Wednesday, 1 March 2017

Pandangan Progressivisme tentang Kurikulum



Pandangan Progressivisme tentang Kurikulum

a. Pendahuluan
     Tujuan pendidikan yang dicapai itulah yang menentukan kurikulum dan isi pendidikan. Selain itu, tujuan pendidikan juga mempengaruhi cara dan metode penyajian dalam pembelajaran. Maka kurikulum dan isi pendidikan sangat mempengaruhi kegiatan pendidikan tersebut.
     Antara tujuan dan program harus ada keserasian. Keduanya menentukan jalannya kurikulum yang akan dilaksanakan. Oleh karena itu, kurikulum adalah faktor utama dalam proses pendidikan. Semuanya apa yang dirasakan oleh siswa tercantum dalam kurikulum dan dijabarkannya untuk memperoleh keserasian dalam kehidupannya.
     Dahulu kurikulum terpusat tentang apa yang diberikan pada seperangkat mata pelajaran. Tetapi sekarang, dengan perkembangan zaman kurikulum tidak dibatasi oleh seperangkat pelajaran saja, tetapi mempertimbangkan masalah masalah belajar dan mengajar, kedudukan dan peranan sekolah dalam masyarakat, tuntutan masyarakat kepada sekolah, kebijaksanaan politik dan kemajuan teknologi.


b. Pembahasan
     Sebelum kita beranjak ke pokok permasalahan kita dalam kurikulum, maka akan dipaparkan terlebih dahulu apakah aliran progressivisme itu?

  1. Progressivisme
      Progressivisme adalah aliran filsafat yang lahir di Amerika Serikat sekitar abad ke 20. Aliran ini bermuara kepada aliran pragmatisme yang menitik beratkan pada segi kemanfaatan bagi hidup yang praktis. Karena mempunyai banyak sisi yang sama dengan pragmatisme.[1]
Jadi filsafat progressivisme sama dengan pragmatisme, karena berpusat pada watak. Artinya filsafat progressivisme merupakan perwujudan ide ide dasar aliran filsafat pragmatisme, yaitu
  1. Manusia dalam hidupnya harus tetap survive (mempertahankan hidupnya) terhadap suatu tantangan.
  2. Manusia harus pragmatis, memandang sesuatu dari segi kemanfaatannya.
Filsafat ini menjunjung tinggi hak asasi individu dan menuju kearah kebudayaan. Sehingga progressivisme dianggap sebagai The Liberal Road of Culture, yaitu kebebasan mutlak menuju kearah kebudayaan. Artinya nilai nilai yang dianut bersifat fleksibel terhadap perubahan, toleran, dan terbuka (open minded). Dan menuntut bagi penganutnya untuk bersikap  penjelajah, peneliti untuk mengembangkan pengalamannya, memiliki sikap terbuka dan berkemauan baik sambil menerima kritik dan ide ide lawan.

    2. Peran Progressivisme dalam pendidikan
        Aliran ini sangat berperan dalam pendidikan yang mana telah menyumbangkan dalam peletakkan dasar dasar kemerdekaan dan kebebasan kepada anak didik. Ali, salah satu tokoh aliran filsafat, mengatakan bahwa anak didik diberi kebebasan dalam masalah fisik, pola pikir dan tingkah laku, guna untuk mengembangkan bakat dan kemampuannya yang terpendam dalam dirinya tanpa ada rintangan apapun dari manapun.
        Maka dari itu filsafat ini tidak menyetujui adanya pendidikan yang otoriter, sebab pendidikan tersebut dapat mematikan bakat bakat anak didik dan daya kreasi fisik maupun psikis.
         Imam Barnadip mengatakan, filsafat juga memandang kebudayaan, bahwa budaya sebagai hasil budi manusia yang tidak bersifat beku, atau selalu berkembang dan berubah. Maka pendidikan haruslah berjalan dengan kebudayaan, yang mana pendidikan selalu berkembang dengan perkembangan zaman.[2]
         Maka, pendidikan sebagai alat fungsi dalam memajukan kebudayaan, haruslah dapat menciptakan sesuatu yang edukatif yang pada akhirnya dapat menetaskan out put atau keluaran berkualitas unggul, inisiatif, adaptif, kreatif, sanggup menghadapi tantangan pada zamannya.
         Untuk itu sangat diperlukan kurikulum yang diperlukan untuk membentuk anak didik yang berkualitas. Yaitu kurikulum yang berbasis pengalaman ataupun             kurikulum eksperimental, dimana kurikulum yang didapatkan di sekolah diterapkan dalam kehidupan nyata. Dengan metode pendidikan, “Belajar Sambil Berbuat” (learning by doing) dan pemecahan masalah (problem solving) dengan langkah langkah mengambil keputusan dan memecahkan masalah.
         Dari pandangan di atas, sangat jelas bahwa filsafat progressivisme bertujuan untuk menjadikan anak didik memiliki kualitas dan terus maju sebagai generasi yang akan menjawab tantangan zaman peradaban baru.

     3. Pandangan kurikulum dalam Filsafat Progressivisme
        Selain filsafat ini memandang dari lingkup pemecahan masalah sesuai dengan pengalaman, juga memandang  kepada konsep lingkungan yang berkenaan dengan kurikulum. Sebelumnya akan dijelaskan apakah yang disebut dengan kurikulum.
Beberapa arti kurikulum dari beberapa ahli pendidikan,
  1. Menurut Lewis dan Meil.
Kurikulum adalah  seperangkat bahan pelajaran, rumusan hasil belajar, penyediaan kesempatan belajar, kewajiban dan pengalaman peserta didik.
  1. Menurut Taba
Kurikulum biasanya mengandung kenyataan mengenai maksud dan tujuan tertentu, ia memberi  pentunjuk tentang beberapa pilihan dan susunan isinya.
  1. Menurut Stratemayer Sc
Kurikulum meliputi bahan pelajaran dan kegiatan kelas yang dilakukan anak dan pemuda, keseluruhan pengalaman di luar maupun di dalam sekolah disponsori oleh sekolah, dan selurung pengalaman hidup murid.
  1. Pondok Modern Darussalam Gontor
Kurikulum adalah apa yang dilihat, dirasakan, dan didengar oleh seseorang.
       Dari beberapa pendapat tentang kurikulum, maka dapat disimpulkan bahwa kurikulum merupakan rumusan, tujuan mata pelajaran, garis besar pokok bahasan penilaian dan perangkat lainnya.
       Maka progressivisme menunjukan kepada konsep kurikulum yang program pengajarannya dapat mempengaruhi edukatif anak dalam belajar dari lingkungan dalam sekolah dan lingkungan luar sekolah. Dibutuhkan sekolah yang baik dan lingkungan yang baik.
       Menurut Iskandar Wiryokusumo dan Usman Mulyadi, sekolah yang baik yaitu sekolah yang dapat memberikan jaminan kepada siswanya selama belajar, maksudnya sekolah harus mampu membantu dan menolong siswanya untuk tumbuh  dan berkembang serta memberi keleluasan tempat untuk para siswanya dalam mengembangkan bakat dan minatnya melalui bimbingan guru dan tanggungjawab kepala sekolah. Kurikulum dianggap baik apabila bersifat fleksibel dan eksperimental, dan memiliki keuntungan keuntungan untuk diperiksa setiap saat.[3]
      Sikap progressivisme yang memandang bahwa segala sesuatu dilihat dari fleksibelitas atau luwesnya, dicerminkan dalam kurikulum pendidikan berdasarkan pengalaman yang ada, dengan adanya rencana dan susunan yang diatur rapi oleh kurikulum.
      Dari pembahasan di atas, diketahui bahwa kurikulum harusnya bersifat fleksibelitas (tidak kaku, tidak terkait, tidak menolak perubahan, dan tidak terkait dengan dokrin). Maka kurikulum dapat berganti, direvisi, dan dievaluasi sesuai dengan lingkungan dan kebutuhan setempat.
      Pendidikan di sekolah berarti sekolah dianggap bahwa dapat dipercaya untuk membantu perkembangan anak. Karena anak adalah factor terpenting, sekolah didirikan untuk anak. Bukan kehendak yang mendidiknya, jadi anak menjadi subyek pendidikan bukan objek pendidikan.
      Sekolah didirikan karena tidak ada yang mendidiknya, dari orang tua dan masyarakat. Karena itu kurikulum dapat memuat aspirasi orang tua dan masyarakat. Kurikulum yang baik itu yang dapat direvisi dan dievaluasi sesuai dengan perkembangan zaman. Yaitu yang berjenis eksperimental.
       Pengalaman adalah bagian dari kurikulum. Kurikulum eksperimental didasarkan dari interaksi manusia di masyarakat dan lingkungan sekitar yang dapat untuk beradaptasi dengan lingkungannya bagi perkembangan pribadinya.
       Pengalaman adalah akibat dari belajar. Orang akan pendapatkan cara cara dan metode metode dari belajar dan pemecahan masalah. Belajar bermacam macam jenisnya. Belajar dari alam, suasana, dan buku. Dengan memecahkan masalahnya sendiri dan bantuan dari pendidik akan memperjelas pengalaman yang didapatkannya.
      Zuhairini mengatakan bahwa progressivisme tidak menghendaki adanya mata pelajaran yang diberikan terpisah, melainkan harus berintegrasi dengan unit. Dengan demikian core kurikulum atau kurikulum yang bersifat eksperimental mengandung ciri ciri integrated curriculum, dan metode yang diutamakan adalah problem solving.[4]
  1. Dengan adanya kurikulum yang berbasis dan berintegrasi dalam unit, bermaksud untuk mengembangkan kemampuan fisik maupun psikis, yaitu psikomotorik, kognitif, dan afektif. Kurikulum ini menjangkau kepada praktek langsung dalam bidang tersubut, contohnya di dalam kebun yaitu dalam rangka metode penanaman cabai. Ataupun dalam bengkel dalam pembahasan struktur mobil atau motor. Metode ini berlaku learning by doing.
  2. Metode problem solving dan metode proyek dirintis oleh John Dewey (1859-1952).[5] Ia mengemukakan kurikulum yang bersifat menantang, yang memfungsikan akal pikiran dan kecerdasan dengan dihadapkan kepada materi tentang analisa, hipotesa, dan penyimpulan. Metode tersebut menjurus kepada metode demonstrasi dan eksperiment, contohnya dalam pelajaran fisika dan kimia.
        W.H Kilpatrik mengatakan, suatu kurikulum yang dianggap baik berdasarkan tiga prinsip yaitu:
  1. Meningkatkan kualitas hidup anak didik pada setiap jenjang.
  2. Menjadikan sisi kehidupan anak ke arah perkembangan dalam suatu   kehidupan yang bulat dan menyeluruh.
  3. Kurikulum dapat membina dan mengembangkan potensi anak didik.
  4. Sanggup mengubah perilaku anak didik menjadi kreatif, adaptif, dan mandiri.
  5. Bersifat fleksibel dan luwes berisi tentang bermacam macam bidang studi.[6]
        Maka disimpulkan bahwa pendapat filsafat progressivisme dalam kurikulum   yaitu,
  1. Menggunakan kurikulum  integrated kurikulum (masalah masalah dalam masyarakat disusun terintegrasi)
  2. Menggunakan metode pendidikan belajar sambil berbuat (learning by doing)
  3. Menggunakan metode problem solving (pemecahan masalah).
      Diharapkan anak didik menjadi maju, mempunyai kecakapan khusus, dan dapat memecahkan problem sosial sehari hari.

c. Kesimpulan
  1. Kurikulum adalah rumusan, tujuan mata pelajaran, garis besar pokok bahasan penilaian dan perangkat lainnya.
  2. Tujuan pendidikan yaitu yang menentukan kurikulum dan isi pendidikan.
  3. Antara tujuan dengan kurikulum harus adanya keserasian atau kesinambungan.
  4. Kurikulum sekarang tidak hanya dibatasi dengan banyaknya pelajaran, tetapi mempertimbangkan masalah belajar mengajar dan sistemnya, kedudukan dan peranan guru, dan tuntutan masyarakat terhadap sekolah.
  5. Filsafat progressivisme sama dengan filsafat pragmatisme. Keduanya merupakan perwujudan dari ide asal watak.
  6. Progressifisme dianggap sebagai The Liberal Road of Culture (kebebasan mutlak menuju kearah kebudayaan).
  7. Manusia harus mempunyai pandangan hidup yang bersifat,
-          Fleksibel (tidak kaku, tidak menolak perubahan, tidak terkait dengan doktrin)
-          Curious (ingin mengetahui dan menyelidiki)
-          Open minded (hati terbuka)
  1. Diperlukan kurikulum yang bersifat pada pengalaman atau kurikulum eksperimental.
  2. Pandangan kurikulum terhadap progressivisme,
§  Filsafat ini menunjukan konsep dasar sejenis kurikulum yang yang programnya mempengaruhi anak secara edukatif di sekolah maupun luar sekolah.
§  Filsafat progessivisme menghendaki sekolah yang bersifat fleksibilitas (tidak kaku, tidak kaku, tidak menolak perubahan, tidak terkait dengan doktrin), luas, dan terbuka.
§  Pendidikan di sekolah dianggap bahwa sekolah terpercaya untuk membantu perkembangan siswa. Karena sekolah didirikan untuk siswa.
§  Maka sifat kurikulum dapat direvisi, dievaluasi, atau bersifat eksperimental atau disebut juga dengan Core Curriculum.
§  Progressivieme tidak menghendaki adanya mata pelajaran yang terpisah, melainkan dengan integrated curriculum, yang diutamakan problem solving.
§  Dengan integrated dalam unit, diharapkan siswa dapat berkembang fisiknya, psikisnya, dan menjangkau ke segi afektif, psikomotorik, dan kognitif. 
§  Metode ini dilakukan dengan langsung dengan praktek di laboratorium, bengkel kebun dan lain lain. (learning by doing)
§  Kurikulum dianggap baik jika, meningkatkan kualitas hidup anak didik sesuai dengan jenjang pendidikan, dapat membina dan mengembangkan potensi anak didik, mengubah perilaku anak didik menjadi kreatif, adaptif, dan kemandirian, bersifat fleksibel tentang beberapa mata studi.



  1. Referensi
-          Jalaluddin. H, Filsafat Pendidikan, Gaya Media Utama, 1997.
-          Barnadib, Filsafat Pendidikan System dan Metode, IKIP, Yogyakarta, 1987.
-          Zuhairini, Filsafat Pendidikan Islam, Bina Aksara, Jakarta, 1991.












[1] Jalaluddin. H, Filsafat Pendidikan, Gaya Media Utama, 1997, hal. 72
[2] Barnadib, Filsafat Pendidikan System dan Metode, IKIP, Yogyakarta, 1987.
[3] Jalaluddin. H, Filsafat Pendidikan, Gaya Media Utama, 1997, hal. 78.
[4] Zuhairini, Filsafat Pendidikan Islam, Bina Aksara, Jakarta, 1991
[5] Zuhairini, Filsafat Pendidikan Islam, Bina Aksara, Jakarta, 1991.
[6] Jalaluddin, Dr. H, Filsafat Pendidikan, Gaya Media Pratama, 1997, hal. 79

No comments:

Post a Comment