh karenanya diharapkan mata kuliah ini harus ada
dalam setiap studi ilmu khususnya di Indonesia.
Dengan mempelajari studi islam, Mahasiswa
diharapkan mempunyai pegangan hidup yang pada akhirnya dapat menjadi muslim
sejati.
Metode Memahami Islam
Menurut bahasa
(etimologi), metode berasal dari bahasa Yunani, yaitu meta (sepanjang), hodos
(jalan). Jadi, metode adalah suatu ilmu tentang cara atau lanhkah-langkah yang
di tempuh dalam suatu disiplin tertentu untuk mencapai tujuan tertentu. Metode
berarti ilmu cara menyampaikan sesuatu kepada orang lain. Metode juga disebut pengajaran
atau penelitian.
Menurut istilah
(terminologi), metode adalah ajaran yang memberi uraian, penjelasan, dan
penentuan nilai. Metode biasa digunakan dalam penyelidikan keilmuan. Hugo F.
Reading mengatakan bahwa metode adalah kelogisan penelitan ilmiah, sistem
tentang prosedur dan teknik riset.
Ketika metode
digabungkan dengan kata logos maknanya berubah. Logos berarti “studi tentang”
atau “teori tentang”. Oleh karena itu, metodologi tidak lagi sekedar kumpulan
cara yang sudah diterima(well received) tetapi berupa berupa kajian tentang
metode. Dalam metodologi dibicarakan kajian tentang cara kerja ilmu
pengetahuan. Pendek kata, bila dalam metode tidak ada perbedaan, refleksi dan
kajian atas cara kerja ilmu pengetahuan, sebaliknya dalam metodologi terbuka
luas untuk mengkaji, mendebat, dan merefleksi cara kerja suatu ilmu. Maka dari
itu, metodologi menjadi menjadi bagian dari sistematika filsafat, sedangkan
metode tidak.[7]
Pada bagian ini penulis menelusuri metode yang di tulis oleh Ali
Syari’ati, dalam bukunya Tentang sosiologi Islam. Yang dimana dia menggunakan
metode perbandingan (konsparasi).
Ali Syari’ati membagi
cara memahami Islam sebagai berikut.
1.
Mengenal
Allah dan membandingkannya dengan sesmbahan lain.
2.
Membandingkan
kitab Al-Qur’an dengan kitab-kitab samawi lainnya.
3.
Mempelajari
kepribadian Rasul Islam dengan tokoh-tokoh besar pembaharuan yang yang pernah
hidup dalam sejarah.
Sedangkan Nasrudin Razak, mengajukan empat cara dalam metode
memahami Islam
1.
Islam
harus dipelajari dari sumbernya yang asli, yaitu Al-Qur’an dan As-Sunnah Rasululah.
2.
Islam
harus dipelajari secara integral, tidak parsial. Yaitu dipelajari secara
menyeluruh sebagai kesatuan yang bulat tidak secara sebagian saja.
3.
Islam
perlu dipelajari dari perpustakaan yang ditulis oleh ulama besar, kaum zu’ama.
Karena pada umumnya mereka
memiliki pemahaman Islam yang baik.
4.
Islam
hendaknya dipelajari secara normatif dahulu, kemudian dihubungkan dengan
kenyataan historis, empiris dan sosiologis yang ada di masyarakat.[8]
Memahami Islam dengan empat
cara ini sangat dibutuhkan di masyarakat, karena para kaum orientalis mendekati
Islam dengan metode ilmiah, jadi penelitian mereka lebih menarik, walaupun
mereka tidak mengerti secara utuh.
Sedangkan menurut Ali Anwar Yusuf dalam
bukunya Studi Agama Islam, terdapat tiga metode dalam memahami agama Islam ,
yaitu:
1. Metode Filosofis
Filsafat adalah suatu cabang ilmu pengetahuan yang
membahas segala sesuatu dengan tujuan untuk memperoleh pengetahuan
sedalam-dalamnya sejauh jangkauan kemampuan akal manusia, kemudian berusaha
untuk sampai kepada kesimpulan-kesimpulan yang universal dengan meneliti akar
permasalahannya. Memahami Islam melalui pendekatan filosofis ini, seseorang
tidak akan terjebak pada pengalaman agama yang bersifat formalistik, yakni
mengamalkan agama dengan tidak memiliki makna apa-apa atau kosong tanpa arti.
Namun bukan pula menafikan atau menyepelekan bentuk ibadah formal, tetapi
ketika dia melaksanakan ibadah formal disertai dengan penjiwaan dan penghayatan
terhadap maksud dan tujuan melaksanakan ibadah tersebut.
2. Metode Historis
Metode historis ini sangat diperlukan untuk memahami
Islam, karena Islam itu sendiri turun dalam situasi yang konkret bahkan sangat
berhubungan dengan kondisi sosial kemasyarakatan. Melalui metode sejarah,
seseorang diajak untuk memasuki keadaan yang sebenarnya dan hubungannya dengan
terjadinya suatu peristiwa.
3. Metode Teologi
Metode teologi dalam memahami Islam dapat diartikan
sebagai upaya memahami Islam dengan menggunakan kerangka ilmu ketuhanan yang
bertolak dari satu keyakinan. Bentuk metode ini selanjutnya berkaitan dengan
pendekatan normatif, yaitu suatu pendekatan yang memandang Islam dari segi
ajarannya yang pokok dan asli dari Allah yang di dalamnya belum terdapat
penalaran pemikiran manusia.
Berkenaan dalam hal ini, Mukti Ali
juga mengajukan dua cara untuk memahahi Islam,
yaitu;
1.
Metode
Sintesis, yaitu melihat Islam sebagai agama dengan cara metode doktriner (ilmiah-cum
doktrin) dan untuk melihat Islam sebagai sebuah
disiplin ilmu dapat digunakan metode ilmiah (scientific-cum suigeneris).
2.
Metode
Tipologi, yaitu dengan cara mengklasifikasi tema dan topik sesuai tipenya, lalu
dibandingkan dengan topik dan tema yang mempunyai tipe yang sama.[9]
Dari urian di atas
maka kita dapat menyimpulkan, bahwa metode yang dapat digunakan untuk memahami Islam
secara garis besar ada dua;
Pertama, metode
komparasi, yaitu suatu cara memahami agama dengan membandingkan seluruh aspek
yang ada dalam Islam tersebut
dengan agama lain, dengan demikian akan menghasilkan pemahaman yang utuh dan
obyektif.
Kedua, metode
sistesis, yaitu suatu cara memahami Islam
yang memadukan antara metode ilmiah dengan segala cirinya yang rasional,
obyektif, kritis, dan seterusnya dengan metode teologi normatif.
Penutup
Studi Islam diarahkan pada kajian keislaman yang mengarah pada Islam
yang bermuara pada ketundukan atau berserah diri, Islam dapat dimaknai yang
mengarah pada keselamatan dunia dan akhirat, yang akhirnya Islam bermuara pada
kedamaian.
Adapun arah dan tujuan metode studi Islam adalah, untuk mempelajari
secara mendalam tentang apa sebenarnya (hakikat) agama
Islam itu, dan bagaimana posisi serta hubungannya dengan agama-agama lain dalam
kehidupan budaya manusia, untuk mempelajari secara mendalam pokok-pokok isi
ajaran agama Islam yang asli, dan bagaimana penjabaran serta
operasionalisasinya dalam pertumbuhan dan perkembangan budaya dan peradaban Islam
sepanjang sejarahnya, untuk mempelajari secara mendalam sumber dasar ajaran
agama Islam yang tetap abadi dan dinamis.
Selanjutnya dengan tujuan-tujuan tersebut diharapkan agar studi Islam
akan bermanfaat bagi peningkatan usaha pembaruan dan pengembangan kurikulum
pendidikan Islam pada umumnya, dalam usaha transformasi kehidupan sosial buday
sert agama umt Islam sekarang ini, menuju kehidupan sosial-budaya modern pada
generasi-generasi mendatang, sehingga misi Islam sebagai rahmah lil ‘alamin dapat
terwujud dalam kehidupan nyata di dunia global.
Referensi
Ali, Mukti, Metodologi
Ilmu Agama Islam, Yogyakarta, Tiara wacana,
1990.
Fanani, Muhayar, Metode
Studi Islam, aplikasi sosiologi pengetahuan sebagai cara pandang,
Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2008.
Muhaimin, et.al.Kawasan dan Wawasan Studi iSlam,Jakarta:
Kencana, 2005
Nata,
Abudin, Pemikiran Para Tokoh Pendidikan Islam, Jakarta, PT. Grafindo Persada, 2000.
No comments:
Post a Comment