ALIRAN PRAGMATIS IBNU KHALDUN
Oleh : Heru Prasetyo
Ibnu Kholdun adalah
satu-satunya tokoh aliran ini, dilihat dari susut pandang tujuan pendidikan
lebih banyak bersifat pragmatis dan lebih berorientasi pada aplikatif-praktis.
Dia mengaflikasikan ilmu pengetahuan berdadsar tujuan fungsionalnya, bukan
berdasar nilai subtansialnya semata.
Ada dua ilmu yang yang perlu dimasukan ke dalam
kurikulum pendidikan:
1.
Ilmu-ilmu
yang bernilai instrinsik, semisal ilmu-ilmu syar’iyyat (keagamaan): Tafsir,
Hadits, Fiqh, Kalam, Ontologi, dan Teologi dari cabang Filsafat .
2.
Ilmu-ilmu
yang bernilai ekstrinsik-instrumental bagi ilmu-ilmu jenis pertama, semisal
kebahasa-Araban, ilmu hitung dan sejenisnya.
Ibnu Khaldun membolehkan
ilmu-ilmu yang bernilai instrinsik, ia membolehkan berbincang lebih lanjut,
berdiskusi dan beragumentasi secara analitik rasional tentang ilmu-ilmu
tersebut. Karena itu bisa meningkatkan intelektualitas akademik seseorang.
Contoh ilmu yang bersifat instrinsik semisal kebahasa-bahasaan dan logika.
Pembicaraan dan kajian tentang
ilmu ekstrinsik-instrumental hendaknya tidak diperluas lagi karena itu akan
menyimpang dari dari maksud semula, mengingat ilmu ini hanya instrument tidak
lebih.. maka bila ia keluar dari koridor ini berarti ia keluar dari maksud
semula dan berkicimpung di dalamnya kesia-siaan.
Terdapat dua sumber utama ilmu yang diutarakan
Ibnu Khaldun,
-
Bersifat
alamiyah (Thabi’iy) yaitu ilmu yang diperoleh manusia melalui olah pikir
rasio.
-
Bersifat
sosiologis yaitu ynag diperoleh manusia hasil transmisi dari satu generasi ke
generasi berikutnya melalui cara indoktrinasi dan pengajaran.
Harus kita ketahui bahwa ragam
ilmu pengetahuan yang kita geluti dan tumbuh berkembang pesat di
wilayah-wilayah metropolis terkelompokan menjadi dua jenis ; pertama bersifat
alamiyah sebagai hasil dari olah pikir rasio manusia dan kedua bersifat
transmitif (naqliy) sebagai warisan dari orang terdahulu.
Jenis pertama adlah imlu-ilmu
“teosofis” yaitu ilmu-ilmu yang bisa diperoleh manusia melalui olah pikirnya,
dan jenis kedua adalah ilmu transmitif-tradisional yakni ilmu-ilmu yang berasal
dari syar’iy (Al-Qur’an dan Sunnah) dan ilmu yang terkait erat dengannya.
Ibnu Khaldun memperjelas
pendapatnya tersebut dengan pernyataan bahwa daya pikir pikir manusia merupakan
“karya cipta” khusus yang telah didesain Tuhan, sebagaimana terhadap
ciptaan-ciptaan yang lainnya. Logika adalah kesanggupan “kreatif” yang kongruen
dengan kodrati daya fikir dan selaras
dengan gambaran potensialnya. Logika mendeskrifsikan bagaimana aktivitas
pemikiran teoritis itu dijalankan agar dapat diketahui benar salahnya.
Pada titik ini ibnu Khaldun
meletakkan hal terpenting dan kompleks dari problematika pendidikan, yaitu
peran bahasa dalam perkembangan pemikiran dan pembelajaran secara umum. Dapat
disimpulkan bahwa, aliran Pragmatis yang digulirkan Ibnu Khaldun merupakan
wacana baru dalam pendidikan Islam. Peran rasio yang sangat menentukan dalam
perkembangan pengetahuan manusia yaitu, pertama ketika ia menegaskan bahwa
al-fiqr (daya pikir, rasio) itu berkecendrungan memperoleh sesuatu yang tidak
diketahuinya. Kedua, ketika ia menjadikan eksplorasi intelektual terhadap satu
persatu realitas dan berbagai gejala yang timbul sebagai “pangkal” pencapaian
pengetahuan istimewa dan mendalam. Ia memahami hal ini sebagai metode objektif
dalam penyingkapan hukum-hukum alam. Dan ketiga, ketika ia menyimpulkan bahwa
ilmu pengetahuan dan pengajaran merupakan hal alami dalam kehidupan manusia,
sehingga rasio manusia (al-fkr) berkompeten untuk melakukan pengkajian realitas
kebenaran secar otonom tanpa ada ijazah atau izin dari penguasa tertentu.
No comments:
Post a Comment