Pandangan Progressivisme tentang Kurikulum
a. Pendahuluan
Tujuan pendidikan yang dicapai itulah yang
menentukan kurikulum dan isi pendidikan. Selain itu, tujuan pendidikan juga
mempengaruhi cara dan metode penyajian dalam pembelajaran. Maka kurikulum dan
isi pendidikan sangat mempengaruhi kegiatan pendidikan tersebut.
Antara tujuan dan program harus ada
keserasian. Keduanya menentukan jalannya kurikulum yang akan dilaksanakan. Oleh
karena itu, kurikulum adalah faktor utama dalam proses pendidikan. Semuanya apa
yang dirasakan oleh siswa tercantum dalam kurikulum dan dijabarkannya untuk
memperoleh keserasian dalam kehidupannya.
Dahulu kurikulum terpusat tentang apa yang
diberikan pada seperangkat mata pelajaran. Tetapi sekarang, dengan perkembangan
zaman kurikulum tidak dibatasi oleh seperangkat pelajaran saja, tetapi
mempertimbangkan masalah masalah belajar dan mengajar, kedudukan dan peranan
sekolah dalam masyarakat, tuntutan masyarakat kepada sekolah, kebijaksanaan
politik dan kemajuan teknologi.
b.
Pembahasan
Sebelum kita beranjak ke pokok
permasalahan kita dalam kurikulum, maka akan dipaparkan terlebih dahulu apakah
aliran progressivisme itu?
1.
Progressivisme
Progressivisme adalah aliran filsafat
yang lahir di Amerika Serikat sekitar abad ke 20. Aliran ini bermuara kepada
aliran pragmatisme yang menitik beratkan pada segi kemanfaatan bagi hidup yang
praktis. Karena mempunyai banyak sisi yang sama dengan pragmatisme.[1]
Jadi filsafat progressivisme sama dengan pragmatisme, karena berpusat
pada watak. Artinya filsafat progressivisme merupakan perwujudan ide ide dasar
aliran filsafat pragmatisme, yaitu
- Manusia dalam hidupnya harus tetap survive (mempertahankan hidupnya) terhadap suatu tantangan.
- Manusia harus pragmatis, memandang sesuatu dari segi kemanfaatannya.
Filsafat ini menjunjung tinggi hak asasi individu dan menuju kearah
kebudayaan. Sehingga progressivisme dianggap sebagai The Liberal Road of Culture, yaitu kebebasan mutlak menuju kearah
kebudayaan. Artinya nilai nilai yang dianut bersifat fleksibel terhadap
perubahan, toleran, dan terbuka (open minded). Dan menuntut bagi penganutnya
untuk bersikap penjelajah, peneliti
untuk mengembangkan pengalamannya, memiliki sikap terbuka dan berkemauan baik
sambil menerima kritik dan ide ide lawan.
2.
Peran Progressivisme dalam pendidikan
Aliran ini sangat berperan dalam
pendidikan yang mana telah menyumbangkan dalam peletakkan dasar dasar
kemerdekaan dan kebebasan kepada anak didik. Ali, salah satu tokoh aliran
filsafat, mengatakan bahwa anak didik diberi kebebasan dalam masalah fisik,
pola pikir dan tingkah laku, guna untuk mengembangkan bakat dan kemampuannya
yang terpendam dalam dirinya tanpa ada rintangan apapun dari manapun.
Maka dari itu filsafat ini tidak menyetujui
adanya pendidikan yang otoriter, sebab pendidikan tersebut dapat mematikan
bakat bakat anak didik dan daya kreasi fisik maupun psikis.
Imam Barnadip mengatakan, filsafat
juga memandang kebudayaan, bahwa budaya sebagai hasil budi manusia yang tidak
bersifat beku, atau selalu berkembang dan berubah. Maka pendidikan haruslah
berjalan dengan kebudayaan, yang mana pendidikan selalu berkembang dengan
perkembangan zaman.[2]
Maka, pendidikan sebagai alat fungsi
dalam memajukan kebudayaan, haruslah dapat menciptakan sesuatu yang edukatif
yang pada akhirnya dapat menetaskan out put atau keluaran berkualitas unggul,
inisiatif, adaptif, kreatif, sanggup menghadapi tantangan pada zamannya.
Untuk itu sangat diperlukan kurikulum
yang diperlukan untuk membentuk anak didik yang berkualitas. Yaitu kurikulum
yang berbasis pengalaman ataupun
kurikulum eksperimental, dimana kurikulum yang didapatkan di sekolah
diterapkan dalam kehidupan nyata. Dengan metode pendidikan, “Belajar Sambil
Berbuat” (learning by doing) dan pemecahan masalah (problem solving) dengan
langkah langkah mengambil keputusan dan memecahkan masalah.
Dari pandangan di atas, sangat jelas
bahwa filsafat progressivisme bertujuan untuk menjadikan anak didik memiliki
kualitas dan terus maju sebagai generasi yang akan menjawab tantangan zaman
peradaban baru.
3. Pandangan kurikulum dalam Filsafat Progressivisme
Selain filsafat ini memandang dari
lingkup pemecahan masalah sesuai dengan pengalaman, juga memandang kepada konsep lingkungan yang berkenaan dengan
kurikulum. Sebelumnya akan dijelaskan apakah yang disebut dengan kurikulum.
Beberapa arti
kurikulum dari beberapa ahli pendidikan,
- Menurut Lewis dan Meil.
Kurikulum adalah seperangkat bahan
pelajaran, rumusan hasil belajar, penyediaan kesempatan belajar, kewajiban dan
pengalaman peserta didik.
- Menurut Taba
Kurikulum biasanya mengandung kenyataan mengenai maksud dan tujuan
tertentu, ia memberi pentunjuk tentang
beberapa pilihan dan susunan isinya.
- Menurut Stratemayer Sc
Kurikulum meliputi bahan pelajaran dan kegiatan kelas yang dilakukan anak
dan pemuda, keseluruhan pengalaman di luar maupun di dalam sekolah disponsori
oleh sekolah, dan selurung pengalaman hidup murid.
- Pondok Modern Darussalam Gontor
Kurikulum adalah apa yang dilihat, dirasakan, dan didengar oleh
seseorang.
Dari beberapa pendapat tentang
kurikulum, maka dapat disimpulkan bahwa kurikulum merupakan rumusan, tujuan
mata pelajaran, garis besar pokok bahasan penilaian dan perangkat lainnya.
Maka progressivisme menunjukan kepada
konsep kurikulum yang program pengajarannya dapat mempengaruhi edukatif anak
dalam belajar dari lingkungan dalam sekolah dan lingkungan luar sekolah.
Dibutuhkan sekolah yang baik dan lingkungan yang baik.
Menurut Iskandar Wiryokusumo dan Usman
Mulyadi, sekolah yang baik yaitu sekolah yang dapat memberikan jaminan kepada
siswanya selama belajar, maksudnya sekolah harus mampu membantu dan menolong
siswanya untuk tumbuh dan berkembang
serta memberi keleluasan tempat untuk para siswanya dalam mengembangkan bakat
dan minatnya melalui bimbingan guru dan tanggungjawab kepala sekolah. Kurikulum
dianggap baik apabila bersifat fleksibel dan eksperimental, dan memiliki
keuntungan keuntungan untuk diperiksa setiap saat.[3]
Sikap progressivisme yang memandang bahwa
segala sesuatu dilihat dari fleksibelitas atau luwesnya, dicerminkan dalam
kurikulum pendidikan berdasarkan pengalaman yang ada, dengan adanya rencana dan
susunan yang diatur rapi oleh kurikulum.
Dari pembahasan di atas, diketahui bahwa
kurikulum harusnya bersifat fleksibelitas (tidak kaku, tidak terkait, tidak
menolak perubahan, dan tidak terkait dengan dokrin). Maka kurikulum dapat
berganti, direvisi, dan dievaluasi sesuai dengan lingkungan dan kebutuhan
setempat.
Pendidikan di sekolah berarti sekolah
dianggap bahwa dapat dipercaya untuk membantu perkembangan anak. Karena anak
adalah factor terpenting, sekolah didirikan untuk anak. Bukan kehendak yang
mendidiknya, jadi anak menjadi subyek pendidikan bukan objek pendidikan.
Sekolah didirikan karena tidak ada yang
mendidiknya, dari orang tua dan masyarakat. Karena itu kurikulum dapat memuat
aspirasi orang tua dan masyarakat. Kurikulum yang baik itu yang dapat direvisi
dan dievaluasi sesuai dengan perkembangan zaman. Yaitu yang berjenis
eksperimental.
Pengalaman adalah bagian dari kurikulum.
Kurikulum eksperimental didasarkan dari interaksi manusia di masyarakat dan
lingkungan sekitar yang dapat untuk beradaptasi dengan lingkungannya bagi
perkembangan pribadinya.
Pengalaman adalah akibat dari belajar.
Orang akan pendapatkan cara cara dan metode metode dari belajar dan pemecahan
masalah. Belajar bermacam macam jenisnya. Belajar dari alam, suasana, dan buku.
Dengan memecahkan masalahnya sendiri dan bantuan dari pendidik akan memperjelas
pengalaman yang didapatkannya.
Zuhairini mengatakan bahwa progressivisme
tidak menghendaki adanya mata pelajaran yang diberikan terpisah, melainkan
harus berintegrasi dengan unit. Dengan demikian core kurikulum atau kurikulum yang bersifat eksperimental
mengandung ciri ciri integrated curriculum, dan metode yang diutamakan adalah
problem solving.[4]
- Dengan adanya kurikulum yang berbasis dan berintegrasi dalam unit, bermaksud untuk mengembangkan kemampuan fisik maupun psikis, yaitu psikomotorik, kognitif, dan afektif. Kurikulum ini menjangkau kepada praktek langsung dalam bidang tersubut, contohnya di dalam kebun yaitu dalam rangka metode penanaman cabai. Ataupun dalam bengkel dalam pembahasan struktur mobil atau motor. Metode ini berlaku learning by doing.
- Metode problem solving dan metode proyek dirintis oleh John Dewey (1859-1952).[5] Ia mengemukakan kurikulum yang bersifat menantang, yang memfungsikan akal pikiran dan kecerdasan dengan dihadapkan kepada materi tentang analisa, hipotesa, dan penyimpulan. Metode tersebut menjurus kepada metode demonstrasi dan eksperiment, contohnya dalam pelajaran fisika dan kimia.
W.H Kilpatrik mengatakan, suatu
kurikulum yang dianggap baik berdasarkan tiga prinsip yaitu:
- Meningkatkan kualitas hidup anak didik pada setiap jenjang.
- Menjadikan sisi kehidupan anak ke arah perkembangan dalam suatu kehidupan yang bulat dan menyeluruh.
- Kurikulum dapat membina dan mengembangkan potensi anak didik.
- Sanggup mengubah perilaku anak didik menjadi kreatif, adaptif, dan mandiri.
- Bersifat fleksibel dan luwes berisi tentang bermacam macam bidang studi.[6]
Maka
disimpulkan bahwa pendapat filsafat progressivisme dalam kurikulum yaitu,
- Menggunakan kurikulum integrated kurikulum (masalah masalah dalam masyarakat disusun terintegrasi)
- Menggunakan metode pendidikan belajar sambil berbuat (learning by doing)
- Menggunakan metode problem solving (pemecahan masalah).
Diharapkan anak didik menjadi maju,
mempunyai kecakapan khusus, dan dapat memecahkan problem sosial sehari hari.
c.
Kesimpulan
- Kurikulum adalah rumusan, tujuan mata pelajaran, garis besar pokok bahasan penilaian dan perangkat lainnya.
- Tujuan pendidikan yaitu yang menentukan kurikulum dan isi pendidikan.
- Antara tujuan dengan kurikulum harus adanya keserasian atau kesinambungan.
- Kurikulum sekarang tidak hanya dibatasi dengan banyaknya pelajaran, tetapi mempertimbangkan masalah belajar mengajar dan sistemnya, kedudukan dan peranan guru, dan tuntutan masyarakat terhadap sekolah.
- Filsafat progressivisme sama dengan filsafat pragmatisme. Keduanya merupakan perwujudan dari ide asal watak.
- Progressifisme dianggap sebagai The Liberal Road of Culture (kebebasan mutlak menuju kearah kebudayaan).
- Manusia harus mempunyai pandangan hidup yang bersifat,
-
Fleksibel (tidak kaku, tidak menolak perubahan, tidak
terkait dengan doktrin)
-
Curious (ingin mengetahui dan menyelidiki)
-
Open minded (hati terbuka)
- Diperlukan kurikulum yang bersifat pada pengalaman atau kurikulum eksperimental.
- Pandangan kurikulum terhadap progressivisme,
§
Filsafat ini menunjukan konsep dasar sejenis
kurikulum yang yang programnya mempengaruhi anak secara edukatif di sekolah
maupun luar sekolah.
§
Filsafat progessivisme menghendaki sekolah yang
bersifat fleksibilitas (tidak kaku, tidak kaku, tidak menolak perubahan, tidak
terkait dengan doktrin), luas, dan terbuka.
§
Pendidikan di sekolah dianggap bahwa sekolah
terpercaya untuk membantu perkembangan siswa. Karena sekolah didirikan untuk
siswa.
§
Maka sifat kurikulum dapat direvisi, dievaluasi,
atau bersifat eksperimental atau disebut juga dengan Core Curriculum.
§
Progressivieme tidak menghendaki adanya mata
pelajaran yang terpisah, melainkan dengan integrated curriculum, yang
diutamakan problem solving.
§
Dengan integrated dalam unit, diharapkan siswa
dapat berkembang fisiknya, psikisnya, dan menjangkau ke segi afektif,
psikomotorik, dan kognitif.
§
Metode ini dilakukan dengan langsung dengan
praktek di laboratorium, bengkel kebun dan lain lain. (learning by doing)
§
Kurikulum dianggap baik jika, meningkatkan
kualitas hidup anak didik sesuai dengan jenjang pendidikan, dapat membina dan
mengembangkan potensi anak didik, mengubah perilaku anak didik menjadi kreatif,
adaptif, dan kemandirian, bersifat fleksibel tentang beberapa mata studi.
- Referensi
-
Jalaluddin. H, Filsafat
Pendidikan, Gaya
Media Utama, 1997.
-
Barnadib, Filsafat
Pendidikan System dan Metode, IKIP, Yogyakarta,
1987.
-
Zuhairini, Filsafat Pendidikan Islam, Bina
Aksara, Jakarta,
1991.
[1]
Jalaluddin. H, Filsafat Pendidikan,
Gaya Media Utama, 1997, hal. 72
[2]
Barnadib, Filsafat Pendidikan System dan
Metode, IKIP, Yogyakarta, 1987.
[3]
Jalaluddin. H, Filsafat Pendidikan,
Gaya Media Utama, 1997, hal. 78.
[4]
Zuhairini, Filsafat Pendidikan Islam, Bina Aksara, Jakarta, 1991
[5]
Zuhairini, Filsafat Pendidikan Islam, Bina Aksara, Jakarta, 1991.
[6]
Jalaluddin, Dr. H, Filsafat Pendidikan, Gaya Media Pratama, 1997, hal.
79
No comments:
Post a Comment