SISTEM
PENDEKATAN PENDIDIKAN ISLAM
Review Buku
Pendidikan dapat dilihat dalam dua sisi yaitu pendidikan
sebagai praktik dan pendidikan sebagai teori. Pendidikan sebagai praktik yakni
seperangkat kegiatan atau aktivitas yang dapat diamati dan disadari dengan
tujuan untuk membantu pihak lain atau peserta didik agar memperoleh perubahan
perilaku. Sementara pendidikan sebagai teori yaitu seperangkat pengetahuan yang
telah tersusun secara sistematis yang berfungsi untuk menjelaskan,
menggambarkan, meramalkan dan mengontrol berbagai gejala dan peristiwa
pendidikan, baik yang bersumber dari pengalaman-pengalaman pendidikan (empiris)
maupun hasil perenungan-perenungan yang mendalam untuk melihat makna pendidikan
dalam konteks yang lebih luas.
Diantara keduanya memiliki keterkaitan dan tidak bisa dipisahkan. Praktik
pendidikan seyogyanya berlandaskan pada teori pendidikan. Demikian pula,
teori-teori pendidikan seyogyanya bercermin dari praktik pendidikan. Perubahan
yang terjadi dalam praktik pendidikan dapat mengimbas pada teori pendidikan.
Sebaliknya, perubahan dalam teori pendidikan pun dapat mengimbas pada praktik
pendidikan.
Antara
system, pendekatan, pendidikan, dan Islam.
Sistem adalah suatu keseluruhan yang bulat yang tersusun secara
sistematis dari bagan-bagan yang terpisah bekerja bersama untuk mencapai hasil
atau tujuan yang diinginkan berdasarkan kebutuhan.
Sistem pendekatan adalah suatu proses untuk mengidentifikasi kebutuhan,
menyeleksi masalah, menemukan persyaratan untuk memilih alternatif pemecahan
masalah, mendapatkan metode-metode dan alat-alat serta mengimplementasikan
untuk dievaluasi. Melakukan revisi kebutuhan-kebutuhan dapat dipenuhi dengan
sebaik mungkin.[1]
Pendidikan diartikan sebagai perbuatan ataupun cara mendidik. Dan
menggunakan kata “tarbiyah” sebagai bahasa Arabnya. Muhammad Al Naquib Al-Attas
menentang penggunaan kata “tarbiyah” dalam arti pendidikan, karena terkait dari
pemikiran modernis. Pendidikan dalam bahasa Inggris disebut dengan Educare,
yang berarti mengembangkan hanya untuk spesies hewan dan tidak terbatas untuk
yang berakal. Penggunaan istilah tarbiyyah tidak tepat dengan struktur sematik
system konseptual Al Qur’an, maka ia berargumen, apabila tarbiyah berarti
mempengaruhi, memelihara, membuat, menjadikan bertambah dalam pertumbuhan,
membesarkan, memproduksi hasil yang sudah matang, dan menjinakkan. Maka tidak
digunakan untuk manusia, tapi spesies-spesies yang lainnya, seperti hewan,
tanaman, mineral. Istilah tarbiyah khusus untuk manusia saja bukan selainnya.
Jika hanya berpuncak kepada otoritas Al Qur’an, tidak mengandung unsur
intelegensi, pengetahuan, maka selayaknya menggunakan kata adab sebagai
arti pendidikan, yaitu pengenalan, pengakuan yang berangsur-angsur ditanamkan
dalam diri manusia, mencakup bimbingan, pengalaman dan lain sebagainya.
Setiap pendapat mempunyai argumen yang kuat. Kelihatannya Al-Attas ingin
menggunakan istilah tersebut lebih spesifik. Abdurrahman An-Nahlawi mengatakan
arti tarbiyah menjadi tiga. Pertama raba yarbu, artinya bertambah dan
berkembang (Qs. Arrum 30-39). Kedua, rabba yarba, artinya tumbuh
berkembang. Ketiga, rabba yarbuu, berarti memperbaiki, mengurusi
kepentingan, mengatur, menjaga, dan memperhatikan.
Sedangkan arti pendidikan menurut istilah, Ki Hajar Dewantara mengatakan,
bahwa pendidikan sebagai daya upaya
untuk memajukan pertumbuhan budi pekerti (kekuatan batin, karakter), pikiran
dan tubuh anak, agar dapat memajukan kesempurnaan hidup.
Islam berarti aslama yuslimu islaman, yaitu sentosa dan selamat.
Kemudian menjadi agama yang diturunkan kepada Nabi Muhammad. Islam sebagai
agama yang komprehensif, yang sifatnya memberikan keselamatan di dunia dan di
akherat.
Maka Pendidikan Islam adalah pendidikan yang berdasarkan ajaran Islam,
ataupun upaya membimbing, mengarahkan, membina peserta didik yang dilakukan
secara sadar dan terencana, agar terbina suatu kepribadian utama sesuai dengan
nilai ajaran Islam. [2]
Pendekatan
Pendidikan Islam mampu membentuk pengalaman ilmu pengetahuan..
Agar Adam mampu mengembangkan ilmu pengetahuannya lebih lanjut, Allah
mengajarkan kepadanya nama-nama benda yang ada di alam ini, sehingga Adam
beserta anak cucunya dapat memahami dan mengenal segala sesuatu yang diciptakan
Allah, serta membentuk pengalaman dan pengenalannya menjadi suatu ilmu
pengetahuan. Kemampuan yang diberikan Adam itu tidak diberikan Allah kepada
Malaikat yang semula menentang kehendak Allah terhadap penciptaan Adam sebagai
khalifah bumi. [3]
وعلم آدم الأسماء كلها ثم عرضهم على الملائكة فقال أنبئوني بأسماء هؤلاء إن
كنتم صادقين، قالوا سبحانك لا علم لنا إلا ما علمتنا إنك أنت العليم الحكيم.
Dan Allah mengajarkan semua
nama-nama benda kepada Adam secara keseluruhan, kemudian mengemukakannya kepada
para malaikat, lalu berfirman, “Sebutkanlah kepada Ku nama-nama benda itu jika
kamu memang orang yang benar. Mereka menjawab, Mahasuci Engkau, tidak ada yang
kami ketahui selain dari apa yang telah engkau ajarkan kepada kami,
sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.[4]
Salah satu pendidikan Islam dalam
mengembangkan ilmu dengan pendekatan individualis dan pendekatan-pendekatan
yang terkait dalam proses pelaksanaan pendidikan. Maka akan dipaparkan
pendekatan-pendekatan pendidikan Islam.
Al Qur’an dan hadist sebagai landasan filosofis
Pendidikan Islam
Dalam permasalahan kependidikan Islam yang berhadapan dengan tantangan
dan tuntutan hidup umat manusia yang semakin meningkat, nilai-nilai Islam tidak
dapat berfungsi secara aktual dan kontekstual dalam proses pengembangan
kehidupan di segala bidang tanpa ditransformasikan melalui proses kependidikan
dalam berbagai modelnya.
Agar proses transformasi nilai-nilai Islam itu berjalan konsisten kearah
tujuan pendidikan Islam, diperlukan suatu pedoman filosofis yang bersifat ideal
yang fleksibel dan konstektual dengan tuntutan kebutuhan manusia.[5]
Dasar dan tujuan filsafat pendidikan islam pada dasarnya identik dengan
dasar tujuan ajaran Islam itu sendiri. Keduanya berasal dari sumber yang sama, Al
Qur’an dan Hadist. Menurut Umar Muhammad Al Toumy al Syaibany, filsafat pendidikan
Islam sebagaimana filsafat pendidikan umum, adalah merupakan pedoman bagi
perancang dan orang-orang yang bekerja dalam bidang pendidikan dan pengajaran
Islam. Filsafat pendidikan Islam pada hakekatnya merupakan landasan dasar bagi
penyusunan suatu system pendidikan Islam. Pemikiran-pemikiran pendidikan Islam
menjadi pokok dasar bagi para ahli pendidikan Islam mengenai bagaimana system
pendidikan Islam yang dikehendaki dan sesuai dengan konsep ajaran Islam, yang
berhubungan dengan pendidikan.
Adapun tujuan pendidikan Islam itu harus sejalan dengan tujuan missi
Islam itu sendiri, yaitu mempertinggi nilai-nilai akhlaqul karimah. Tujuan
tersebut sangat relevan dengan tujuan yang terkandung dalam tugas kenabian yang
diemban oleh Rasulullah Muhammad saw. Dan suatu hadis dikatakan bahwa,
Sesungguhnya aku diutus adalah untuk membimbing manusia agar mencapai akhlaq
yang mulia.
Kemuliaan akhlak adalah factor kunci dalam menentukan keberhasilan
pendidikan, menurut pandangan Islam pendidikan berfungsi menyiapkan
manusia-manusia yang mampu menata kehidupan yang sejahtera di dunia dan di
akherat.[6]
Al Qur’an sebagai sumber inspirasi dan pandangan hidup universal,
memberikan dorongan bagi manusia untuk mengembangkan ilmu pengetahuan melalui
rasio (akal pikiran) sejauh mungkin pada dzat Allah yang tidak mungkin dicapai
dengan rasio. Rasio manusia yang digunakan untuk memperdalam dan memperluas
dimensi ilmu pengetahuannya tidak terlepas dari orientasi kepada Tuhannya,
karena ia menempatkan kekuasaan Allah di atas segalanya, termasuk kemampuan
manusia itu sendiri. Dengan orientasi demikian manusia tidak lagi bersikap
takabbur dengan kemampuan akal pikirannya.
Manusia yang menyadari bahwa dirinya adalah ciptaan Allah, dalam ikhtiyar
dan mencari dan mengembangkan ilmu pengetahuaannya, senantiasa ditujukkan untuk
beribadah dan berbakti kepadanya. Semakin bertambah ilmu pengetahuaanya,
semakin itu pula tebal keimanan kepada Tuhannya.[7]
Pendekatan filosofis yang memandang bahwa manusia adalah makhluk rasional
atau homo rationale, sehingga segala sesuatu yang menyangkut pengembangannya
didasarkan pada sejauh mana kemampuan berpikirnya dapat dikembangkan sampai
pada titik maksimal pengetahuannya.[8]
Sebagai contoh ayat-ayat Al Qur’an yang mendorong manusia untuk menggali
dan menguasai ilmu-ilmu pengetahuan berbagai bidang itu antara lain disebutkan
dalam Surat Ar rahman ayat 1-33 yang berhubungan dengan ilmu kelautan dan ilmu
teknologi ruang angkasa. Mengadakan eksplorasi tentang benda-benda angkasa luar
melalui akal pikirannya, seperti dicontohkan nabi Ibrahim dalam upaya mencari
Tuhan yang Hak, disebutkan dalam surah Al An’am ayat 79, penggalian dan
pemanfaatan logam besi dan baja serta tembaga yang dipraktekkan oleh Nabi Daud
disebutkan dalam surat Saba’ 10-31, dan banyak ayat-ayat yang lain yang
mengajak manusia menyelidiki dan menemukan ilmu-ilmu pengetahuan yang berguna
bagi hidup manusia di dunia.
Pendekatan
system pendidikan menunjukan berbagai kekuasaannya.
Pendekatan system merupakan kebiasaan dalam memandang benda atau
peristiwa dalam hidup sebagai system yang digunakan dalam memecahkan masalah
serta proses pemecahannya. Dalam melakukan system pendekatan diperlukan
pengetahuan tentang teori umum, filosofis, analisis.
Pendekatan system mendasarkan pada teori-teori umum system mulai dari
konsep sub system, hierarki system, entropi system, keadaan mantap system,
umpan balik. Konsep-konsep tersebut dapat mempermudah pembuatan rencana serta
program dan persiapan mengajar yang dibuat guru dan siswa.[9]
Dalam kehidupan jasmaniyah dan rohaniyyah manusia, Tuhan telah memberikan
suatu system bekerjanya organ-organ yang teratur dan berjalan koordinatif
antara satu organ dengan organ yang lain sebagai satu kesatuan yang utuh.
Kondisi yang bersifat sistematik dan mekanistik merupakan sunnatullah. Untuk
melangsungkan, menumbuhkan dan mengembangkan kehidupan manusia sebagai hamba
Allah yang paling mulia dan paling baik struktur kejadiannya diantara
makhluk-makhluk lainnya.
Dengan mencontoh system mekanisme bekerjanya semesta alam dan tubuh
manusia itu sendiri, para ilmuwan khususnya dalam bidang pendidikan, dapat
menciptakan model-model kehidupan social, penciptaan teknologi mesin, peralatan
perangkat lunak dan keras, bahkan pada system persenjataan keras.
Dalam berbagai ayat Al Qur’an, dapat kita temukan suatu system mekanisme
alam semesta, system kehidupan social dan system kehidupan individual.
Ayat-ayat yang menunjukan system gerakan benda-benda samawi di luar angkasa
ditunjukan dengan firman-firmannya, yang artinya,
Dan matahari berjalan di tempat peredarannya. Demikian ketetapan Allah
yang Mahaperkasa lagi Maha Mengetahui, dan Kami tetapkan bagi bulan
manzila-manzila, sehingga kembalilah dia ke bentuk tandan yang tua. Tidaklah
mungkin bagi matahari mendapatkan bulan dan malampun tidak dapat mendahului
siang. Dan masing-masing beredar pada garis peredarannya.[10]
Pendidikan Islam mempunyai sasaran
analisis seluruh kehidupan manusia sebagai makhluk social, individual, dan
religius, bila dibandingkan dengan makrokosmos merupakan model miniatur dari
system semesta alam yang tunduk kepada tertib gerakan dinamis yang serba sistematik
yang telah ditetapkan hukum-hukumnya, oleh Maha Pencipta.
Pendekatan
pedagogis dan psikologis menyadarkan manusia adalah makhluk Tuhan.
Pendekatan ini menuntut kita untuk
berpandangan bahwa manusia adalah makhluk Tuhan yang berada dalam proses
perkembangan dan pertumbuhan rohaniyah dan jasmaniyah yang memerlukan bimbingan
dan pengarahan melalui proses pendidikan.
Membimbing dan mengarahkan perkembangan
jiwa dan pertumbuhan jasmani dalam pengertian bahwa pendidikan tidak dapat
dipisahkan dari pengertian psikologis. Karena pekerjaan mendidik dan mengajar
manusia didasarkan atas tahap-tahap perkembangan psikologis di mana psikologi
telah banyak memerlukan studi secara khusus dari aspek-aspek kemampuan belajar
manusia.
Tanpa disadari dengan pandangan
psikologis, bimbingan dan pengarahan yang bernilai pedagogis tidak akan
menemukan sasaran yang tepat, yang berakibat pada pencapaian produk pendidikan
yang tidak tepat pula. Antara pedagogik dan psikologi saling mengembangkan dan
mengokohkan proses pengembangan akademiknya lebih lanjut, juga dalam proses
pencapaian tujuan pembudayaan manusia melalui proses kependidikan.[11]
Guru sebagai pembimbing, dituntuk untuk
mengadakan pendekatan bukan saja melalui pendekatan instruksional akan tetapi
dibarengi dengan pendekatan yang bersifat pribadi dalam proses belajar
mengajar. Dengan pendekatan pribadi semacam ini guru akan secara langsung
mengenal dan memahami murid-muridnya secara mendalam sehingga dapat memperoleh hasil
belajar yang optimal.
Dengan demikian, guru sebagai pembimbing
sekaligus berperan sebagai pembimbing dalam proses pendidikan dan pembelajaran.
Sebagai pembimbing dalam belajar mengajar diharapkan mampu untuk, memberikan
informasi yang diperlukan dalam proses belajar, membantu setiap siswa dalam
mengatasi masalah-masalah pribadi yang diharapkannya, mengevaluasi hasil setiap
langkah kegiatan yang dilakukannya, memberikan kesempatan yang memadai agar
setiap murid dapat belajar sesuai dengan karakteristik pribadinya. [12]
Allah telah menunjukan berbagai gejala
hambatan dan rintangan psikologis yang bermukim di dalam diri manusia, baik
yang bersifat pembawaan maupun karena pengaruh faktor eksternal.
Penyakit itu mula-mula timbul dari
kelemahan keyakinan mereka kepada kebenaran Nabi Muhammad saw. Keyakinan
kelemahan inilah yang menimbulkan kedengkian, iri hati, dan dendam kesumat
kepada nabi, agama Islam dan orang-orang Islam. Melalui ilmu jiwa, penyakit-penyakit
tersebut dapat diidentifikasikan untuk disembuhkan melalui upaya pendidikan.
Juga termasuk penyakit mental adalah sikap egosentris yang menggenjala dalam
bentuk verbal mencela, mengejek, merendahkan orang lain, takabbur, congkak,
sombong, tinggi hati, tidak menghargai martabat orang lain.
Kekuatan imanlah yang dapat menghilangkan
penyakit-penyakit mental tersebut, pendidikan Islam mengembangkan sumber utama
kekuatan mental spiritual yang mampu menangkal segala bentuk penyakit mental,
yaitu kekuatan iman yang benar berdasarkan tauhid kepada Allah swt.[13]
قد أفلح المؤمنون الذين هم في صلاتهم خاشعون، والذين هم
عن اللغو معرضون، والذين هم للزكاة فاعلون، والذين هم لفروجهم حافظون، إلا على
أزواجهم أو ما ملكت أيمانهم فإنهم غير ملومين.[14]
Ciri-ciri
mentalitas seperti tersebut di atas merupakan beberapa aspek mental positif
yang hendak dikembangkan oleh pendidikan Islam melalui proses-proses yang
direncanakan . Ciri-ciri keimanan dan ketakwaan kepada Allah, yang telah
tertanam kuat dalam jiwa manusia akan menjadi sumber rujukan semua perbuatan
manusia di masa dewasa.
Pendekatan agama sebagai sumber untuk menentukan
tujuan.
Pendekatan
religi yaitu suatu pendekatan untuk menyusun teori-teori pendidikan dengan
bersumber dan berlandaskan pada ajaran agama. Di dalamnya berisikan keyakinan
dan nilai-nilai tentang kehidupan yang dapat dijadikan sebagai sumber untuk
menentukan tujuan, metode bahkan sampai dengan jenis-jenis pendidikan.
Cara kerja
pendekatan religi berbeda dengan pendekatan sains maupun filsafat dimana cara
kerjanya bertumpukan sepenuhnya kepada akal atau ratio, dalam pendekatan
religi, titik tolaknya adalah keyakinan (keimanan). Pendekatan religi menuntut
orang meyakini dulu terhadap segala sesuatu yang diajarkan dalam agama, baru
kemudian mengerti, bukan sebaliknya.
Terkait dengan
teori pendidikan Islam, Ahmad Tafsir (1992) dalam bukunya “ Ilmu
Pendidikan dalam Persfektif Islam” mengemukakan dasar ilmu pendidikan Islam
yaitu Al-Quran, Hadis dan Akal. Al-Quran diletakkan sebagai dasar pertama dan
Hadis Rasulullah SAW sebagai dasar kedua. Sementara akal digunakan untuk
membuat aturan dan teknis yang tidak boleh bertentangan dengan kedua sumber
utamanya (Al-Qur’an dan Hadis), yang memang telah terjamin kebenarannya. Dengan
demikian, teori pendidikan Islam tidak merujuk pada aliran-aliran filsafat
buatan manusia, yang tidak terjamin tingkat kebenarannya.[15]
Secara prinsipil
Allah telah memberi petunjuk bagaimana agar manusia yang diciptakan sebagai makhluk
yang memiliki struktur psikis dan fisik yang paling sempurna dibandingkan
dengan makhluk-makhluk yang lainya. Manusia dapat berkembang ke pola kehidupan
yang bertakwa kepada khalik Nya. Tidak menyimpang ke jalan kehidupan yang
ingkar kepada Nya.
Allah hanya
memberi dua alternatif pilihan, yaitu jalan hidup yang benar atau jalan hidup
yang sesat untuk dipilih oleh manusia melalui pertimbangan akal pikirannya yang
dibantu oleh fungsi-fungsi psikologis yang lainnya.
Untuk mencapai
tujuan tersebut, Allah menganugerahkan kepada tiap diri manusia suatu kemampuan
dasar yang disebut fitah diniyah yang tetap tak berubah, yang dapat dipengaruhi
oleh pendidikan Islam. Bagaimana agar pengaruh pendidikan itu efektif
bergantung pada sikap, dan perilaku pendidik itu sendiri. Sikap dan perilaku
pendidik itu berpusat pada kelemahlembutan dan rasa kasih sayang. Dari sikap
ini akan timbul rasa dekat anak didik dengan pendidik. Apalagi disertai rasa
simpatik pendidik yang memanifestasikannya dengan cara memberi kemudahan dan
menggembirakan hari mereka bukan mempersulit atau menakut-nakuti sehingga
menimbulkan rasa antipatik.[16]
Sementara itu, Ahmad Tafsir merumuskan tentang
tujuan umum pendidikan Islam yaitu muslim yang sempurna dengan ciri-ciri,
memiliki jasmani yang sehat, kuat dan berketerampilan, memiliki kecerdasan dan
kepandaian dalam arti mampu menyelesaikan secara cepat dan tepat; mampu
menyelesaikan secara ilmiah dan filosofis; memiliki dan mengembangkan sains;
memiliki dan mengembangkan filsafat, dan memiliki hati yang takwa kepada Allah
SWT, dengan sukarela melaksanakan perintah Allah SWT dan menjauhi larangannya
dan hati memiliki hati yang berkemampuan dengan alam gaib.[17]
Daftar
Pustaka:
- Al Qur’an Al Karim.
- Arifin, Prof, 2003, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta, Bumi Aksara.
- Natta, Abuddin, Metodologi Ilmu Pendidikan Islam, judul dalam buku Metodologi Studi Islam, (Jakarta:Rajawali Press, 1994)
- Idi, Abdullah, 1997, Filsafat Pendidikan, Jakarta, Gaya Media Pratama.
- Uhbiyati, Nur, 1998, Ilmu Pendidikan Islam, Bandung, Pustaka Setia.
- Syah, Darwyn, 2007, Perencanaan Sistem Pembelajaran, Jakarta, Gaung Pesada Press.
- Ahmadi, Abu, 2004, Psikologi Belajar, Jakarta, Rineka Cipta
- http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2009.
[1]
Roger, A. Kaufman, Educational Sistem Plainning, hlm. 12.
[2] Natta, Abuddin,
Metodologi Studi Islam, (Jakarta:Rajawali Press, 1994)
[3] Arifin, Prof, 2003, Ilmu
Pendidikan Islam, Jakarta,
Bumi Aksara, p.65.
[4]Al
Baqaraah: 31-32
[5]
Arifin, Prof, 2003, Ilmu
Pendidikan Islam, Jakarta,
Bumi Aksara, p.86.
[6]
Idi, Abdullah, 1997, Filsafat Pendidikan, Jakarta, Gaya Media Pratama, p.29
[7] Arifin, Prof, 2003, Ilmu
Pendidikan Islam, Jakarta,
Bumi Aksara, hal.86.
[8]
Uhbiyati, Nur, 1998, Ilmu Pendidikan Islam, Bandung, Pustaka Setia, hal. 195.
[9]
Syah, Darwyn, 2007, Perencanaan Sistem Pembelajaran, Jakarta, Gaung Pesada Press, hal. 55.
[10]
Qs. Yasin 37- 40.
[11]
Arifin, Prof, 2003, Ilmu
Pendidikan Islam, Jakarta,
Bumi Aksara, hal.86.
[12]
Ahmadi, Abu, 2004, Psikologi Belajar, Jakarta, Rineka Cipta, hal. 116.
[13]
Arifin, Prof, 2003, Ilmu
Pendidikan Islam, Jakarta,
Bumi Aksara, hal.105.
[14]
Al
Mukminun 1-6
[15]
http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2009
[16]
Arifin, Prof, Ibid, hal.
106.
[17]
http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2009
No comments:
Post a Comment