Wednesday, 1 March 2017

PENGEMBANGAN KURIKULUM DI MADRASAH DINIYAH



PENGEMBANGAN KURIKULUM DI MADRASAH DINIYAH

Pendahuluan
Sayyed Hossein Nasr dalm bukunya Islam and the Challenge of the 21 Century, mengemukakan sejumlah tantangan yang dihadapi oleh Dunia Islam pada abad ke-21, yaitu (1)krisis lingkungan; (2) tantangan social; (3) post modernism; (4) sekularasi kehidupan; (5) krisis ilmu pengetahuan dan teknologi; (6) penestrasi nilai-nilai non islam; (7) citra islam; (8) sikap terhadap peradaban islam; (9) feminism; (10) hak asasi manusia; dan (11) tantangan internal.
Dilain pihak, Sachiko Murata dan William Chittik, dua guru besar di State University of New York, mengemukakan bahwa obat untuk mengatasi berbagai problem masyarakat adalah to return to God through religion.[1]
Jika mencermati pernyataan-pernyataan yang dikemukakan oleh ketiga pemikir dan ilmuwan tersebut, bahwa sebagai obat untuk mengatasi berbagai problem masyarakat, seperti kelaparan, penyakit, penindasan, polusi dan berbagai penyakit social lainnya adalah kembali kepada Tuhan melalui agama, maka masih sangat actual untuk menjadikan madrasah sebagai wahana untuk membina ruh dan praktik hidup keislaman.
Maka dari itu, kurikulum madrasah saat ini menghadapi tantangan yang hebat untuk mengatasi masalah pada masa ini, madrasah dituntut untuk mengembangkan dan meningkatkan kurikulum yang ada sekarang ini.


Pembahasan
Sebelum kita membahas perkembangan kurikulum di Madrasah, kita perlu mengetahui beberapa istilah yang ada dalam pembahasan ini
A.      Kurikulum
Kata “kurikulum” berasal dari bahasa Yunani yang semula digunakan dalam bidang olahraga, yaitu currere yang berarti jarak tempuh lari, yakni jarak yang harus ditempuh dalam kegiatan berlari mulai dari start hingga finish. Pengertian ini kemudia diterapkan dalam bidang pendidikan. Dalam bahasa Arab, istilah “Kurikulum” diartikan dengan Manhaj, yakni jalan yang terang, atau jalan terang yang dilalui oleh pendidik/guru dengan peserta didik untuk mengembangkan pengetahuan, ketrampilan dan sikap serta nilai-nilai. Al-Khauly (1981) menjelaskan al-manhaj sebagai seperangkat rencana dan media untuk mengantarkan lembaga pendidikan dalam mewujudkan tujuan pendidikan yang diinginkan.
Pengertian yang lama tentang kurikulum lebih menekankan pada isi pelajaran atau mta kuliah, dalam arti sejumlah mata pelajaran atau mata kuliah di sekolah atau perguruan tinggi, yang harus ditempuh untuk mencapai suatu ijazah atau tingkat, juga keseluruhan pelajaran yang disajikan oleh suatu lembaga pendidikan (Nasution, 1982).
Pengertian kurikulum menurut fungsinya
1.     Kurikulum sebagai program studi.
Pengertiannya adalah seperangkat mata pelajaran yang mampu dipelajari oleh peserta didik di sekolah atau di instansi pendidikan lainnya.
2.     Kurikulum sebagai konten.
Pengertiannya adalah data atau informasi yang tertera dalam buku-buku kelas tanpa dilengkapi dengan data atau informasi lainnya yang memungkinkan timbulnya belajar.
3.     Kurikulum sebagai kegiatan berencana.
Pengertiannya adalah kegiatan yang direncanakan tentang hal-hal yang akan diajarkan dan dengan cara bagaimana hal itu dapat diajarkan dengan hasil yang baik.
4.     Kurikulum sebagai hasil belajar.
Pengertiannya adalah seperangkat tujuan yang utuh untuk memperoleh suatu hasil tertentu tanpa menspesifikasikan cara-cara yang dituju untuk memperoleh hasil-hasil itu, atau seperangkat hasil belajar yang direncanakan dan diinginkan.
5.     Kurikulum sebagai reproduksi cultural.
Pengertiannya adalah transfer dan refleksi butir-butir kebudayaan masyarakat, agar dimiliki dan dipahami anak-anak generasi muda masyarakat tersebut.
6.     Kurikulum sebagai pengalaman belajar.
Pengertiannya adalah keseluruhan pengalaman belajar yang direncanakan di bawah pimpinan sekolah.
7.     Kurikulum sebagai produksi.
Pengertiannya adalah seperangkat tugas yang harus dilakukan untuk mencapai hasil yang ditetapkan terlebih dahulu.[2]
Sedangkan definisi yang tercantum dalam UU Sisdiknas Nomor 2/1989, dikembangkan kea rah seperangkat renana dang pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. Dengan demikian, ada tiga komponen yang termuat dalam kurikulum, yaitu tujuan, isi dan bahan pelajaran, serta pembelajaran, baik yang berupa strategi pembelajaran maupun evaluasinya.[3]
Fungsi kurikulum
1.     Bagi madrasah yang bersangkutan :
a.     Sebagai alat untuk mencapai tujuan pendidikan agama Islam yang diinginkan atau standar kompetensi.
b.     Pedoman untuk mengatur kegiatan-kegiatan pendidikan agama Islam di madrasah.
2.     Bagi madrasah di atasnya:
a.     Melakukan penyesuaian
b.     Menghindari keterulangan sehingga boros waktu
c.      Menjaga kesinambungan.
3.     Bagi masyarakat:
a.     Masyarakat sebagai pengguna lulusan, sehingga madrasah harus mengetahui hal-hal yang menjadi kebutuhan masyarakat.
b.     Adanya kerjasama yang harmonis dalam hal pembenahan dan pengembangan kurikulum.[4]

B.   Madrasah
Dilihat dari sejarahnya setidak-tidaknya ada dua factor penting yang melatarbelakangi kemunculan madrasah, yaitu; pertama, adanya pandangan yang mengatakan bahwa system pendidikan Islam tradisional dirasakan kurang bisa memenuhi kebutuhan pragmatis masyarakat; kedua, adanya kekhawatiran atas cepatnya perkembangan persekolahan Belanda yang akan menimbulkan pemikir sekuler di masyarakat. Untuk menyeimbangkan perkembangan sekularisme, maka masyarakat Muslim-terutama para reformist-berusaha melakukan reformasi melalui upaya pengembangan pendidikan dan pemberdayaan madrasah.
Kata “madrasah” adalah ism makan dari kata: darasa-yadrusu wa durusan wa dirasatan, yang berarti: terhapus, hilang bekasnya, menghapus, menjadikan usang, melatih, mempelajari (al-munjid, 1986). Dilihat dari pengertian ini, maka madrasah berarti merupakan tempat untuk mencerdaskanpara peserta didik, menghilangkan ketidaktahuan atau memberantas kebodohan mereka, serta melatih ketrampilan mereka sesuai dengan bakat, minat dan kemampuannya. Pengetahuan dan ketrampilan seseorang akan cepat using selaras dengn percepatan kemajuan iptek dan perkembangan zaman, sehingga madrasah pada dasarnya sebagai wahana untuk mengembangkan kepekaan intelektual dan informasi, serta memperbaharui pengetahuan, sikap dan ketrampilan secara berkelajutan, agar tetap up to date dan tidak cepat usang.[5]
Madrasah pada dasarnya merupakan :
1.     lembaga pendidikan yang berbasis masyarakat, yakni menyelenggarakan pendidikan berdasarkan kekhasan agama Islam serta social, budaya , aspirasi dan potensi masyarkat Islam.
2.     Pendidikan umum, yakni merupakan pendidikan dasar dan menengah yang mengutamakan perluasan pengetahuan yang diperlukan oleh peserta didik untuk melanjutkan pendidikan kejenjang lebih tinggi, atau untuk hidup dimasyarakat.
3.     Pendidikan keagamaan, yakni merupakan pendidikan dasar dan menengah yang mempersiapkan peserta didik untuk dapat menjalankan peranan yang menuntut penguasaan dan pengamalan nilai-nilai dan ajaran agama Islam.
Dalam realitas sejarahnya, madrasah tumbuh dan berkembang dari, oleh dan untuk masyarakat Islam itu sendiri, sehingga sebenarnya sudah jauh lebih dahulu menerapkan konsep pendidikan berbasis masyarakat (community based education).
Faktor-faktor yang dihadapi oleh madrasah antara lain :
1.     profesionalitas dalam menejemen madrsaha, serta belum banyak didukung oleh sumber daya internal, baik dalam pengembangan program pendidikan, system pembelajaran, sumber daya manusia, sumber dana maupun fasilitas yang memadai.
2.     Masyarakat agaknya kurang memiliki kebebasan untuk mengelola dengan caranya sendiri, karena hamper semua hal yang berkaitan dengan pendidikan sudah ditentukan oleh pemegang otoritas pendidikan.
Sebagai dampak selanjutnya adalah setidak-tidaknya ada empat masalah utama yang sedang dihadapi madrasah pada umumnya, yaitu:
1.     Masalah identitas diri madrasah, sehingga program pengembangannya sering kurang jelas dan terarah;
2.     Masalah jenis pndidikan yang dipilih sebagai alternative dasar yang akan dikelola untuk menciptakan satu system pendidikan yang masih memiliki titik tekan keagamaan IMTAQ, tetapi IPTEKS tetap diberi porsi seimbang sebagai basis mengantisipasi perkembangan masyarakat yang semakin global;
3.     Semakin langkanya generasi Muslim yang mampu menguasai ajaran Islam, baik secara kuantitatif maupun kualitatif.
4.     Masalah sumber daya internal yang ada dan pemanfaatannya bgi pengembangan madrasah sendiri di masa depan.[6]
Keempat masalah tersebut intinya terkait dengan aspek manajeriah, yakni manajemen pengembangan madrasah yang belum banyak bertolak dari visi dan misi serta tujuan dan sasaran yang jelas, sehinggapengelolaannya sering kurang terarah dan bahkan meninggalkan identitas madrasah sendiri.
C.   Pengembangan Kurikulum Madrasah
Kurikulum merupakan salah satu komponen penting dalam system pendidikan nasional. Kurikulum berfungsi sebagai seperangkat rencana dan pengaturan mengenai kemampuan dan hasil belajar serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran. Kurikulum diperlukan untuk membantu guru dalam mengembangkan pengetahuan, sikap, nilai, dan ketrampilan dari berbagai bahan kajian dan pelajaran yang diperoleh oleh siswa sesuai dengan jenjang dan satuan pendidikannya.
Pengembangan kurikulum menggunakan pendekatan manajemen. Hal tersebut didasari oleh kenyataan bahwa pengembangan kurikulum merupakan suatu proses penentuan cara mengonstruksi kurikulum, siapa yang mengelola, dan siapa yang bertanggung jawab. Pengembangan kurikulum dengan pendekatan manajemen ini dapat menghasilkan kurikulum yang berstandar tinggi.[7]
Pengembangan kurikulum mengandung arti perubahan, pergantian, atau modifikasi terhadap susunan yang ada.
Karakteristik pengembangan:
1.     Perubahan harus bermanfaat dalam arti bahwa perubahan harus sengaja dan mempunyai arah untuk mencapai target dan tujuan tertentu.
2.     Perubahan harus direncanakan dalam arti bahwa perubahan harus merupakan rangkaian langkah-langkah sistematis dan berurutan yang menuju target dan dilksanakan dalam periode waktu tertentu.
3.     Perubahan harus progresif dalam arti bahwa perubahan harus secara positif membawa perbaikan di masa yang akan datang.[8]
Prosedur pengembangan kurikulum
Dalam pengembangan kurikulum berbasis kompetensi di madrasah dilakukan melalui prosedur berikut:
1.     Merumuskan kompetensi lulusan madrasah dengan cara mengkaji sebagai penjabaran dari tujuan nasional dan tujuan pendidikan nasional.
2.     Menyerap pandangan yang berkembang dalam masyarakat tentang harapan mereka terhadap perkembangan madrasah dan lulusannya.
3.     Penentuan susunan mata pelajaran dan perkiraan alokasi waktu masing-masing mata pelajaran dalam satu minggu efektif dan di kelas berupa mata pelajaran tertentu diajarkan.
4.     Identifikasi dan penyusunan kompetensi lulusan madrasah sebagai elaborasi dan penajaman dari visi, misi, dan tujuan institusional madrasah dalam hal kemampuan, ketrampilan, pengetahuan, sikap, dan perilaku yang diharapkan untuk memiliki lulusan. Disini dapat digambarkan profil lulusan madrasah.
5.     Kompetensi rumpun mata pelajaran dan atau mata pelajaran disusun sesuai dengan fungsi dan hakikat mata pelajaran masing-masing yang secara hierarkis berfungsi menopang pencapaian kompetensi lulusan.
6.     Identifikasi kompetensi dasar mata pelajaran serta konteks yang diperlukan masing-masing materi pokok dalam bentuk konsep, prinsip, prosedur, dan kegitan atau pembiasaan yang esensial dari masing-masing pelajaran dan berfungsi sebagai substansi mata pelajaran dan sekaligus wahana untuk mencapai kompetensi mata pelajaran yang bersangkutan.
7.     Pembelajaran pada prinsipnya diarahkan agar berpusat pada siswa dan menciptakan situasi belajar yang kondusif agar pembelajran dapat mengaktifkan siswa dan sesuai dengan kekhasan materi yang dipelajari serta sesuai dengan kondusi lingkungan sekitar.
8.     Penilaian perlu dilakukan secara terus-menerus dan berkesinambungan guna memperoleh informasi tentang kemajuan kompetensi dan hasil belajar siswa pada setip tahap pembelajarannya.
9.     Untuk memberikan panduan tentang ruang lingkup penilaian disusun indicator penilaian setiap mata pelajaran.[9]
Proses pengembangan krikulum
1.     Visi yang dicanangkan
Yakni pernyataan tentang cita-cita atau harapan-harapan yang ingin dicapai oleh suatu lembaga pendidikan dalam jangka panjang.
2.     Kebutuhan stakeholders (siswa, masyarakat, pengguna lulusan), dan kebutuhan masyarakat.
3.     Hasil evaluasi kurikulum sebelumnya dan tuntutan perkembangan iptek dan zaman.
4.     Pandangan-pandangan para pakar dengan berbagai latar belakangnya.
5.     Etos belajar sepanjang hayat, melek social, ekonomi, politik, budaya dan teknologi
Struktur kurikulum madrasah
Struktur kurikulum madrasah memuat jenis-jenis mata pelajaran dan penjatahan waktu yang dialokasikan bagi setiap mata pelajaran sebagaimana terdapat dalam struktur kurikulum madrasah masing-masing.
Rasional penyusunan
Dalam menyusun susunan program kurikulum dipertimbangkan hal-hal sebagai berikut:
1.     Nama mata pelajaran agama dan bahasa arab pada tingkat Madrasah Ibtidaiyah, Tsanawiyah, Aliyah dan Madrasah Aliyah Program Studi Ilmu Keislaman tidak mengalami perubahan.
2.     Dihindarkan jumlah jam tatap muka yang hanya satu jam pelajaran. Jumlah jam alokasi waktu per minggu untuk mata pelajaran umum ditetapkan sma dengan jumlah jam alokasi waktu mata pelajaran umum di sekolah umum.
3.     Mata pelajaran bahasa arab untuk semua tingkatan ditetapkan sekurang-kurangnya 4 jam pelajaran, mata pelajaran Aqidah akhlaq untuk tingkat Ibtidaiyah lebih menentukan pada pembiasaan penggunaan kalimat tayibah. Mata Pelajaran Fiqh pada tingkat Madrasah Ibtidaiyah lebih menekankan pada Fiqh ibadah, sedangkan pada tingkat Aliyah diberikan fiqh Muqarram.
4.     Dalam kurikulum madrasah menggunakan system semester dan ditetapkan tingkat kelas yang berkelanjutan.
5.     Madrasah menggunakan system guru mata pelajaran, kecuali kelas 1 dan 2 MI yang menggunakan system guru kelas.[10]
Pelaksanaan kurikulum
Pelaksanaan kurikulum diawali dengan penyusunan silabus kurikulum dari setiap mata pelajaran oleh guru mata pelajaran yang bersangkutan, atau oleh kelompok guru mata pelajran sejenis dalam koordinasi kepala sekolah atau Kandepag setempat.
Pelaksaan kurikulum tersebut diwujudkan dalam sejumlah kegiatan terpadu dan terkoordinasi dalam sejumlah langkah-langkah kegiatan baik dalam kegiatan intra kurikuler maupun ekstra kurikuler, yaitu antara lain :
1.     Kegiatan tatap muka
2.     Kegiatan pembiasaan dan pendidikan akhlak
3.     Tadarus Al-Qur’an
4.     Kegiatan ibadah sekolah
5.     Kegiatan ekstrakurikuler
6.     Kegiatan perpustakaan
7.     Dan kegiatan lain-lain yang dapat diprogramkan oleh sekolah, seperti laboratorium dan program computer dalam rangka tugas pendidikan di sekolah.[11]
Penutup
Melihat pembahasan diatas, kita bisa mengambil kesimpulan bahwa Madrasah mempunyai andil besar dalam mengatasi masalah social yang ada sekarang ini, maka dari itu Madrasah dituntut untuk meningkatkan keberadaan dan konsistennya dengan mengembangkan kurikulum yang ada, hingga sesuai dan layak untuk menjawab masalah dan mengatasi problema yang ada.
Referensi :
Rahmayulis, Prof, DR, Ilmu Pendidikan Islam, Kalam Mulia, Jakarta, 2002.
Racman Shaleh, Abdul, Madrasah Dan Pendidikan Anak Bangsa, Rajawali Pres, Jakarta, 2004
Prof. Dr.H. Muhaimin, MA, Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2005




[1] Prof. Dr.H. Muhaimin, MA, Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2005
[2] Rahmayulis, Prof, DR, Ilmu Pendidikan Islam, Kalam Mulia, Jakarta, 2002.
[3] Ibid, hal 2
[4] Ibid, hal 11
[5] Ibid, hal 183
[6] Ibid, 189
[7] Racman Shaleh, Abdul, Madrasah Dan Pendidikan Anak Bangsa, Rajawali Pres, Jakarta, 2004
[8] Ibid

[9] ibid
[10] ibid
[11] ibid

No comments:

Post a Comment