A.
Pendahuluan
Pengawasan atau controlling merupakan salah satu fungsi yang sangat
signifikan dalam pencapaian manajemen organisasi dan mengatur potensi baik yang
berkaitan dengan produksi maupun sumber daya yang ada. Pengawasan merupakan
salah satu fungsi yang terkait dengan perencanaan strategis. Dan perencanaan
strategis merupakan puncak dari suatu pemikiran untuk merumuskan tujuan yang
akan dicapai organisasi dan juga merencanakan berbagai sumber daya yang
ditetapkan organisasi dan usaha pencapaian tujuan strategis.
Dalam konteks penyelenggaraan pendidikan, baik pada level makro
maupun mikro, konsep pengawasan sesungguhnya menempati posisi yang sangat
strategik sekali. Pasalnya, seberapapun bagusnya sebuah perencanaan program pendidikan,
jika tanpa dibarengi dengan proses pengawasan yang memadai, maka segala program
yang dicanangkan sebelumnya akan menjadi tidak terukur secara jelas tingkat
keberhasilannya, bahkan sangat memungkinkan sekali akan adanya
penyimpangan-penyimpangan yang terjadi didalamnya menjadi sulit untuk
dideteksi. Karena itulah konsep pengawasan merupakan bagian yang sangat penting
sekali dan tidak dapat diabaikan sama sekali peran dan fungsinya dalam mencapai
tujuan-tujuan dari sebuah proses pendidikan.
Dalam memahami konsep pengawasan, Oteng Sutisna menyatakan bahwa
pengawasan adalah sebagai suatu proses fungsi dan prinsip administratif untuk
melihat apakah yang terjadi sesuai dengan apa yang semestinya terjadi. Apabila
tidak sesuai dengan semestinya maka perlu adanya penyesuaian yang harus
dilakukan. Dengan kata lain pengawasan adalah fungsi administratif untuk
memastikan bahwa apa yang dikerjakan sesuai dengan rencana yang telah dibuat
sebelumnya.
Setidaknya terdapat dua hal yang mendorong perlu adanya pengawasan,
yaitu (1) tujuan-tujuan individu atau kelompok kadang-kadang atau pada
umumnya bertentangan dengan tujuan
organisasi, (2) adanya jangka waktu antara saat tujuan dirumuskan dan pada saat
tujuan diwujudkan dalam hal ini umumnya dimungkinkan adanya penyimpangan yang
perlu diluruskan. Tindakan pengawasan terdiri dari tiga langkah umum, antara
lain: (a) mengukur perbuatan atau menyelidiki
apa yang sedang dilakukan, (b) membandingkan perbuatan dengan standar
yang telah ditetapkan dan menetapkan perbedaannya jika terdapat perbedaan, (3)
memperbaiki penyimpangan dengan tindakan perbaikan.
Untuk itulah, dalam makalah ini penulis mencoba mencurahkan segenap
kemampuan penulis untuk membahas lebih mendalam mengenai konsep pengawasan itu
sendiri. Dengan harapan semoga tulisan ringkas ini dapat memberikan sumbangan
berarti dalam khazanah keilmuan dinegeri Indonesia tercinta, Amin.[1]
B.
Pengertian
dan Tujuan pengawasan
Pengawasan menurut Mockler adalah suatu usaha sistematis untuk
menetapkan standar pelaksanaan dengan tujuan-tujuan perencanaan, merancang
sistem informasi umpan balik, membandingkan kegiatan nyata dengan standar yang
telah ditetapkan sebelumnya, menentukan dan mengukur penyimpangan-penyimpangan,
serta mengambil tindakan koreksi yang diperlukan untuk menjamin bahwa semua
sumber daya organisasi dipergunakan dengan cara paling efektif dan efisien
dalam tujuan-tujuan organisasi.
Kegiatan pengawasan pada dasarnya memiliki peran untuk
membandingkan akan kondisi yang ada dengan kondisi yang seharusnya terjadi.
Apabila dalam prosesnya terjadi penyimpangan/hambatan/penyelewengan dapat
segera dilakukan tindakan koreksi. Untuk memperoleh hasil yang lebih efektif,
pengawasan dilakukan bukan hanya pada akhir proses manajemen tetapi pada setiap
tingkatan proses manajemen.
Pengawasan sesungguhnya bertujuan untuk: (1) membuat pihak yang
diawasi merasa terbantu sehingga dapat mencapai visi dan misinya secara lebih
efektif dan efisien; (2) menciptakan suasana keterbukaan, kejujuran,
partisipasi dan akuntabilitas; (3) menimbulkan suasana saling percaya dalam dan
diluar lingkungan operasi organisasi; (4) meningkatkan akuntabilitas
organisasi; (5) meningkatkan kelancaran operasi organisasi; (6) mendorong
terwujudnya good governance.
C.
Prinsip-prinsip
pengawasan
Untuk mendapatkan suatu sistem pengawasan yang efektif maka perlu
dipenuhi beberapa prinsip pengawasan. Dua prinsip pokok bagi pengawasan yang
efektif ialah adanya rencana tertentu dan adanya pemberian instruksi-instruksi,
serta wewenang-wewenang kepada bawahan. Prinsip pokok pertama merupakan standar
atau alat pengukur daripada pekerjaan yang dilaksanakan oleh bawahan. Rencana
tersebut menjadi penunjuk apakah sesuatu pelaksanaan pekerjaan berhasil atau
tidak. Walaupun demikian, prinsip pokok kedua merupakan suatu keharusan yang
perlu ada, agar sistem pengawasan itu memang benar-benar dapat efektif
dilaksanakan.
Setelah kedua prinsip pokok diatas, maka suatu sistem pengawasan
menurut LAN RI haruslah mengandung prinsip-prinsip sebagai berikut:
1.
Prinsip
kesisteman; pengawasan ditujukan untuk menghasilkan good governance sehingga
harus memperhatikan keseluruhan komponen secara sistemik.
2.
Prinsip
akuntabilitas; segala yang ditugaskan meminta pertanggungjawaban dari setiap
orang yang diserahi tanggung jawab dalam pelaksanaan tugasnya.
3.
Prinsip
organisasi; tugas manajemen ada pada setiap level organisasi dan pengawasan
merupakan tugas setiap pimpinan yang berada pada organisasi sesuai dengan tugas
pokok fungsinya masing-masing.
4.
Prinsip
koordinasi; pengawasan dilakukan dengan memperhatikan pengaturan kerjasama yang
baik antar komponen. Setiap bagian memiliki tugas pokok fungsi masing-masing,
akan tetapi untuk menjaga sinergitas sistem, tiap bagian harus dapat mewujudkan
kegiatan terpadu dan selaras dengan tujuan organisasi melalui koordinasi yang
baik.
5.
Prinsip
komunikasi; pengawasan menjadi sarana hubungan antara pusat dengan daerah,
pimpinan dengan bawahan, sehingga perlu dikembangkan komunikasi yang intensif
dan empatik agar kerjasama terus berlanjut secara harmonis.
6.
Prinsip
pengendalian; pengawasan menjadi sarana mengarahkan dan membimbing secara
teknis administratif maupun memecahkan persoalan kerja agar tercapai
efektivitas kerja.
7.
Prinsip
integritas; merupakan kepribadian pengawas yang melaksanakan pengawasan dengan
mentalitas yang baik penuh kejujuran, simpatik, tanggung jawab, cermat, dan
konsisten.
8.
Prinsip
objektivitas; melaksanakan pengawasan dengan berdasarkan keahlian secara
profesional tidak terpengaruh secara subjektif oleh pihak-pihak yang
berkepentingan.
9.
Prinsip
futuristik; pengawasan harus dapat memprediksi kemungkinan-kemungkinan yang
akan terjadi di masa depan dan sadar betul apa yang diperbuat akan menentukan
masa depan shingga ia menghindari penyimpangan-penyimpangan atau kebocoran
karena akan menjadi bumerang bagi masa depan.
10.
Prinsip
preventif; pengawasan dilakukan agar penyimpangan-penyimpangan dapat dicegah
dan kalaupun terjadi dapat dideteksi secara dini sehingga penyelesaiannya dapat
cepat teratasi.
11.
Prinsip represif; bila terjadi penyimpangan
dan kebocoran, pengawas harus tegas dengan menegakkan sanksi/hukuman sesuai
peraturan yang berlaku.
12.
Prinsip
edukatif; kesalahan/penyimpangan/kebocoran yang dilakukan diperbaiki dan
diberikan saran yang membangun kepercayaan diri agar tidak terulang kembali
kesalahan untuk kedua kalinya.
13.
Prinsip
korektif; kesalahan/penyimpangan/kebocoran dicari penyebabnya dan selanjutnya
dicari solusi untuk memperbaiki kesalahan agar tujuan dapat tercapai.
14.
Prinsip 3E (Ekonomis, Efisien, Efektif);
pengawasan dilakukan dengan cara-cara yang benar, waktu yang tepat dan penuh
perhitungan sehingga tujuan yang telah ditetapkan dapat tercapai secara ekonomis,
efisien, dan efektif.[2]
D.
Fungsi
pengawasan
Pengawasan yang efektif berfungsi sebagai Early warning system atau
sistem peringatan dini yang sanggup memberikan informasi awal mengenai
persiapan program, keterlaksanaan program dan keberhasilan program. Dunn
mempersiapkan program, keterlaksanaan program dan keberhasilan program. Dunn
memerinci 4 fungsi pengawasan yaitu: Eksplanasi, akuntansi, pemeriksaan dan
kepatuhan.
1.
Fungsi
eksplanasi: menjelaskan bagaimana kegiatan dilakukan. Termasuk didalamnya
hambatan dan kesulitan, serta alasan terdapatnya perbedaan hasil-hasil dari
suatu kegiatan.
2.
Fungsi
akuntansi: artinya melalui pengawasan dapat dilakukan auditing terhadap
penggunaan sumberdaya dan tingkat output yang dicapai.
3.
Fungsi
pemeriksaan: menelaah kesesuaian pelaksanaan kerja nyata dengan rencana.
4.
Fungsi
kepatuhan: menilai sejauhmana para pelaksana taat dengan aturan sehingga dapat
diketahui tingkat disiplin kerja pegawai dinilai dari kepatuhan (compliance).
Sedangkan
Nawawi (1983) mengemukakan fungsi pengawasan antara lain:
1.
Memperoleh
data yang telah diolah dapat dijadikan dasar bagi usaha perbaikan dimasa yang
akan datang.
2.
Memperoleh
cara bekerja yang paling efisien dan efektif atau yang paling tepat dan paling
berhasil sebagai cara yang terbaik untuk mencapai tujuan.
3.
Memperoleh
data tentang hambatan-hambatan dan kesukaran-kesukaran yang dihadapi agar dapat
dikurangi atau dihindari.
4.
Memperoleh
data yang dapat dipergunakan untuk meningkatkan usaha pengembangan organisasi
dan personil dalam berbagai bidang.
5.
Mengetahui
seberapa jauh tujuan telah dicapai.
E.
Jenis
pengawasan
Terdapat
setidaknya empat jenis pengawasan, yaitu:
1.
Pengawasan
melekat: yaitu pengawasan yang dilakukan oleh atasan langsung yang memiliki
kekuasaan (Power) dilakukan secara terus menerus secara preventif dan represif
agar tugas yang diemban bawahannya dapat terlaksana secara efektif dan efisien
terhindar dari penyimpangan-penyimpangan.
2.
Pengawasan
fungsional: yaitu pengawasan yang dilaksanakan oleh pihak tertentu yang
memahami substansi kerja objek yang diawasi dan ditunjuk khusus (exclusively
assigned) untuk melaksanakan audit secara independen terhadap objek yang
diawasi.
3.
Pengawas
fungsional: melaksanakan tugas kepengawasan secara komprehensif mulai dari
pemerikasaan, verifikasi, konfirmasi, survei, monitoring, dan penilaian
terhadap objek yang berada didalam pengawasan.
4.
Pengawasan
masyarakat: yaitu pengawasan yang dilakukan masyarakat kepada negara sebagai
bentuk social control terhadap penyelenggaraan pemerintahan dan
penyimpangan-penyimpangan yang dilakukan dalam pemerintahan.
5.
Pengawasan
legislatif: yaitu pengawasan yang dilakukan oleh DPR/DPRD sebagai lembaga
negara yang bertugas mengawasi tindakan pemerintah.
Dalam
dunia pendidikan, pengawasan mencakup dua kategori yaitu: (1) pengawasan yang
dilakukan setiap unit manajemen sebagai langkah prosedural suatu manajemen
program. Pengawasan jenis ini dilaksanakan sebagai upaya pengendalian yang
dilakukan manajer agar ia dapat memonitor efektifitas perencanaan,
pengorganisasian, kepemimpinan dan dapat mengambil tindakan korektif sesuai
dengan kebutuhan. (2) pengawasan yang dilakukan oleh pengawas sekolah sebagai
pengawas fungsional dengan menerapkan konsep supervisi yaitu untuk melaksanakan
pembinaan terhadap personil sekolah agar mereka dapat melaksanakan tugasnya
secara profesional, dan dapat mengembangkan diri secara optimal. Pengawasan
jenis ini dilakukan oleh pengawas sekolah sebagai tenaga fungsional yang
berfungsi melakukan bantuan profesional.
F.
Proses
pengawasan
Proses dasar pengawasan meliputi tiga tahap yaitu: (1) menetapkan
standar pelaksanaan, (2) pengukuran pelaksanaan, (3) menentukan kesenjangan
(deviasi) antara pelaksanaan dengan standar dan rencana.
Sementara
itu dalam pengertian lain, pengawasan dibagi atas tiga hal, yaitu sebagai
berikut:
1.
Steering control (pengawasan pengarahan)
Jenis pengawasan pengarahan merupakan usaha-usaha yang dilakukan
untuk mengantisipasi berbagai problem atau penyimpangan dari standar yang telah
ditetapkan terlihat awal dari kemungkinan yang akan terjadi.
2.
Screening
control (pengawasan penyeleksian)
Yang dimaksud pengawasan penyeleksian adalah melakukan koreksi
terhadap berbagai penyimpangan dari standar pada waktu penyimpangan.
3.
Post
action control (pengawasan setelah terjadi tindakan)
Jenis pengawasan ini dikenal juga sebagai pengawasan umpan balik.
Apa yang terjadi merupakan indikasi pencapaian saat itu dan sekaligus yang
terjadi sulit diperbaiki, yang akan diperbaiki adalah sesuatu yang dilakukan
dan diantisipasi akan terjadi di masa mendatang. Jenis pengawasan ini bukan
merupakan jenis pengawasan yang sangat berguna tetapi dapat dipakai untuk dua
hal yang sangat penting, yaitu:
a.
Memberikan
informasi bagi perencanaan yang akan datang.
b.
Memberikan
dasar yang kuat untuk penghargaan kepada para pekerja yang berhasil.
Supaya
pengawasan yang dilakukan seorang atasan efektif, maka haruslah terkumpul
fakta-fakta di tangan pemimpin yang bersangkutan. Guna maksud pengawasan
seperti ini, ada beberapa cara mengumpulkan fakta-fakta, yaitu:
1.
Peninjauan
pribadi
2.
Pengawasan
melalui Interview atau laporan lisan
3.
Pengawasan
melalui Laporan tertulis
4.
Pengawasan
melalui laporan kepada hal-hal yang bersifat khusus.
G.
Supervisi
dalam praktik pengawasan pendidikan
Dalam praktik pengawasan pendidikan, pengawas fungsional memiliki
tugas membina dan mengembangkan karir para guru dan staf lainnya serta membantu
memecahkan masalah profesi yang dihadapi oleh mereka secara profesional. Tugas
tersebut jika ditinjau dari kajian konseptual merupakan kajian supervisi.
Dengan demikian, dalam praktik kepengawasan para pengawas menjalankan fungsi
sebagai supervisor.
Dalam dunia pendidikan, supervisi diidentikkan dengan pengawasan,
memang hal ini dapat dimaklumi karena bila dikaji dari sisi etimologis istilah
“supervisi” atau dalam bahasa inggris “supervision” sering didefinisikan
sebagai pengawasan. Sedangkan secara morfologis, “supervisi” terdiri dari dua
kata yaitu “super” yang berarti atas atau lebih dan “visi” mempunyai arti
lihat, pandang, tilik, atau awasi. Sehingga dari dua kata tersebut dapat
dimaknai beberapa substansi supervisi sebagai berikut:[3]
1.
Kegiatan
dari pihak atasan yang berupa melihat, menilik, dan menilai serta mengawasi
dari atas terhadap perwujudan kegiatan atau hasil kerja bawahan.
2.
Suatu
upaya yang dilakukan oleh orang dewasa yang memiliki pandangan yang lebih
tinggi berupa pengetahuan, ketrampilan dan sikap-sikap untuk membantu mereka
yang membutuhkan pembinaan.
3.
Suatu
kegiatan untuk mentransformasikan berbagai pandangan inovatif agar dapat
diterjemahkan dalam bentuk kegiatan yang terukur.
4.
Suatu
bimbingan profesional yang dilakukan oleh pengawas agar guru-guru dapat
menunjukkan kinerja profesional.
Namun
demikian, meskipun supervisi mengandung arti atau sering diterjemahkan
mengawas, sebetulnya supervisi mempunyai arti khusus yaitu “membantu” dan turut
serta dalam usaha perbaikan-perbaikan dan meningkatkan mutu baik personel
maupun lembaga. Kegiatan supervisi dilakukan oleh supervisor sebagai bagian
dari manajemen kelembagaan yang memainkan peranan penting untuk mencapai tujuan
lembaga pendidikan.
Berdasarkan
hal tersebut, maka supervisi dapat berarti pengawasan yang dilakukan oleh orang
ahli/profesional dalam bidangnya sehingga dapat memberikan perbaikan dan
peningkatan/pembinaan agar pembelajaran dapat dilakukan dengan baik dan
berkualitas. Mengacu pada pernyataan tersebut maka supervisor pendidikan harus
profesional yang kinerjanya dipandu oleh pengalaman, kualifikasi dan kompetensi
yang dibuktikan dengan sertifikat profesional. Supervisi pendidikan merupakan
suatu proses memberikan layanan profesional pendidikan melalui pembinaan yang
kontinu kepada guru dan personil sekolah lainnya untuk memperbaiki dan
meningkatkan efektifitas kinerja personalia sehingga dapat mencapai pertumbuhan
peserta didik.
H.
Sasaran
supervisi
1. Sasaran supervisi pendidikan adalah proses pembelajaran. Pelaku
utama dalam suatu PBM adalah guru dan peserta didik. Disamping itu, terdapat
anggapan bahwa guru merupakan ujung tombak pembelajaran, sehingga untuk
menjadikan PBM itu efektif maka perlu dilakukan pembinaan terhadap guru agar
mereka dapat melaksanakan tugasnya secara profesional.
2. Sasaran supervisi pendidikan
adalah pengelolaan pendidikan secara efektif. Pelaksana dan penanggung jawab
pendidikan yang utama adalah kepala sekolah. Kepala sekolah merupakan pemimpin
pendidikan yang memfasilitasi terwujudnya budaya akademik yang mendukung
pelaksanaan PBM. Oleh karena itu, kepala sekolah menjadi sasaran supervisi
pendidikan.
3. Secara umum sasaran supervisi adalah seluruh sumber daya pendidikan
yang mengupayakan terwujudnya PBM yang efektif.
I.
Kesimpulan
Dalam
kajian manajemen pendidikan, pembahasan tentang pengawasan menempati posisi
yang cukup strategik. Hal ini lebih didasarkan pada alasan bahwa kegiatan
pengawasan berfungsi untuk membandingkan antara kondisi yang ada dengan yang
seharusnya terjadi. Dengan adanya proses pengawasan yang efektif, maka setiap
kali terjadi penyimpangan/penyelewengan dari tujuan awal tentu akan dapat
langsung dikoreksi sedini mungkin. Hanya saja jika ditinjau dalam konteks pendidikan,
menurut asumsi penulis sepertinya proses pengawasan pendidikan belumlah
sepenuhnya dilakukan secara memadai. Setidaknya problem-problem yang ada berupa
masih rendahnya kualitas aspek pembelajaran, aspek organisasi, manajemen
sekolah dll cukup membuktikan akan asumsi penulis tersebut.
Untuk
itulah penulis menyarankan mengenai perlunya revitalisasi supervisi pendidikan
dalam berbagai jenjang. Hal itu bisa dilakukan dengan pendekatan ilmiah, yaitu;
pertama, revitalisasi supervisi manajerial dengan menggarap secara serius
fungsi-fungsi manajemen sekolah, baik dari lingkup administrasi, penyusunan
rencana pengembangan sekolah, manajemen SDM dll. Kedua, revitalisasi supervisi
akademik dengan penggarapan secara rigid mengenai penguatan kemampuan guru melaksanakan
tugas mengajar, menilai hasil belajar, pembuatan dokumen pembelajaran seperti
silabus dan RPP dan lain-lain yang berkaitan
dengan peningkatan kualitas pembelajaran.
Daftar Pustaka
Cicih
sutarsih dan Nurdin, Supervisi Pendidikan, dalam Manajemen Pendidikan Tim
dosen Administrasi Pendidikan UPI, Bandung: Alfabeta, 2011.
Dermawan, H. Daman. Dan Hj. Sukarti Ningsih. Bahan ajar
pengawasan Pendidik, Universitas
pendidikan Indonesia. 2009.
[2] Diding Nurdin, Manajemen Pendidikan, dalam Ilmu dan Aplikasi
Pendidikan ; Bagian II Ilmu pendidikan teoritis, Bandung: PT IMTIMA, 2007. Hal
.65
[3] . Dermawan, H. Daman. DKK.
Bahan ajar pengawasan Pendidik. Unuversitas pendidikan Indonesia. 2009.
Hal 21
No comments:
Post a Comment