PENGEMBANGAN KURIKULUM DI MADRASAH DINIYAH
Pendahuluan
Sayyed Hossein Nasr dalm bukunya Islam and the Challenge of the 21
Century, mengemukakan sejumlah tantangan yang dihadapi oleh Dunia Islam pada
abad ke-21, yaitu (1)krisis lingkungan; (2) tantangan social; (3) post
modernism; (4) sekularasi kehidupan; (5) krisis ilmu pengetahuan dan teknologi;
(6) penestrasi nilai-nilai non islam; (7) citra islam; (8) sikap terhadap
peradaban islam; (9) feminism; (10) hak asasi manusia; dan (11) tantangan
internal.
Dilain pihak, Sachiko Murata dan William Chittik, dua guru besar di
State University of New York, mengemukakan bahwa obat untuk mengatasi berbagai
problem masyarakat adalah to return to God through religion.[1]
Jika mencermati pernyataan-pernyataan yang dikemukakan oleh ketiga
pemikir dan ilmuwan tersebut, bahwa sebagai obat untuk mengatasi berbagai
problem masyarakat, seperti kelaparan, penyakit, penindasan, polusi dan
berbagai penyakit social lainnya adalah kembali kepada Tuhan melalui agama,
maka masih sangat actual untuk menjadikan madrasah sebagai wahana untuk membina
ruh dan praktik hidup keislaman.
Maka dari itu, kurikulum madrasah saat ini menghadapi tantangan
yang hebat untuk mengatasi masalah pada masa ini, madrasah dituntut untuk
mengembangkan dan meningkatkan kurikulum yang ada sekarang ini.
Pembahasan
Sebelum kita membahas perkembangan kurikulum di Madrasah, kita
perlu mengetahui beberapa istilah yang ada dalam pembahasan ini
A.
Kurikulum
Kata “kurikulum” berasal dari bahasa Yunani yang semula digunakan dalam
bidang olahraga, yaitu currere yang berarti jarak tempuh lari, yakni jarak yang
harus ditempuh dalam kegiatan berlari mulai dari start hingga finish.
Pengertian ini kemudia diterapkan dalam bidang pendidikan. Dalam bahasa Arab,
istilah “Kurikulum” diartikan dengan Manhaj, yakni jalan yang terang, atau
jalan terang yang dilalui oleh pendidik/guru dengan peserta didik untuk
mengembangkan pengetahuan, ketrampilan dan sikap serta nilai-nilai. Al-Khauly
(1981) menjelaskan al-manhaj sebagai seperangkat rencana dan media untuk
mengantarkan lembaga pendidikan dalam mewujudkan tujuan pendidikan yang
diinginkan.
Pengertian yang lama tentang kurikulum lebih menekankan pada isi
pelajaran atau mta kuliah, dalam arti sejumlah mata pelajaran atau mata kuliah
di sekolah atau perguruan tinggi, yang harus ditempuh untuk mencapai suatu
ijazah atau tingkat, juga keseluruhan pelajaran yang disajikan oleh suatu
lembaga pendidikan (Nasution, 1982).
Pengertian
kurikulum menurut fungsinya
1.
Kurikulum
sebagai program studi.
Pengertiannya adalah seperangkat mata pelajaran yang mampu
dipelajari oleh peserta didik di sekolah atau di instansi pendidikan lainnya.
2.
Kurikulum
sebagai konten.
Pengertiannya adalah data atau informasi yang tertera dalam
buku-buku kelas tanpa dilengkapi dengan data atau informasi lainnya yang
memungkinkan timbulnya belajar.
3.
Kurikulum
sebagai kegiatan berencana.
Pengertiannya adalah kegiatan yang direncanakan tentang hal-hal
yang akan diajarkan dan dengan cara bagaimana hal itu dapat diajarkan dengan
hasil yang baik.
4.
Kurikulum
sebagai hasil belajar.
Pengertiannya adalah seperangkat tujuan yang utuh untuk memperoleh
suatu hasil tertentu tanpa menspesifikasikan cara-cara yang dituju untuk
memperoleh hasil-hasil itu, atau seperangkat hasil belajar yang direncanakan dan
diinginkan.
5.
Kurikulum
sebagai reproduksi cultural.
Pengertiannya adalah transfer dan refleksi butir-butir kebudayaan
masyarakat, agar dimiliki dan dipahami anak-anak generasi muda masyarakat
tersebut.
6.
Kurikulum
sebagai pengalaman belajar.
Pengertiannya adalah keseluruhan pengalaman belajar yang
direncanakan di bawah pimpinan sekolah.
7.
Kurikulum
sebagai produksi.
Pengertiannya
adalah seperangkat tugas yang harus dilakukan untuk mencapai hasil yang
ditetapkan terlebih dahulu.[2]
Sedangkan definisi yang tercantum dalam UU Sisdiknas Nomor 2/1989,
dikembangkan kea rah seperangkat renana dang pengaturan mengenai tujuan, isi,
dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan
kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. Dengan
demikian, ada tiga komponen yang termuat dalam kurikulum, yaitu tujuan, isi dan
bahan pelajaran, serta pembelajaran, baik yang berupa strategi pembelajaran
maupun evaluasinya.[3]
Fungsi
kurikulum
1.
Bagi madrasah
yang bersangkutan :
a.
Sebagai alat
untuk mencapai tujuan pendidikan agama Islam yang diinginkan atau standar
kompetensi.
b.
Pedoman untuk
mengatur kegiatan-kegiatan pendidikan agama Islam di madrasah.
2.
Bagi madrasah
di atasnya:
a.
Melakukan
penyesuaian
b.
Menghindari
keterulangan sehingga boros waktu
c.
Menjaga
kesinambungan.
3.
Bagi
masyarakat:
a.
Masyarakat
sebagai pengguna lulusan, sehingga madrasah harus mengetahui hal-hal yang
menjadi kebutuhan masyarakat.
b.
Adanya
kerjasama yang harmonis dalam hal pembenahan dan pengembangan kurikulum.[4]
B.
Madrasah
Dilihat dari sejarahnya setidak-tidaknya ada dua factor penting
yang melatarbelakangi kemunculan madrasah, yaitu; pertama, adanya pandangan
yang mengatakan bahwa system pendidikan Islam tradisional dirasakan kurang bisa
memenuhi kebutuhan pragmatis masyarakat; kedua, adanya kekhawatiran atas
cepatnya perkembangan persekolahan Belanda yang akan menimbulkan pemikir
sekuler di masyarakat. Untuk menyeimbangkan perkembangan sekularisme, maka
masyarakat Muslim-terutama para reformist-berusaha melakukan reformasi melalui
upaya pengembangan pendidikan dan pemberdayaan madrasah.
Kata “madrasah” adalah ism makan dari kata: darasa-yadrusu wa
durusan wa dirasatan, yang berarti: terhapus, hilang bekasnya, menghapus,
menjadikan usang, melatih, mempelajari (al-munjid, 1986). Dilihat dari
pengertian ini, maka madrasah berarti merupakan tempat untuk mencerdaskanpara
peserta didik, menghilangkan ketidaktahuan atau memberantas kebodohan mereka,
serta melatih ketrampilan mereka sesuai dengan bakat, minat dan kemampuannya.
Pengetahuan dan ketrampilan seseorang akan cepat using selaras dengn percepatan
kemajuan iptek dan perkembangan zaman, sehingga madrasah pada dasarnya sebagai
wahana untuk mengembangkan kepekaan intelektual dan informasi, serta
memperbaharui pengetahuan, sikap dan ketrampilan secara berkelajutan, agar
tetap up to date dan tidak cepat usang.[5]
Madrasah
pada dasarnya merupakan :
1.
lembaga
pendidikan yang berbasis masyarakat, yakni menyelenggarakan pendidikan
berdasarkan kekhasan agama Islam serta social, budaya , aspirasi dan potensi
masyarkat Islam.
2.
Pendidikan
umum, yakni merupakan pendidikan dasar dan menengah yang mengutamakan perluasan
pengetahuan yang diperlukan oleh peserta didik untuk melanjutkan pendidikan
kejenjang lebih tinggi, atau untuk hidup dimasyarakat.
3.
Pendidikan keagamaan,
yakni merupakan pendidikan dasar dan menengah yang mempersiapkan peserta didik
untuk dapat menjalankan peranan yang menuntut penguasaan dan pengamalan
nilai-nilai dan ajaran agama Islam.
Dalam realitas sejarahnya, madrasah tumbuh dan berkembang dari,
oleh dan untuk masyarakat Islam itu sendiri, sehingga sebenarnya sudah jauh
lebih dahulu menerapkan konsep pendidikan berbasis masyarakat (community based
education).
Faktor-faktor
yang dihadapi oleh madrasah antara lain :
1.
profesionalitas
dalam menejemen madrsaha, serta belum banyak didukung oleh sumber daya
internal, baik dalam pengembangan program pendidikan, system pembelajaran,
sumber daya manusia, sumber dana maupun fasilitas yang memadai.
2.
Masyarakat
agaknya kurang memiliki kebebasan untuk mengelola dengan caranya sendiri,
karena hamper semua hal yang berkaitan dengan pendidikan sudah ditentukan oleh
pemegang otoritas pendidikan.
Sebagai dampak selanjutnya adalah setidak-tidaknya ada empat
masalah utama yang sedang dihadapi madrasah pada umumnya, yaitu:
1.
Masalah
identitas diri madrasah, sehingga program pengembangannya sering kurang jelas
dan terarah;
2.
Masalah jenis
pndidikan yang dipilih sebagai alternative dasar yang akan dikelola untuk
menciptakan satu system pendidikan yang masih memiliki titik tekan keagamaan
IMTAQ, tetapi IPTEKS tetap diberi porsi seimbang sebagai basis mengantisipasi
perkembangan masyarakat yang semakin global;
3.
Semakin
langkanya generasi Muslim yang mampu menguasai ajaran Islam, baik secara
kuantitatif maupun kualitatif.
4.
Masalah sumber
daya internal yang ada dan pemanfaatannya bgi pengembangan madrasah sendiri di
masa depan.[6]
Keempat masalah tersebut intinya terkait dengan aspek manajeriah,
yakni manajemen pengembangan madrasah yang belum banyak bertolak dari visi dan
misi serta tujuan dan sasaran yang jelas, sehinggapengelolaannya sering kurang
terarah dan bahkan meninggalkan identitas madrasah sendiri.
C.
Pengembangan Kurikulum
Madrasah
Kurikulum merupakan salah satu komponen penting dalam system
pendidikan nasional. Kurikulum berfungsi sebagai seperangkat rencana dan
pengaturan mengenai kemampuan dan hasil belajar serta cara yang digunakan
sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran. Kurikulum diperlukan
untuk membantu guru dalam mengembangkan pengetahuan, sikap, nilai, dan
ketrampilan dari berbagai bahan kajian dan pelajaran yang diperoleh oleh siswa
sesuai dengan jenjang dan satuan pendidikannya.
Pengembangan kurikulum menggunakan pendekatan manajemen. Hal
tersebut didasari oleh kenyataan bahwa pengembangan kurikulum merupakan suatu
proses penentuan cara mengonstruksi kurikulum, siapa yang mengelola, dan siapa
yang bertanggung jawab. Pengembangan kurikulum dengan pendekatan manajemen ini
dapat menghasilkan kurikulum yang berstandar tinggi.[7]
Pengembangan kurikulum mengandung arti perubahan, pergantian, atau
modifikasi terhadap susunan yang ada.
Karakteristik
pengembangan:
1.
Perubahan harus
bermanfaat dalam arti bahwa perubahan harus sengaja dan mempunyai arah untuk
mencapai target dan tujuan tertentu.
2.
Perubahan harus
direncanakan dalam arti bahwa perubahan harus merupakan rangkaian
langkah-langkah sistematis dan berurutan yang menuju target dan dilksanakan
dalam periode waktu tertentu.
3.
Perubahan harus
progresif dalam arti bahwa perubahan harus secara positif membawa perbaikan di
masa yang akan datang.[8]
Prosedur pengembangan kurikulum
Dalam pengembangan kurikulum berbasis kompetensi di madrasah
dilakukan melalui prosedur berikut:
1.
Merumuskan
kompetensi lulusan madrasah dengan cara mengkaji sebagai penjabaran dari tujuan
nasional dan tujuan pendidikan nasional.
2.
Menyerap
pandangan yang berkembang dalam masyarakat tentang harapan mereka terhadap
perkembangan madrasah dan lulusannya.
3.
Penentuan
susunan mata pelajaran dan perkiraan alokasi waktu masing-masing mata pelajaran
dalam satu minggu efektif dan di kelas berupa mata pelajaran tertentu
diajarkan.
4.
Identifikasi
dan penyusunan kompetensi lulusan madrasah sebagai elaborasi dan penajaman dari
visi, misi, dan tujuan institusional madrasah dalam hal kemampuan, ketrampilan,
pengetahuan, sikap, dan perilaku yang diharapkan untuk memiliki lulusan. Disini
dapat digambarkan profil lulusan madrasah.
5.
Kompetensi
rumpun mata pelajaran dan atau mata pelajaran disusun sesuai dengan fungsi dan
hakikat mata pelajaran masing-masing yang secara hierarkis berfungsi menopang
pencapaian kompetensi lulusan.
6.
Identifikasi
kompetensi dasar mata pelajaran serta konteks yang diperlukan masing-masing
materi pokok dalam bentuk konsep, prinsip, prosedur, dan kegitan atau
pembiasaan yang esensial dari masing-masing pelajaran dan berfungsi sebagai
substansi mata pelajaran dan sekaligus wahana untuk mencapai kompetensi mata
pelajaran yang bersangkutan.
7.
Pembelajaran
pada prinsipnya diarahkan agar berpusat pada siswa dan menciptakan situasi
belajar yang kondusif agar pembelajran dapat mengaktifkan siswa dan sesuai
dengan kekhasan materi yang dipelajari serta sesuai dengan kondusi lingkungan
sekitar.
8.
Penilaian perlu
dilakukan secara terus-menerus dan berkesinambungan guna memperoleh informasi
tentang kemajuan kompetensi dan hasil belajar siswa pada setip tahap
pembelajarannya.
9.
Untuk
memberikan panduan tentang ruang lingkup penilaian disusun indicator penilaian
setiap mata pelajaran.[9]
Proses
pengembangan krikulum
1.
Visi yang
dicanangkan
Yakni pernyataan tentang cita-cita atau harapan-harapan yang ingin
dicapai oleh suatu lembaga pendidikan dalam jangka panjang.
2.
Kebutuhan
stakeholders (siswa, masyarakat, pengguna lulusan), dan kebutuhan masyarakat.
3.
Hasil evaluasi
kurikulum sebelumnya dan tuntutan perkembangan iptek dan zaman.
4.
Pandangan-pandangan
para pakar dengan berbagai latar belakangnya.
5.
Etos belajar
sepanjang hayat, melek social, ekonomi, politik, budaya dan teknologi
Struktur
kurikulum madrasah
Struktur kurikulum madrasah memuat jenis-jenis mata pelajaran dan
penjatahan waktu yang dialokasikan bagi setiap mata pelajaran sebagaimana
terdapat dalam struktur kurikulum madrasah masing-masing.
Rasional
penyusunan
Dalam menyusun susunan program kurikulum dipertimbangkan hal-hal
sebagai berikut:
1.
Nama mata
pelajaran agama dan bahasa arab pada tingkat Madrasah Ibtidaiyah, Tsanawiyah,
Aliyah dan Madrasah Aliyah Program Studi Ilmu Keislaman tidak mengalami
perubahan.
2.
Dihindarkan
jumlah jam tatap muka yang hanya satu jam pelajaran. Jumlah jam alokasi waktu
per minggu untuk mata pelajaran umum ditetapkan sma dengan jumlah jam alokasi
waktu mata pelajaran umum di sekolah umum.
3.
Mata pelajaran
bahasa arab untuk semua tingkatan ditetapkan sekurang-kurangnya 4 jam
pelajaran, mata pelajaran Aqidah akhlaq untuk tingkat Ibtidaiyah lebih menentukan
pada pembiasaan penggunaan kalimat tayibah. Mata Pelajaran Fiqh pada tingkat
Madrasah Ibtidaiyah lebih menekankan pada Fiqh ibadah, sedangkan pada tingkat
Aliyah diberikan fiqh Muqarram.
4.
Dalam kurikulum
madrasah menggunakan system semester dan ditetapkan tingkat kelas yang
berkelanjutan.
5.
Madrasah
menggunakan system guru mata pelajaran, kecuali kelas 1 dan 2 MI yang
menggunakan system guru kelas.[10]
Pelaksanaan
kurikulum
Pelaksanaan kurikulum diawali dengan penyusunan silabus kurikulum
dari setiap mata pelajaran oleh guru mata pelajaran yang bersangkutan, atau
oleh kelompok guru mata pelajran sejenis dalam koordinasi kepala sekolah atau Kandepag
setempat.
Pelaksaan kurikulum tersebut diwujudkan dalam sejumlah kegiatan
terpadu dan terkoordinasi dalam sejumlah langkah-langkah kegiatan baik dalam
kegiatan intra kurikuler maupun ekstra kurikuler, yaitu antara lain :
1.
Kegiatan tatap
muka
2.
Kegiatan
pembiasaan dan pendidikan akhlak
3.
Tadarus
Al-Qur’an
4.
Kegiatan ibadah
sekolah
5.
Kegiatan
ekstrakurikuler
6.
Kegiatan
perpustakaan
7.
Dan kegiatan
lain-lain yang dapat diprogramkan oleh sekolah, seperti laboratorium dan
program computer dalam rangka tugas pendidikan di sekolah.[11]
Penutup
Melihat pembahasan diatas, kita bisa mengambil kesimpulan bahwa
Madrasah mempunyai andil besar dalam mengatasi masalah social yang ada sekarang
ini, maka dari itu Madrasah dituntut untuk meningkatkan keberadaan dan
konsistennya dengan mengembangkan kurikulum yang ada, hingga sesuai dan layak
untuk menjawab masalah dan mengatasi problema yang ada.
Referensi
:
Rahmayulis,
Prof, DR, Ilmu Pendidikan Islam, Kalam Mulia, Jakarta, 2002.
Racman Shaleh, Abdul, Madrasah Dan Pendidikan Anak Bangsa, Rajawali
Pres, Jakarta, 2004
Prof. Dr.H. Muhaimin, MA, Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama
Islam, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2005
[1]
Prof. Dr.H. Muhaimin, MA, Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam, PT.
Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2005
[2]
Rahmayulis, Prof, DR, Ilmu Pendidikan Islam, Kalam Mulia, Jakarta, 2002.
[3]
Ibid, hal 2
[4]
Ibid, hal 11
[5]
Ibid, hal 183
[6]
Ibid, 189
[7]
Racman Shaleh, Abdul, Madrasah Dan Pendidikan Anak Bangsa, Rajawali Pres,
Jakarta, 2004
[8]
Ibid
[9]
ibid
[10]
ibid
[11]
ibid
No comments:
Post a Comment