Wednesday, 1 March 2017

SISTEM PENDEKATAN PENDIDIKAN ISLAM



SISTEM PENDEKATAN  PENDIDIKAN ISLAM
Review Buku

Pendidikan dapat dilihat dalam dua sisi yaitu pendidikan sebagai praktik dan pendidikan sebagai teori. Pendidikan sebagai praktik yakni seperangkat kegiatan atau aktivitas yang dapat diamati dan disadari dengan tujuan untuk membantu pihak lain atau peserta didik agar memperoleh perubahan perilaku. Sementara pendidikan sebagai teori yaitu seperangkat pengetahuan yang telah tersusun secara sistematis yang berfungsi untuk menjelaskan, menggambarkan, meramalkan dan mengontrol berbagai gejala dan peristiwa pendidikan, baik yang bersumber dari pengalaman-pengalaman pendidikan (empiris) maupun hasil perenungan-perenungan yang mendalam untuk melihat makna pendidikan dalam konteks yang lebih luas.
Diantara keduanya memiliki keterkaitan dan tidak bisa dipisahkan. Praktik pendidikan seyogyanya berlandaskan pada teori pendidikan. Demikian pula, teori-teori pendidikan seyogyanya bercermin dari praktik pendidikan. Perubahan yang terjadi dalam praktik pendidikan dapat mengimbas pada teori pendidikan. Sebaliknya, perubahan dalam teori pendidikan pun dapat mengimbas pada praktik pendidikan.


Antara system, pendekatan, pendidikan, dan Islam.
Sistem adalah suatu keseluruhan yang bulat yang tersusun secara sistematis dari bagan-bagan yang terpisah bekerja bersama untuk mencapai hasil atau tujuan yang diinginkan berdasarkan kebutuhan.
Sistem pendekatan adalah suatu proses untuk mengidentifikasi kebutuhan, menyeleksi masalah, menemukan persyaratan untuk memilih alternatif pemecahan masalah, mendapatkan metode-metode dan alat-alat serta mengimplementasikan untuk dievaluasi. Melakukan revisi kebutuhan-kebutuhan dapat dipenuhi dengan sebaik mungkin.[1]
Pendidikan diartikan sebagai perbuatan ataupun cara mendidik. Dan menggunakan kata “tarbiyah” sebagai bahasa Arabnya. Muhammad Al Naquib Al-Attas menentang penggunaan kata “tarbiyah” dalam arti pendidikan, karena terkait dari pemikiran modernis. Pendidikan dalam bahasa Inggris disebut dengan Educare, yang berarti mengembangkan hanya untuk spesies hewan dan tidak terbatas untuk yang berakal. Penggunaan istilah tarbiyyah tidak tepat dengan struktur sematik system konseptual Al Qur’an, maka ia berargumen, apabila tarbiyah berarti mempengaruhi, memelihara, membuat, menjadikan bertambah dalam pertumbuhan, membesarkan, memproduksi hasil yang sudah matang, dan menjinakkan. Maka tidak digunakan untuk manusia, tapi spesies-spesies yang lainnya, seperti hewan, tanaman, mineral. Istilah tarbiyah khusus untuk manusia saja bukan selainnya. Jika hanya berpuncak kepada otoritas Al Qur’an, tidak mengandung unsur intelegensi, pengetahuan, maka selayaknya menggunakan kata adab sebagai arti pendidikan, yaitu pengenalan, pengakuan yang berangsur-angsur ditanamkan dalam diri manusia, mencakup bimbingan, pengalaman dan lain sebagainya.
Setiap pendapat mempunyai argumen yang kuat. Kelihatannya Al-Attas ingin menggunakan istilah tersebut lebih spesifik. Abdurrahman An-Nahlawi mengatakan arti tarbiyah menjadi tiga. Pertama raba yarbu, artinya bertambah dan berkembang (Qs. Arrum 30-39). Kedua, rabba yarba, artinya tumbuh berkembang. Ketiga, rabba yarbuu, berarti memperbaiki, mengurusi kepentingan, mengatur, menjaga, dan memperhatikan.
Sedangkan arti pendidikan menurut istilah, Ki Hajar Dewantara mengatakan, bahwa pendidikan sebagai  daya upaya untuk memajukan pertumbuhan budi pekerti (kekuatan batin, karakter), pikiran dan tubuh anak, agar dapat memajukan kesempurnaan hidup.
Islam berarti aslama yuslimu islaman, yaitu sentosa dan selamat. Kemudian menjadi agama yang diturunkan kepada Nabi Muhammad. Islam sebagai agama yang komprehensif, yang sifatnya memberikan keselamatan di dunia dan di akherat.
Maka Pendidikan Islam adalah pendidikan yang berdasarkan ajaran Islam, ataupun upaya membimbing, mengarahkan, membina peserta didik yang dilakukan secara sadar dan terencana, agar terbina suatu kepribadian utama sesuai dengan nilai ajaran Islam. [2]
Pendekatan Pendidikan Islam mampu membentuk pengalaman ilmu pengetahuan..
Agar Adam mampu mengembangkan ilmu pengetahuannya lebih lanjut, Allah mengajarkan kepadanya nama-nama benda yang ada di alam ini, sehingga Adam beserta anak cucunya dapat memahami dan mengenal segala sesuatu yang diciptakan Allah, serta membentuk pengalaman dan pengenalannya menjadi suatu ilmu pengetahuan. Kemampuan yang diberikan Adam itu tidak diberikan Allah kepada Malaikat yang semula menentang kehendak Allah terhadap penciptaan Adam sebagai khalifah bumi. [3]
وعلم آدم الأسماء كلها ثم عرضهم على الملائكة فقال أنبئوني بأسماء هؤلاء إن كنتم صادقين، قالوا سبحانك لا علم لنا إلا ما علمتنا إنك أنت العليم الحكيم.
Dan Allah mengajarkan semua nama-nama benda kepada Adam secara keseluruhan, kemudian mengemukakannya kepada para malaikat, lalu berfirman, “Sebutkanlah kepada Ku nama-nama benda itu jika kamu memang orang yang benar. Mereka menjawab, Mahasuci Engkau, tidak ada yang kami ketahui selain dari apa yang telah engkau ajarkan kepada kami, sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.[4]
Salah satu pendidikan Islam dalam mengembangkan ilmu dengan pendekatan individualis dan pendekatan-pendekatan yang terkait dalam proses pelaksanaan pendidikan. Maka akan dipaparkan pendekatan-pendekatan pendidikan Islam.

Al Qur’an dan hadist sebagai landasan filosofis Pendidikan Islam
Dalam permasalahan kependidikan Islam yang berhadapan dengan tantangan dan tuntutan hidup umat manusia yang semakin meningkat, nilai-nilai Islam tidak dapat berfungsi secara aktual dan kontekstual dalam proses pengembangan kehidupan di segala bidang tanpa ditransformasikan melalui proses kependidikan dalam berbagai modelnya.
Agar proses transformasi nilai-nilai Islam itu berjalan konsisten kearah tujuan pendidikan Islam, diperlukan suatu pedoman filosofis yang bersifat ideal yang  fleksibel  dan konstektual dengan tuntutan kebutuhan  manusia.[5]
Dasar dan tujuan filsafat pendidikan islam pada dasarnya identik dengan dasar tujuan ajaran Islam itu sendiri. Keduanya berasal dari sumber yang sama, Al Qur’an dan Hadist. Menurut Umar Muhammad Al Toumy al Syaibany, filsafat pendidikan Islam sebagaimana filsafat pendidikan umum, adalah merupakan pedoman bagi perancang dan orang-orang yang bekerja dalam bidang pendidikan dan pengajaran Islam. Filsafat pendidikan Islam pada hakekatnya merupakan landasan dasar bagi penyusunan suatu system pendidikan Islam. Pemikiran-pemikiran pendidikan Islam menjadi pokok dasar bagi para ahli pendidikan Islam mengenai bagaimana system pendidikan Islam yang dikehendaki dan sesuai dengan konsep ajaran Islam, yang berhubungan dengan pendidikan.
Adapun tujuan pendidikan Islam itu harus sejalan dengan tujuan missi Islam itu sendiri, yaitu mempertinggi nilai-nilai akhlaqul karimah. Tujuan tersebut sangat relevan dengan tujuan yang terkandung dalam tugas kenabian yang diemban oleh Rasulullah Muhammad saw. Dan suatu hadis dikatakan bahwa, Sesungguhnya aku diutus adalah untuk membimbing manusia agar mencapai akhlaq yang mulia.
Kemuliaan akhlak adalah factor kunci dalam menentukan keberhasilan pendidikan, menurut pandangan Islam pendidikan berfungsi menyiapkan manusia-manusia yang mampu menata kehidupan yang sejahtera di dunia dan di akherat.[6]
Al Qur’an sebagai sumber inspirasi dan pandangan hidup universal, memberikan dorongan bagi manusia untuk mengembangkan ilmu pengetahuan melalui rasio (akal pikiran) sejauh mungkin pada dzat Allah yang tidak mungkin dicapai dengan rasio. Rasio manusia yang digunakan untuk memperdalam dan memperluas dimensi ilmu pengetahuannya tidak terlepas dari orientasi kepada Tuhannya, karena ia menempatkan kekuasaan Allah di atas segalanya, termasuk kemampuan manusia itu sendiri. Dengan orientasi demikian manusia tidak lagi bersikap takabbur dengan kemampuan akal pikirannya.
Manusia yang menyadari bahwa dirinya adalah ciptaan Allah, dalam ikhtiyar dan mencari dan mengembangkan ilmu pengetahuaannya, senantiasa ditujukkan untuk beribadah dan berbakti kepadanya. Semakin bertambah ilmu pengetahuaanya, semakin itu pula tebal keimanan kepada Tuhannya.[7]
Pendekatan filosofis yang memandang bahwa manusia adalah makhluk rasional atau homo rationale, sehingga segala sesuatu yang menyangkut pengembangannya didasarkan pada sejauh mana kemampuan berpikirnya dapat dikembangkan sampai pada titik maksimal pengetahuannya.[8]
Sebagai contoh ayat-ayat Al Qur’an yang mendorong manusia untuk menggali dan menguasai ilmu-ilmu pengetahuan berbagai bidang itu antara lain disebutkan dalam Surat Ar rahman ayat 1-33 yang berhubungan dengan ilmu kelautan dan ilmu teknologi ruang angkasa. Mengadakan eksplorasi tentang benda-benda angkasa luar melalui akal pikirannya, seperti dicontohkan nabi Ibrahim dalam upaya mencari Tuhan yang Hak, disebutkan dalam surah Al An’am ayat 79, penggalian dan pemanfaatan logam besi dan baja serta tembaga yang dipraktekkan oleh Nabi Daud disebutkan dalam surat Saba’ 10-31, dan banyak ayat-ayat yang lain yang mengajak manusia menyelidiki dan menemukan ilmu-ilmu pengetahuan yang berguna bagi hidup manusia di dunia.

Pendekatan system pendidikan menunjukan berbagai kekuasaannya.
Pendekatan system merupakan kebiasaan dalam memandang benda atau peristiwa dalam hidup sebagai system yang digunakan dalam memecahkan masalah serta proses pemecahannya. Dalam melakukan system pendekatan diperlukan pengetahuan tentang teori umum, filosofis, analisis.
Pendekatan system mendasarkan pada teori-teori umum system mulai dari konsep sub system, hierarki system, entropi system, keadaan mantap system, umpan balik. Konsep-konsep tersebut dapat mempermudah pembuatan rencana serta program dan persiapan mengajar yang dibuat guru dan siswa.[9]
Dalam kehidupan jasmaniyah dan rohaniyyah manusia, Tuhan telah memberikan suatu system bekerjanya organ-organ yang teratur dan berjalan koordinatif antara satu organ dengan organ yang lain sebagai satu kesatuan yang utuh. Kondisi yang bersifat sistematik dan mekanistik merupakan sunnatullah. Untuk melangsungkan, menumbuhkan dan mengembangkan kehidupan manusia sebagai hamba Allah yang paling mulia dan paling baik struktur kejadiannya diantara makhluk-makhluk lainnya.
Dengan mencontoh system mekanisme bekerjanya semesta alam dan tubuh manusia itu sendiri, para ilmuwan khususnya dalam bidang pendidikan, dapat menciptakan model-model kehidupan social, penciptaan teknologi mesin, peralatan perangkat lunak dan keras, bahkan pada system persenjataan keras.
Dalam berbagai ayat Al Qur’an, dapat kita temukan suatu system mekanisme alam semesta, system kehidupan social dan system kehidupan individual. 
Ayat-ayat yang menunjukan system gerakan benda-benda samawi di luar angkasa ditunjukan dengan firman-firmannya, yang artinya,
Dan matahari berjalan di tempat peredarannya. Demikian ketetapan Allah yang Mahaperkasa lagi Maha Mengetahui, dan Kami tetapkan bagi bulan manzila-manzila, sehingga kembalilah dia ke bentuk tandan yang tua. Tidaklah mungkin bagi matahari mendapatkan bulan dan malampun tidak dapat mendahului siang. Dan masing-masing beredar pada garis peredarannya.[10]
       Pendidikan Islam mempunyai sasaran analisis seluruh kehidupan manusia sebagai makhluk social, individual, dan religius, bila dibandingkan dengan makrokosmos merupakan model miniatur dari system semesta alam yang tunduk kepada tertib gerakan dinamis yang serba sistematik yang telah ditetapkan hukum-hukumnya, oleh Maha Pencipta.

Pendekatan pedagogis dan psikologis menyadarkan manusia adalah makhluk Tuhan.
       Pendekatan ini menuntut kita untuk berpandangan bahwa manusia adalah makhluk Tuhan yang berada dalam proses perkembangan dan pertumbuhan rohaniyah dan jasmaniyah yang memerlukan bimbingan dan pengarahan melalui proses pendidikan.
       Membimbing dan mengarahkan perkembangan jiwa dan pertumbuhan jasmani dalam pengertian bahwa pendidikan tidak dapat dipisahkan dari pengertian psikologis. Karena pekerjaan mendidik dan mengajar manusia didasarkan atas tahap-tahap perkembangan psikologis di mana psikologi telah banyak memerlukan studi secara khusus dari aspek-aspek kemampuan belajar manusia.
       Tanpa disadari dengan pandangan psikologis, bimbingan dan pengarahan yang bernilai pedagogis tidak akan menemukan sasaran yang tepat, yang berakibat pada pencapaian produk pendidikan yang tidak tepat pula. Antara pedagogik dan psikologi saling mengembangkan dan mengokohkan proses pengembangan akademiknya lebih lanjut, juga dalam proses pencapaian tujuan pembudayaan manusia melalui proses kependidikan.[11]
       Guru sebagai pembimbing, dituntuk untuk mengadakan pendekatan bukan saja melalui pendekatan instruksional akan tetapi dibarengi dengan pendekatan yang bersifat pribadi dalam proses belajar mengajar. Dengan pendekatan pribadi semacam ini guru akan secara langsung mengenal dan memahami murid-muridnya secara mendalam sehingga dapat memperoleh hasil belajar yang optimal.
       Dengan demikian, guru sebagai pembimbing sekaligus berperan sebagai pembimbing dalam proses pendidikan dan pembelajaran. Sebagai pembimbing dalam belajar mengajar diharapkan mampu untuk, memberikan informasi yang diperlukan dalam proses belajar, membantu setiap siswa dalam mengatasi masalah-masalah pribadi yang diharapkannya, mengevaluasi hasil setiap langkah kegiatan yang dilakukannya, memberikan kesempatan yang memadai agar setiap murid dapat belajar sesuai dengan karakteristik pribadinya. [12]
       Allah telah menunjukan berbagai gejala hambatan dan rintangan psikologis yang bermukim di dalam diri manusia, baik yang bersifat pembawaan maupun karena pengaruh faktor eksternal.
       Penyakit itu mula-mula timbul dari kelemahan keyakinan mereka kepada kebenaran Nabi Muhammad saw. Keyakinan kelemahan inilah yang menimbulkan kedengkian, iri hati, dan dendam kesumat kepada nabi, agama Islam dan orang-orang Islam. Melalui ilmu jiwa, penyakit-penyakit tersebut dapat diidentifikasikan untuk disembuhkan melalui upaya pendidikan. Juga termasuk penyakit mental adalah sikap egosentris yang menggenjala dalam bentuk verbal mencela, mengejek, merendahkan orang lain, takabbur, congkak, sombong, tinggi hati, tidak menghargai martabat orang lain.
       Kekuatan imanlah yang dapat menghilangkan penyakit-penyakit mental tersebut, pendidikan Islam mengembangkan sumber utama kekuatan mental spiritual yang mampu menangkal segala bentuk penyakit mental, yaitu kekuatan iman yang benar berdasarkan tauhid kepada Allah swt.[13]
قد أفلح المؤمنون الذين هم في صلاتهم خاشعون، والذين هم عن اللغو معرضون، والذين هم للزكاة فاعلون، والذين هم لفروجهم حافظون، إلا على أزواجهم أو ما ملكت أيمانهم فإنهم غير ملومين.[14]
       Ciri-ciri mentalitas seperti tersebut di atas merupakan beberapa aspek mental positif yang hendak dikembangkan oleh pendidikan Islam melalui proses-proses yang direncanakan . Ciri-ciri keimanan dan ketakwaan kepada Allah, yang telah tertanam kuat dalam jiwa manusia akan menjadi sumber rujukan semua perbuatan manusia di masa dewasa.

Pendekatan agama sebagai sumber untuk menentukan tujuan.
Pendekatan religi yaitu suatu pendekatan untuk menyusun teori-teori pendidikan dengan bersumber dan berlandaskan pada ajaran agama. Di dalamnya berisikan keyakinan dan nilai-nilai tentang kehidupan yang dapat dijadikan sebagai sumber untuk menentukan tujuan, metode bahkan sampai dengan jenis-jenis pendidikan.
Cara kerja pendekatan religi berbeda dengan pendekatan sains maupun filsafat dimana cara kerjanya bertumpukan sepenuhnya kepada akal atau ratio, dalam pendekatan religi, titik tolaknya adalah keyakinan (keimanan). Pendekatan religi menuntut orang meyakini dulu terhadap segala sesuatu yang diajarkan dalam agama, baru kemudian mengerti, bukan sebaliknya.
Terkait dengan teori pendidikan Islam, Ahmad Tafsir (1992) dalam bukunya “ Ilmu Pendidikan dalam Persfektif Islam” mengemukakan dasar ilmu pendidikan Islam yaitu Al-Quran, Hadis dan Akal. Al-Quran diletakkan sebagai dasar pertama dan Hadis Rasulullah SAW sebagai dasar kedua. Sementara akal digunakan untuk membuat aturan dan teknis yang tidak boleh bertentangan dengan kedua sumber utamanya (Al-Qur’an dan Hadis), yang memang telah terjamin kebenarannya. Dengan demikian, teori pendidikan Islam tidak merujuk pada aliran-aliran filsafat buatan manusia, yang tidak terjamin tingkat kebenarannya.[15]
Secara prinsipil Allah telah memberi petunjuk bagaimana agar manusia yang diciptakan sebagai makhluk yang memiliki struktur psikis dan fisik yang paling sempurna dibandingkan dengan makhluk-makhluk yang lainya. Manusia dapat berkembang ke pola kehidupan yang bertakwa kepada khalik Nya. Tidak menyimpang ke jalan kehidupan yang ingkar kepada Nya.
Allah hanya memberi dua alternatif pilihan, yaitu jalan hidup yang benar atau jalan hidup yang sesat untuk dipilih oleh manusia melalui pertimbangan akal pikirannya yang dibantu oleh fungsi-fungsi psikologis yang lainnya.
Untuk mencapai tujuan tersebut, Allah menganugerahkan kepada tiap diri manusia suatu kemampuan dasar yang disebut fitah diniyah yang tetap tak berubah, yang dapat dipengaruhi oleh pendidikan Islam. Bagaimana agar pengaruh pendidikan itu efektif bergantung pada sikap, dan perilaku pendidik itu sendiri. Sikap dan perilaku pendidik itu berpusat pada kelemahlembutan dan rasa kasih sayang. Dari sikap ini akan timbul rasa dekat anak didik dengan pendidik. Apalagi disertai rasa simpatik pendidik yang memanifestasikannya dengan cara memberi kemudahan dan menggembirakan hari mereka bukan mempersulit atau menakut-nakuti sehingga menimbulkan rasa antipatik.[16]
 Sementara itu, Ahmad Tafsir merumuskan tentang tujuan umum pendidikan Islam yaitu muslim yang sempurna dengan ciri-ciri, memiliki jasmani yang sehat, kuat dan berketerampilan, memiliki kecerdasan dan kepandaian dalam arti mampu menyelesaikan secara cepat dan tepat; mampu menyelesaikan secara ilmiah dan filosofis; memiliki dan mengembangkan sains; memiliki dan mengembangkan filsafat, dan memiliki hati yang takwa kepada Allah SWT, dengan sukarela melaksanakan perintah Allah SWT dan menjauhi larangannya dan hati memiliki hati yang berkemampuan dengan alam gaib.[17]

Daftar Pustaka:

  • Al Qur’an Al Karim.
  • Arifin, Prof, 2003, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta, Bumi Aksara.
  • Natta, Abuddin, Metodologi Ilmu Pendidikan Islam, judul dalam buku Metodologi Studi Islam, (Jakarta:Rajawali Press, 1994)
  • Idi, Abdullah, 1997, Filsafat Pendidikan, Jakarta, Gaya Media Pratama.
  • Uhbiyati, Nur, 1998, Ilmu Pendidikan Islam, Bandung, Pustaka Setia.
  • Syah, Darwyn, 2007, Perencanaan Sistem Pembelajaran, Jakarta, Gaung Pesada Press.
  • Ahmadi, Abu, 2004, Psikologi Belajar, Jakarta, Rineka Cipta
  • http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2009.



[1] Roger, A. Kaufman, Educational Sistem Plainning, hlm. 12.
[2] Natta, Abuddin,  Metodologi Studi Islam, (Jakarta:Rajawali Press, 1994)
[3] Arifin, Prof, 2003, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta, Bumi Aksara, p.65.
[4]Al Baqaraah: 31-32
[5] Arifin, Prof, 2003, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta, Bumi Aksara, p.86.
[6] Idi, Abdullah, 1997, Filsafat Pendidikan, Jakarta, Gaya Media Pratama, p.29
[7] Arifin, Prof, 2003, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta, Bumi Aksara, hal.86.
[8]  Uhbiyati, Nur, 1998, Ilmu Pendidikan Islam, Bandung, Pustaka Setia, hal. 195.
[9] Syah, Darwyn, 2007, Perencanaan Sistem Pembelajaran, Jakarta, Gaung Pesada Press, hal. 55.
[10] Qs. Yasin 37- 40.
[11] Arifin, Prof, 2003, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta, Bumi Aksara, hal.86.
[12] Ahmadi, Abu, 2004, Psikologi Belajar, Jakarta, Rineka Cipta, hal. 116.
[13] Arifin, Prof, 2003, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta, Bumi Aksara, hal.105.
[14] Al Mukminun 1-6
[15] http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2009
[16] Arifin, Prof, Ibid, hal. 106.
[17] http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2009

No comments:

Post a Comment