Wednesday, 1 March 2017

PENGAWASAN DALAM PENDIDIKAN



PENGAWASAN DALAM PENDIDIKAN

A.    Pendahuluan
Pengawasan atau controlling merupakan salah satu fungsi yang sangat signifikan dalam pencapaian manajemen organisasi dan mengatur potensi baik yang berkaitan dengan produksi maupun sumber daya yang ada. Pengawasan merupakan salah satu fungsi yang terkait dengan perencanaan strategis. Dan perencanaan strategis merupakan puncak dari suatu pemikiran untuk merumuskan tujuan yang akan dicapai organisasi dan juga merencanakan berbagai sumber daya yang ditetapkan organisasi dan usaha pencapaian tujuan strategis.
Dalam konteks penyelenggaraan pendidikan, baik pada level makro maupun mikro, konsep pengawasan sesungguhnya menempati posisi yang sangat strategik sekali. Pasalnya, seberapapun bagusnya sebuah perencanaan program pendidikan, jika tanpa dibarengi dengan proses pengawasan yang memadai, maka segala program yang dicanangkan sebelumnya akan menjadi tidak terukur secara jelas tingkat keberhasilannya, bahkan sangat memungkinkan sekali akan adanya penyimpangan-penyimpangan yang terjadi didalamnya menjadi sulit untuk dideteksi. Karena itulah konsep pengawasan merupakan bagian yang sangat penting sekali dan tidak dapat diabaikan sama sekali peran dan fungsinya dalam mencapai tujuan-tujuan dari sebuah proses pendidikan.

Dalam memahami konsep pengawasan, Oteng Sutisna menyatakan bahwa pengawasan adalah sebagai suatu proses fungsi dan prinsip administratif untuk melihat apakah yang terjadi sesuai dengan apa yang semestinya terjadi. Apabila tidak sesuai dengan semestinya maka perlu adanya penyesuaian yang harus dilakukan. Dengan kata lain pengawasan adalah fungsi administratif untuk memastikan bahwa apa yang dikerjakan sesuai dengan rencana yang telah dibuat sebelumnya.
Setidaknya terdapat dua hal yang mendorong perlu adanya pengawasan, yaitu (1) tujuan-tujuan individu atau kelompok kadang-kadang atau pada umumnya  bertentangan dengan tujuan organisasi, (2) adanya jangka waktu antara saat tujuan dirumuskan dan pada saat tujuan diwujudkan dalam hal ini umumnya dimungkinkan adanya penyimpangan yang perlu diluruskan. Tindakan pengawasan terdiri dari tiga langkah umum, antara lain: (a) mengukur perbuatan atau menyelidiki  apa yang sedang dilakukan, (b) membandingkan perbuatan dengan standar yang telah ditetapkan dan menetapkan perbedaannya jika terdapat perbedaan, (3) memperbaiki penyimpangan dengan tindakan perbaikan.
Untuk itulah, dalam makalah ini penulis mencoba mencurahkan segenap kemampuan penulis untuk membahas lebih mendalam mengenai konsep pengawasan itu sendiri. Dengan harapan semoga tulisan ringkas ini dapat memberikan sumbangan berarti dalam khazanah keilmuan dinegeri Indonesia tercinta, Amin.[1]
B.     Pengertian dan Tujuan pengawasan
Pengawasan menurut Mockler adalah suatu usaha sistematis untuk menetapkan standar pelaksanaan dengan tujuan-tujuan perencanaan, merancang sistem informasi umpan balik, membandingkan kegiatan nyata dengan standar yang telah ditetapkan sebelumnya, menentukan dan mengukur penyimpangan-penyimpangan, serta mengambil tindakan koreksi yang diperlukan untuk menjamin bahwa semua sumber daya organisasi dipergunakan dengan cara paling efektif dan efisien dalam tujuan-tujuan organisasi.
Kegiatan pengawasan pada dasarnya memiliki peran untuk membandingkan akan kondisi yang ada dengan kondisi yang seharusnya terjadi. Apabila dalam prosesnya terjadi penyimpangan/hambatan/penyelewengan dapat segera dilakukan tindakan koreksi. Untuk memperoleh hasil yang lebih efektif, pengawasan dilakukan bukan hanya pada akhir proses manajemen tetapi pada setiap tingkatan proses manajemen.
Pengawasan sesungguhnya bertujuan untuk: (1) membuat pihak yang diawasi merasa terbantu sehingga dapat mencapai visi dan misinya secara lebih efektif dan efisien; (2) menciptakan suasana keterbukaan, kejujuran, partisipasi dan akuntabilitas; (3) menimbulkan suasana saling percaya dalam dan diluar lingkungan operasi organisasi; (4) meningkatkan akuntabilitas organisasi; (5) meningkatkan kelancaran operasi organisasi; (6) mendorong terwujudnya good governance.

C.    Prinsip-prinsip pengawasan
Untuk mendapatkan suatu sistem pengawasan yang efektif maka perlu dipenuhi beberapa prinsip pengawasan. Dua prinsip pokok bagi pengawasan yang efektif ialah adanya rencana tertentu dan adanya pemberian instruksi-instruksi, serta wewenang-wewenang kepada bawahan. Prinsip pokok pertama merupakan standar atau alat pengukur daripada pekerjaan yang dilaksanakan oleh bawahan. Rencana tersebut menjadi penunjuk apakah sesuatu pelaksanaan pekerjaan berhasil atau tidak. Walaupun demikian, prinsip pokok kedua merupakan suatu keharusan yang perlu ada, agar sistem pengawasan itu memang benar-benar dapat efektif dilaksanakan.
Setelah kedua prinsip pokok diatas, maka suatu sistem pengawasan menurut LAN RI haruslah mengandung prinsip-prinsip sebagai berikut:
1.   Prinsip kesisteman; pengawasan ditujukan untuk menghasilkan good governance sehingga harus memperhatikan keseluruhan komponen secara sistemik.
2.   Prinsip akuntabilitas; segala yang ditugaskan meminta pertanggungjawaban dari setiap orang yang diserahi tanggung jawab dalam pelaksanaan tugasnya.
3.   Prinsip organisasi; tugas manajemen ada pada setiap level organisasi dan pengawasan merupakan tugas setiap pimpinan yang berada pada organisasi sesuai dengan tugas pokok fungsinya masing-masing.
4.   Prinsip koordinasi; pengawasan dilakukan dengan memperhatikan pengaturan kerjasama yang baik antar komponen. Setiap bagian memiliki tugas pokok fungsi masing-masing, akan tetapi untuk menjaga sinergitas sistem, tiap bagian harus dapat mewujudkan kegiatan terpadu dan selaras dengan tujuan organisasi melalui koordinasi yang baik.
5.   Prinsip komunikasi; pengawasan menjadi sarana hubungan antara pusat dengan daerah, pimpinan dengan bawahan, sehingga perlu dikembangkan komunikasi yang intensif dan empatik agar kerjasama terus berlanjut secara harmonis.
6.   Prinsip pengendalian; pengawasan menjadi sarana mengarahkan dan membimbing secara teknis administratif maupun memecahkan persoalan kerja agar tercapai efektivitas kerja.
7.   Prinsip integritas; merupakan kepribadian pengawas yang melaksanakan pengawasan dengan mentalitas yang baik penuh kejujuran, simpatik, tanggung jawab, cermat, dan konsisten.
8.   Prinsip objektivitas; melaksanakan pengawasan dengan berdasarkan keahlian secara profesional tidak terpengaruh secara subjektif oleh pihak-pihak yang berkepentingan.
9.   Prinsip futuristik; pengawasan harus dapat memprediksi kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi di masa depan dan sadar betul apa yang diperbuat akan menentukan masa depan shingga ia menghindari penyimpangan-penyimpangan atau kebocoran karena akan menjadi bumerang bagi masa depan.
10.    Prinsip preventif; pengawasan dilakukan agar penyimpangan-penyimpangan dapat dicegah dan kalaupun terjadi dapat dideteksi secara dini sehingga penyelesaiannya dapat cepat teratasi.
11.     Prinsip represif; bila terjadi penyimpangan dan kebocoran, pengawas harus tegas dengan menegakkan sanksi/hukuman sesuai peraturan yang berlaku.
12.    Prinsip edukatif; kesalahan/penyimpangan/kebocoran yang dilakukan diperbaiki dan diberikan saran yang membangun kepercayaan diri agar tidak terulang kembali kesalahan untuk kedua kalinya.
13.    Prinsip korektif; kesalahan/penyimpangan/kebocoran dicari penyebabnya dan selanjutnya dicari solusi untuk memperbaiki kesalahan agar tujuan dapat tercapai.
14.     Prinsip 3E (Ekonomis, Efisien, Efektif); pengawasan dilakukan dengan cara-cara yang benar, waktu yang tepat dan penuh perhitungan sehingga tujuan yang telah ditetapkan dapat tercapai secara ekonomis, efisien, dan efektif.[2]
D.    Fungsi pengawasan
Pengawasan yang efektif berfungsi sebagai Early warning system atau sistem peringatan dini yang sanggup memberikan informasi awal mengenai persiapan program, keterlaksanaan program dan keberhasilan program. Dunn mempersiapkan program, keterlaksanaan program dan keberhasilan program. Dunn memerinci 4 fungsi pengawasan yaitu: Eksplanasi, akuntansi, pemeriksaan dan kepatuhan.
1.            Fungsi eksplanasi: menjelaskan bagaimana kegiatan dilakukan. Termasuk didalamnya hambatan dan kesulitan, serta alasan terdapatnya perbedaan hasil-hasil dari suatu kegiatan.
2.            Fungsi akuntansi: artinya melalui pengawasan dapat dilakukan auditing terhadap penggunaan sumberdaya dan tingkat output yang dicapai.
3.            Fungsi pemeriksaan: menelaah kesesuaian pelaksanaan kerja nyata dengan rencana.
4.            Fungsi kepatuhan: menilai sejauhmana para pelaksana taat dengan aturan sehingga dapat diketahui tingkat disiplin kerja pegawai dinilai dari kepatuhan (compliance).
Sedangkan Nawawi (1983) mengemukakan fungsi pengawasan antara lain:
1.              Memperoleh data yang telah diolah dapat dijadikan dasar bagi usaha perbaikan dimasa yang akan datang.
2.              Memperoleh cara bekerja yang paling efisien dan efektif atau yang paling tepat dan paling berhasil sebagai cara yang terbaik untuk mencapai tujuan.
3.              Memperoleh data tentang hambatan-hambatan dan kesukaran-kesukaran yang dihadapi agar dapat dikurangi atau dihindari.
4.              Memperoleh data yang dapat dipergunakan untuk meningkatkan usaha pengembangan organisasi dan personil dalam berbagai bidang.
5.              Mengetahui seberapa jauh tujuan telah dicapai.

E.     Jenis pengawasan
Terdapat setidaknya empat jenis pengawasan, yaitu:
1.        Pengawasan melekat: yaitu pengawasan yang dilakukan oleh atasan langsung yang memiliki kekuasaan (Power) dilakukan secara terus menerus secara preventif dan represif agar tugas yang diemban bawahannya dapat terlaksana secara efektif dan efisien terhindar dari penyimpangan-penyimpangan.
2.        Pengawasan fungsional: yaitu pengawasan yang dilaksanakan oleh pihak tertentu yang memahami substansi kerja objek yang diawasi dan ditunjuk khusus (exclusively assigned) untuk melaksanakan audit secara independen terhadap objek yang diawasi.
3.        Pengawas fungsional: melaksanakan tugas kepengawasan secara komprehensif mulai dari pemerikasaan, verifikasi, konfirmasi, survei, monitoring, dan penilaian terhadap objek yang berada didalam pengawasan.
4.        Pengawasan masyarakat: yaitu pengawasan yang dilakukan masyarakat kepada negara sebagai bentuk social control terhadap penyelenggaraan pemerintahan dan penyimpangan-penyimpangan yang dilakukan dalam pemerintahan.
5.        Pengawasan legislatif: yaitu pengawasan yang dilakukan oleh DPR/DPRD sebagai lembaga negara yang bertugas mengawasi tindakan pemerintah.
Dalam dunia pendidikan, pengawasan mencakup dua kategori yaitu: (1) pengawasan yang dilakukan setiap unit manajemen sebagai langkah prosedural suatu manajemen program. Pengawasan jenis ini dilaksanakan sebagai upaya pengendalian yang dilakukan manajer agar ia dapat memonitor efektifitas perencanaan, pengorganisasian, kepemimpinan dan dapat mengambil tindakan korektif sesuai dengan kebutuhan. (2) pengawasan yang dilakukan oleh pengawas sekolah sebagai pengawas fungsional dengan menerapkan konsep supervisi yaitu untuk melaksanakan pembinaan terhadap personil sekolah agar mereka dapat melaksanakan tugasnya secara profesional, dan dapat mengembangkan diri secara optimal. Pengawasan jenis ini dilakukan oleh pengawas sekolah sebagai tenaga fungsional yang berfungsi melakukan bantuan profesional.
F.     Proses pengawasan
Proses dasar pengawasan meliputi tiga tahap yaitu: (1) menetapkan standar pelaksanaan, (2) pengukuran pelaksanaan, (3) menentukan kesenjangan (deviasi) antara pelaksanaan dengan standar dan rencana.
Sementara itu dalam pengertian lain, pengawasan dibagi atas tiga hal, yaitu sebagai berikut:
1.       Steering control (pengawasan pengarahan)
Jenis pengawasan pengarahan merupakan usaha-usaha yang dilakukan untuk mengantisipasi berbagai problem atau penyimpangan dari standar yang telah ditetapkan terlihat awal dari kemungkinan yang akan terjadi.
2.      Screening control (pengawasan penyeleksian)
Yang dimaksud pengawasan penyeleksian adalah melakukan koreksi terhadap berbagai penyimpangan dari standar pada waktu penyimpangan.
3.      Post action control (pengawasan setelah terjadi tindakan)
Jenis pengawasan ini dikenal juga sebagai pengawasan umpan balik. Apa yang terjadi merupakan indikasi pencapaian saat itu dan sekaligus yang terjadi sulit diperbaiki, yang akan diperbaiki adalah sesuatu yang dilakukan dan diantisipasi akan terjadi di masa mendatang. Jenis pengawasan ini bukan merupakan jenis pengawasan yang sangat berguna tetapi dapat dipakai untuk dua hal yang sangat penting, yaitu:
a.       Memberikan informasi bagi perencanaan yang akan datang.
b.      Memberikan dasar yang kuat untuk penghargaan kepada para pekerja yang berhasil.
Supaya pengawasan yang dilakukan seorang atasan efektif, maka haruslah terkumpul fakta-fakta di tangan pemimpin yang bersangkutan. Guna maksud pengawasan seperti ini, ada beberapa cara mengumpulkan fakta-fakta, yaitu:
1.      Peninjauan pribadi
2.      Pengawasan melalui Interview atau laporan lisan
3.      Pengawasan melalui Laporan tertulis
4.      Pengawasan melalui laporan kepada hal-hal yang bersifat khusus.
G.    Supervisi dalam praktik pengawasan pendidikan
Dalam praktik pengawasan pendidikan, pengawas fungsional memiliki tugas membina dan mengembangkan karir para guru dan staf lainnya serta membantu memecahkan masalah profesi yang dihadapi oleh mereka secara profesional. Tugas tersebut jika ditinjau dari kajian konseptual merupakan kajian supervisi. Dengan demikian, dalam praktik kepengawasan para pengawas menjalankan fungsi sebagai supervisor.
Dalam dunia pendidikan, supervisi diidentikkan dengan pengawasan, memang hal ini dapat dimaklumi karena bila dikaji dari sisi etimologis istilah “supervisi” atau dalam bahasa inggris “supervision” sering didefinisikan sebagai pengawasan. Sedangkan secara morfologis, “supervisi” terdiri dari dua kata yaitu “super” yang berarti atas atau lebih dan “visi” mempunyai arti lihat, pandang, tilik, atau awasi. Sehingga dari dua kata tersebut dapat dimaknai beberapa substansi supervisi sebagai berikut:[3]
1.        Kegiatan dari pihak atasan yang berupa melihat, menilik, dan menilai serta mengawasi dari atas terhadap perwujudan kegiatan atau hasil kerja bawahan.
2.        Suatu upaya yang dilakukan oleh orang dewasa yang memiliki pandangan yang lebih tinggi berupa pengetahuan, ketrampilan dan sikap-sikap untuk membantu mereka yang membutuhkan pembinaan.
3.        Suatu kegiatan untuk mentransformasikan berbagai pandangan inovatif agar dapat diterjemahkan dalam bentuk kegiatan yang terukur.
4.        Suatu bimbingan profesional yang dilakukan oleh pengawas agar guru-guru dapat menunjukkan kinerja profesional.
Namun demikian, meskipun supervisi mengandung arti atau sering diterjemahkan mengawas, sebetulnya supervisi mempunyai arti khusus yaitu “membantu” dan turut serta dalam usaha perbaikan-perbaikan dan meningkatkan mutu baik personel maupun lembaga. Kegiatan supervisi dilakukan oleh supervisor sebagai bagian dari manajemen kelembagaan yang memainkan peranan penting untuk mencapai tujuan lembaga pendidikan.
Berdasarkan hal tersebut, maka supervisi dapat berarti pengawasan yang dilakukan oleh orang ahli/profesional dalam bidangnya sehingga dapat memberikan perbaikan dan peningkatan/pembinaan agar pembelajaran dapat dilakukan dengan baik dan berkualitas. Mengacu pada pernyataan tersebut maka supervisor pendidikan harus profesional yang kinerjanya dipandu oleh pengalaman, kualifikasi dan kompetensi yang dibuktikan dengan sertifikat profesional. Supervisi pendidikan merupakan suatu proses memberikan layanan profesional pendidikan melalui pembinaan yang kontinu kepada guru dan personil sekolah lainnya untuk memperbaiki dan meningkatkan efektifitas kinerja personalia sehingga dapat mencapai pertumbuhan peserta didik.

H.    Sasaran supervisi
1.      Sasaran supervisi pendidikan adalah proses pembelajaran. Pelaku utama dalam suatu PBM adalah guru dan peserta didik. Disamping itu, terdapat anggapan bahwa guru merupakan ujung tombak pembelajaran, sehingga untuk menjadikan PBM itu efektif maka perlu dilakukan pembinaan terhadap guru agar mereka dapat melaksanakan tugasnya secara profesional.
2.       Sasaran supervisi pendidikan adalah pengelolaan pendidikan secara efektif. Pelaksana dan penanggung jawab pendidikan yang utama adalah kepala sekolah. Kepala sekolah merupakan pemimpin pendidikan yang memfasilitasi terwujudnya budaya akademik yang mendukung pelaksanaan PBM. Oleh karena itu, kepala sekolah menjadi sasaran supervisi pendidikan.
3.      Secara umum sasaran supervisi adalah seluruh sumber daya pendidikan yang mengupayakan terwujudnya PBM yang efektif.
I.        Kesimpulan
Dalam kajian manajemen pendidikan, pembahasan tentang pengawasan menempati posisi yang cukup strategik. Hal ini lebih didasarkan pada alasan bahwa kegiatan pengawasan berfungsi untuk membandingkan antara kondisi yang ada dengan yang seharusnya terjadi. Dengan adanya proses pengawasan yang efektif, maka setiap kali terjadi penyimpangan/penyelewengan dari tujuan awal tentu akan dapat langsung dikoreksi sedini mungkin. Hanya saja jika ditinjau dalam konteks pendidikan, menurut asumsi penulis sepertinya proses pengawasan pendidikan belumlah sepenuhnya dilakukan secara memadai. Setidaknya problem-problem yang ada berupa masih rendahnya kualitas aspek pembelajaran, aspek organisasi, manajemen sekolah dll cukup membuktikan akan asumsi penulis tersebut.
Untuk itulah penulis menyarankan mengenai perlunya revitalisasi supervisi pendidikan dalam berbagai jenjang. Hal itu bisa dilakukan dengan pendekatan ilmiah, yaitu; pertama, revitalisasi supervisi manajerial dengan menggarap secara serius fungsi-fungsi manajemen sekolah, baik dari lingkup administrasi, penyusunan rencana pengembangan sekolah, manajemen SDM dll. Kedua, revitalisasi supervisi akademik dengan penggarapan secara rigid mengenai penguatan kemampuan guru melaksanakan tugas mengajar, menilai hasil belajar, pembuatan dokumen pembelajaran seperti silabus dan RPP dan lain-lain yang berkaitan dengan peningkatan kualitas pembelajaran.

Daftar Pustaka
Cicih sutarsih dan Nurdin, Supervisi Pendidikan, dalam Manajemen Pendidikan Tim dosen Administrasi Pendidikan UPI, Bandung: Alfabeta, 2011.
Dermawan, H. Daman. Dan Hj. Sukarti Ningsih. Bahan ajar pengawasan Pendidik, Universitas pendidikan Indonesia. 2009.


[1] http://cahayakhaeroni.blogspot.com/2012/01/controllingpengawasan-dalam-pendidikan.html
[2] Diding Nurdin, Manajemen Pendidikan, dalam Ilmu dan Aplikasi Pendidikan ; Bagian II Ilmu pendidikan teoritis, Bandung: PT IMTIMA, 2007. Hal .65
[3] . Dermawan, H. Daman. DKK.  Bahan ajar pengawasan Pendidik. Unuversitas pendidikan Indonesia. 2009. Hal 21

No comments:

Post a Comment